Oleh: Prof. Yudi Latif, Ph.D.
Pakar Studi Keagamaan dan Kenegaraan/Pakar di Aliansi Kebangsaan/Pembina Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia(PSIK-Indonesia)/Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) 2017-2018
Abu Yazid Al-Busthami, sufi besar persia, sedang berjalan bersama sekelompok muridnya memasuki lorong sempit. Seketika ada anjing mendekat dari arah berlawanan. Abu Yazid mundur memberi jalan pada anjing. Seorang muridnya tak sepakat dengan dalih ‘Allah Mahabesar telah memuliakan manusia di atas semua makhluk-Nya.’ Sedang Abu Yazid adalah ‘raja’ di antara para mistikus dengan ketinggian martabatnya. Apakah pantas perbuatan seperti itu?
“Anak muda,” jawab Abu Yazid, “anjing tadi seakan berkata: ‘Apakah dosaku dan apakah pahalamu pada awal penciptaan sehingga aku mengenakan kulit kehinaan sedang engkau mengenakan jubah kehormatan? Itulah kesadaran yang terbetik di benakku, dan karenanya aku pun memberinya jalan.” Tingginya kemuliaan itu terletak pada kerendahhatian menghormati yang diperhinakan (Belajar Merunduk, Yudi Latif)
Sumber: https://web.facebook.com/yudi.l.dua/posts/4205377936198654