Oleh: Dr. H. Wajidi Sayadi, M.Ag. (Profil)
Dosen Tafsir Hadis IAIN Pontianak/Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Barat
Kuliah Subuh di Masjid Syuhada’ Pontianak (Ahad, 5 Dzulhijjah 1441 H) dengan tema Qurban dan Problematikanya, salahsatunya yang sering ditanyakan adalah bagaimana Qurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia.
Pada dasarnya, perintah ber-Qurban dalam al-Qur’an ditujukan kepada orang yang masih hidup, karena merekalah yang menerima pembebanan taklif bagi yang sudah mampu.
إِنَّا أَعْطَيْناكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sungguh, Kami telah memberimu nikmat yang banyak, maka shalatlah karena Tuhanmu dan ber-Qurbanlah. (QS. al-Kautsar: 1-2).
Namun kenyataan di masyarakat ada yang ber-qurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia, apakah itu orang tuanya, anaknya, nenek atau datuknya, dan lainnya.
Didaftarkan sama panitia Qurban atas nama almarhum/almarhumah Si A atau si B.
Sama ketika panitia pembangunan masjid tertentu mengumumkan nama-nama penyumbang atau donatur di antaranya menyebutkan atas nama almarhum/almarhumah.
Sampai-sampai ada di antara jamaah terheran-heran, katanya luar biasa masjid ini, kenapa?
Jawabnya, karena dibangun oleh orang-orang yang sudah meninggal dunia alias almarhum/almarhumah. Penyumbang dan donaturnya sudah di alam barzakh.
Padahal, sebenarnya cukup menyebutkan atas nama anaknya yang masih hidup si A (Abdullah), misalnya, lalu si A berniat dalam hati nilai dan pahala sumbangan ini diperuntukkan kepada para almarhum/almarhumah, baik ibu, ayah, nenek-datuk, dan seterusnya.
Demikian juga masalah Qurban, namun sebelumnya saya ingin menjelaskan pandangan para ulama masalah ini.
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah Qurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia.
Menurut ulama madzhab Syafi’i, tidak boleh, kecuali kalau yang bersangkutan sebelum wafat pernah berwasiat.
Suatu saat kalau saya meninggal dunia, saya berwasiat sebagian harta saya diambil untuk didaftarkan sebagai Qurban atas nama saya. Qurban atas namanya harus dilaksanakan oleh ahli warisnya.
Daging Qurban-nya tidak boleh dimakan oleh keluarganya, yakni anggota keluarga yang ditanggung biaya hidupnya selama ini. Daging qurbannya statusnya sama dengan daging Qurban Nadzar (wajib) dan tidak boleh dimakan oleh keluarganya, harus diberikan semuanya kepada orang lain, terutama fakir miskin.
Ini menurut ulama madzhab Syafi’i dan madzhab Abu Hanifah.
Sedangkan ulama madzhab Malik dan Ahmad bin Hambal daging Qurban sunat atau pun nadzar (wajib) sama saja boleh dimakan oleh yang berkurban.
Adapun ulama madzhab Malik, hukumnya makruh ber-Qurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia, apabila yang bersangkutan tidak pernah berniat untuk ber-Qurban. Apabila ia pernah berniat qurban dan bukan nadzar, maka bagi ahli warisnya pun tidak wajib melaksanakannya.
Menurut ulama madzhab Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal membolehkan ber-Qurban atas nama orang yang sudah meninggal dan diperlakukan sama dengan orang yang masih hidup, hanya saja dihitungkan seperti sedekah dan pemberian makan yang pahalanya diniatkan untuk almarhum/almarhumah.
Seorang sahabat bernama Sa’ad bin ‘Ubbadah bertanya kepada Rasulullah SAW.: “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dunia, sedang aku tidak berada di sampingnya pada saat itu. Apakah bermanfaat bagi ibuku, apabila aku bersedekah atas namanya?”
Rasulullah SAW. menjawab: “Ya boleh, bermanfaat. Lalu Sa’ad berkata: “Aku mohon menjadikan engkau sebagai saksi bahwa tanaman kebunku adalah sedekah atas nama ibuku”. (HR. Bukhari).
Para ulama Universitas Al-Azhar Mesir dalam buku panduan praktis ber-Qurban disusunnya menyebutkan bahwa sebagian ulama madzhab Syafi’i juga membolehkan ber-Qurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia, sebagaimana madzhab Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal.
Menyikapi perbedaan pendapat di kalangan para ulama, ada kaedah yang mengatakan
الخروج من الخلاف مستحب
“al-Khuruj min al-khilaf mustahabb” (keluar dari perbedaan pendapat adalah lebih bagus).
Oleh karena itu, terlepas dari perbedaan pendapat di atas, maka bagi mereka yang mau berbuat baik kepada orang tua atau keluarga yang sudah meninggal dunia lalu ingin ber-Qurban atas nama mereka boleh.
Kita mendaftarkan ke panitia Qurban atas nama keluarga yang masih hidup, misalnya si A (Abdullah, hamba Allah). Si A yang berniat nilai dan pahalanya diperuntukkan kepada para almarhum/almarhumah.
Misalnya, saya ber-Qurban atas nama saya dan semua keluarga, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. maka di dalamnya termasuk almarhum kedua orang tua, ayah-ibunda, kakak, nenek-datuk, dan seterusnya.
Doa ampunan dan Rahmat bagi merka serta Al-Fatihah.
Wallahu A’lam
Semoga bermanfaat.
Pontianak, 26 Juli 2020 H/5 Dzulhijjah 1441 H
Sumber: https://www.facebook.com/wajidi.sayadi/posts/10214756525626777
https://afsgsdsdbfdshdfhdfncvngcjgfjghvghcgvv.com