Oleh: Dr. Yusuf Al-Qaradhawi
Ketua Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional
Pertanyaan:
Bagaimana hukum mengerjakan shalat tarawih dengan cepat (terburu-buru) ?
Jawaban:
Diriwayatkan dalam shahihain dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه
“Barangsiapa mengerjakan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari ridha Allah, maka diampunilah dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah mensyariatkan puasa pada siang hari bulan Ramadhan dan mensyariatkan shalat sunnah pada malam harinya melalui lisan Rasul-Nya, dan menjadikan shalat ini sebagai sebab disucikannya seseorang dari dosa dan kesalahannya. Tetapi, shalat yang dimaksud disini ialah shalat yang dilaksanakan secara sempurna dengan memenuhi syarat, rukun, adab, dan batas-batasnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu rukun shalat adalah tuma’ninah. Oleh sebab itu, ketika seseorang melakukan shalat di depan Nabi saw. tanpa memperhatikan hak shalat, semisal tuma’ninah, beliau bersabda kepada orang tersebut:
ارْجِعْ فَصَلِّي فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ
“Ulangilah shalatmu, karena engkau belum melaksanakan shalat”
Kemudian beliau mengajarinya cara shalat yang diterima oleh Allah dengan bersabda:
ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا واعتَدِل حَتَّى تَطْمَئِنَّ قَائِمًا واسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا واجلس بين السجدتين حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وهكذا
“Ruku’lah sehingga engkau tuma’ninah ketika ruku’, beri’tidallah sehingga engkau tuma’ninah dengan berdiri, bersujudlah sehingga tuma’ninah ketika bersujud, dan duduklah di antara dua sujud sehingga engkau tuma’ninah pada waktu duduk, dan demikianlah seterusnya…”
Maka tuma’ninah dalam semua rukun ini merupakan syarat yang harus dipenuhi. Adapun batasan yang menjadi syarat itu diperselisihkan oleh para ulama. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa ukuran minimal tuma’ninah ialah selama membaca satu kali tasbih, seperti mengucapkan “Subhana Rabbi A’laa”, sedangkan sebagian lagi—seperti Syaikul Islam Ibn Taimiyah—mensyaratkan ukuran minimal tuma’ninah dalam ruku dan sujud ialah kira-kira selama membaca tasbih tiga kali. Sebab diriwayatkan dalam sunnah bahwa membaca tasbih itu tiga kali, dan ini dianggap sebagai batas minimal. Karena itu anda harus tuma’ninah dengan ukuran membaca tasbih tiga kali. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (Al-Mu’minun: 1-2)
Khusyu’ itu ada dua macam, yaitu khusyu’ badan dan khusyu’ hati.
Khusyu’ badan dalam shalat yaitu bersikap tenang, tidak melakukan tindakan yang sia-sia, tidak berpaling seperi musang, tidak melakukan ruku dan sujud seperti ayam mematuk makanan. Tetapi, kesemuanya ditunaikan dengan rukun-rukun dan batas-batasnya seperti yang disyariatkan Allah ‘Azza wa jalla. Karena itu, dalam melaksanakan shalat wajib khusyu’ badannya dan khusyu’ hatinya.
Adapun khusyu’ hati merasakan keagungan Allah ‘Azza wa jalla. Hal ini dapat dicapai dengan cara dapat merenungkan makna ayat-ayat yang dibaca, mengingat akhirat,mengingat bahwa orang yang melakukan shalat sedang berada dihadapan Allah, serta ingat pula bahwa Allah telah berfirman dalam hadis qudsi:
قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} قَالَ اللهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} قَالَ اللهُ عز وجل : أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ اللهُ تَعَالَى: مَجَّدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ : {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ اللهُ تَعَالَى هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ} قَالَ اللهُ تَعَالَى: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَل.
“Aku membagi shalat antara-Ku dan antara hamba-Ku menjadi dua bagian, yaitu apabila si hamba membaca alhamdulillahi rabbil ‘alamin, Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku’: apabila ia mengucapkan Ar-rahmanir Rahim, Allah berfirman, ‘hamba-Ku telah menyanjung-Ku’; apabila ia mengucapkan maaliki yaumiddin, Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuliakan Aku’; apabila ia mengucaapkan iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, Allah berfirman, ‘ini antara aku dan hamba-Ku; apabila ia mengucapkan ihdinash shirathal mustaqim, Allah berfirman, ‘ini untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.”(HR. Muslim)
Allah SWT tidak jauh dari orang yang sedang shalat, bahkan ia menjawab kepadanya. Oleh karena itu, ketika sedang mengerjakan shalat hendaklah seseorang muslim merasa sedang berdialog dengan Allah, dan menghadirkan hatinya pada setiap gerakan, pada setiap saat, serta pada setiap rukunnya. Maka orang-orang yang melakukan shalat tetapi perhatiannya kosong dan terlepas dari shalat bahkan ingin membuangnya karena merasakannya sebagai suatu beban – bukanlah shalat sebagaimana yang dituntut agama.
Pada praktiknya, banyak sekali orang yang melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak dua puluh tiga atau dua puluh rakaat hanya dalam tempo beberapa menit. Mereka seakan-akan ingin menyambar shalat itu dan ingin agar segera selesai dalam waktu yang lebih singkat sehingga ruku dan sujud yang mereka lakukan tidak sempurna. Dengan demikian, kekhusyua’anpun mereka abaikan. Shalat seperti ini disinyalir dalam hadis berikut:
تعرج الي السماء وَهِيَ سَوْدَاءُ مُظْلِمَةٌ، تَقُولُ لصاحبها: ضَيَّعَكَ اللَّهِ كَمَا ضَيَّعْتَنِي
“Shalat itu naik ke langit dalam keadaan hitam pekat dengan berkata kepada pelakunya, ‘semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana engkau telah menyia-nyiakan aku.”
Sedangkan shalat yang khusyu’ yang dilakukan dengan tuma’ninah akan naik ke langit dalam keadaan putih bersih dengan berkata kepada pelakunya, “Mudah-mudahan Allah memeliharamu sebagaimana engkau memeliharaku.”
Kepada imam dan orang-orang yang shalat dengan dua puluh tiga atau dua puluh rakaat—yang melakukannya tergesa-gesa, tidak khusyu’, tidak menghadirkan hati, dan tidak tenang—saya nasihatkan bahwa melakukan shalat tarawih delapan rakaat dengan tuma’ninah, khusyu’, dan cermat itu lebih baik. Sebab, dalam hal ini yang dinilai dan diperhitungkan bukan jumlah rakaatnya, tetapi bagaimana shalat itu dilakukan, apakah dilakukan dengan khusyu’ ataukah dengan tergesa-gesa.
Mudah-mudahan Allah ‘Azza wa jalla menjadikan kita termasuk golongan orang-orang beriman dan khusyu’.
Sumber: Dr. Yusuf Qardhawi, Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah. Terj. Dr. As’ad Yasin, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jilid I. Hal. 417-420.
https://afsgsdsdbfdshdfhdfncvngcjgfjghvghcgvv.com