Dr. Mayyadah, Lc., M.H.I
(Doktor Hukum Islam/Dosen UIN Datokarama Palu)
Beberapa waktu belakangan ini, bersamaan dengan menjamurnya sharing kajian agama melalui medsos, saya seringkali mendapatkan pertanyaan seperti “pengajiannya sesuai sunnah, Ustazah?” Biasanya klo saya update status ttg jadwal majelis taklim, saya ditanya seperti itu. Atau saat kami membuka pesantren dan menerima santri, tak jarang ada yang nanya “apa pesantrennya sesuai sunnah?”
Jujur saya bingung, karena saya tidak tahu harus menjawab bagaimana dan menjelaskan darimana. Di satu sisi saya khawatir, jangan-jangan orang yg bertanya itu malah gak ngerti sunnah itu seperti apa. Sekedar sharing, para ulama sendiri sangat beragam dalam mengurai makna terma Sunnah. Ulama hadis bilang begini, ulama fikih lain lagi, belum lagi definisi dari ulama tasawuf atau teolog.
Dulu waktu saya kecil, saya ga pernah mendengar statemen orangtua saya tentang mana yang sesuai Sunnah atau tidak. Misalnya jauh sebelum mondok, saya udah dilatih pakai jilbab kalo ada tamu dan gak boleh pakai celana ketat. Alih-alih dibatasi dengan pernyataan “ini sesuai Sunnah, yang itu tidak”, orangtua saya mendidik keagamaan saya dengan mengajak saya berdialog. Kalo pakai baju begini, lebih santun. Kalo pakai baju ketat, itu bukan anak ustaz haha. Trus saya kan jadi mikir, emang yang santun itu bagaimana? klo anak ustaz harus bagaimana? Oh, harus jadi teladan. Kalo jadi teladan, seperti apa dan seterusnya.
Saya bersaudara ada yang sekolahnya di Muhammadiyah, ada yang di NU. Kita kumpulnya pas libur Ramadhan. Saat tarawih, ga ada yang di antara kami yang saling protes tentang mana tarawih sesuai Sunnah mana yang tidak. Siapa yang jadi imam, itulah yang tarawihnya diikuti.
Saat masuk pesantren dan menimba ilmu di universitas, saya belajar tentang Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tapi terma Sunnah di situ gak seperti apa yang digambarkan dan didoktrinkan oleh beberapa kajian-kajian online belakangan ini, yang terkesan (mungkin saya salah tangkap?) membentuk dirinya “lebih Sunnah” atas yang lain.
Saya pernah bercanda kepada salah satu teman yang bertanya itu. Karena saya kenal orangnya, klo ga kenal saya ga berani, kan suka sensitif ya haha.
Saya nanya balik. Kalo sesuai apa yang diperintahkan Nabi SAW itu yang kamu maksud dengan Sunnah, coba sekarang saya tanya. Nabi SAW itu kan pernah berpesan: klo nikah, pilih yang gadis ketimbang janda. Ini hadis Nabi, anjuran dari Nabi loh ya. Tapi faktanya, Nabi SAW itu istri2nya lebih banyak yang janda. Jd, klo laki2 mau dianggap sesuai sunnah, ikut yang mana dong? Ternyata dia juga bingung menjawabnya.
Sekarang ini ada yang lebih menggelitik nalar saya. Kata “Sunnah” bahkan sudah dilekatkan pada benda-benda. Masjid sunnah, pakaian sunnah, dan yang terakhir yang beredar di medsos adalah warkop sunnah. Mungkin maksudnya, klo dibayar kopinya, dapat pahala. Kalo tidak bayar pun tidak apa-apa hahah
Sumber: https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=3156804837694506&id=437496226292061