Oleh: Allahu Yarham Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (Profil)
Penerima Sanad Shahih Bukhari dan Shahih Muslim/Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4/Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Pak Kiyai yang terhormat,
Di kampung saya, daerah Jawa Timur, terdapat sebuah tradisi, yaitu orang yang sedang membakar batu bata, ia menancapkan lidi yang di ujungnya ditancapkan cabe merah. Begitu pula orang yang sedang menjemur padi, ia menancapkan lidi atau terkadang sapu lidi yang di ujungnya ditancapkan cabe atau bawang. Tutur kawan saya, perbuatan itu syirik alias penyekutuan Allah swt.
Yang saya tanyakan, apakah benar itu perbuatan syirik?
Demikianlah, atas jawabannya saya sampaikan terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Jawaban:
Wa’alaikum salam wr.wb.
Kita belum dapat memastikan, apakah perbuatan menancapkan lidi yang di ujungnya ditancapkan cabe merah itu termasuk perbuatan syirik. Soalnya, kita juga harus ekstra hati-hati. tidak boleh menuduh sesama muslim melakukan perbuatan bid’ah, syirik, dan atau kafir. Sebab, dalam sebuah Hadis Shahih riwayat Imam Muslim dari Abdullah bin ‘Umar, Nabi Muhammad saw. bersabda
إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا
Jika seseorang mengkafirkan saudaranya (sesama muslim), maka salah satunya akan benar-benar menjadi kafir (HR. Muslim)
Maksud hadis ini adalah, bila yang dituduh kafir itu bukan orang kafir, maka yang menuduh kafir akan menjadi kafir. Begitu pula menuduh sesama muslim sebagai musyrik atau pelaku bid’ah. Bila yang dituduh itu tidak musyrik atau bukan pelaku bid’ah maka yang menuduh justru menjadi musyrik atau pelaku bid’ah.
Kembali pada lidi yang ditusukkan ke cabe merah. Bila orang itu meminta kepada lidi dan cabe merah agar tidak menurunkan hujan, maka perbuatan ini jelas-jelas syirik, karena ia telah menjadikan selain Allah swt. sebagai tempat memohon. Namun, bila ia tetap berdoa pada Allah swt, misalnya dengan kalimat
Wahai Allah swt. yang memerahkan cabe ini, merahkanlah batu bata yang sedang saya bakar
maka ia tidak tergolong musyrik. Karena ia tetap meminta pada Allah swt, hanya saja disertai simbol.
Pertanyaannya, apakah berdoa dengan simbol dibenarkan Islam?
Dalam beberapa kitab Hadis, misalnya Shahih Bukhari, disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad saw. berdoa meminta hujan (istisqa’), beliau memutar selendangnya. Caranya memutar bagian atas ke bawah dan bagian bawah ke atas, dan bagian kanan ke kiri dan bagian kiri ke kanan. Memutar selendang ini sebagai simbol agar keadaan berubah; musim kemarau menjadi musim hujan.
Bahkan dalam berdoa sehari-hari, kita selalu menengadahkan dua telapak tangan kita. Ini simbol permintaan. Jadi berdoa dengan simbol itu diperbolehkan dan ada dalilnya dalam Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga sering melihat doa-doa yang dipanjatkan melalui simbol. Misalnya, orang yang membangun rumah dengan menaruh buah kelapa, padi dan lain-lain. Demikian pula pada upacara pernikahan.
Buah kelapa adalah buah yang segala bagiannya dapat dimanfaatkan. Begitu pula pohonnya. Maka, itu menjadi simbol semoga penghuni rumah itu atau kedua mempelai yang sedang melangsungkan pernikahan, menjadi manusia yang semua gerakannya berguna bagi orang lain.
Sementara padi, adalah simbol kemakmuran rejeki. Karenanya penghuni rumah atau kedua mempelai didoakan agar dikaruniai rejeki yang melimpah oleh Allah swt.
Begitulah, mudah-mudahan jawaban ini ada manfaatnya.
Waallahu A’lam bi al-Shawwab.
Sumber: Ali Mustafa Ya’qub, Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal (Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. V; 2008)Edisi kedua, hal 65-67.
https://afsgsdsdbfdshdfhdfncvngcjgfjghvghcgvv.com