Oleh: Dr. Muchlis M Hanafi, M.A.
(Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir/Direktur Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ)/Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama)
Salah satu yang menyebabkan bulan Ramadhan begitu mulia adalah karena Allah menurunkan al-Qur’an pertama kali pada suatu malam di bulan itu, baik ketika menurunkannya sekaligus ke langit yang terdekat (as-sama’ ad-dunya’), maupun ketika pertama kali menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw. Secara berangsur-angsur. Bukan hanya Al-Qur’an, seperti disebut dalam kitab Musnad Ahmad ibn Hanbal, seluruh kitab suci diturunkan pada bulan Ramadhan. Shuhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat setelah enam hari Ramadhan berlalu, dan Injil setelah tiga belas hari Ramadhan berlalu (HR.Ahmad).
Kemuliaan malam tersebut nilainya melebihi seribu bulan, setara dengan 83 tahun 4 bulan dalam hal keutamaan ibadah dan amal saleh. Bahkan menurut pakar tafsir, Sayyid Quthub, seribu bulan tidak dimaksudkan sebagai bilangan angka tertentu, tetapi menggambarkan bilangan yang sangat banyak, hingga ribuan bulan. Malam itu dalam al-Qur’an disebut lailatul qadar (QS. Al-Qadar (97) ayat 1). Malam itu dikatakan juga pernah dengan kebaikan dan keberkahan, dimana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan penuh kecermatan dan kebijaksanaan. Perjalanan hidup manusia yang terkait dengan ajal, rezeki, dan lainnya, selama satu tahun ke depan, baik dan buruknya, ditetapkan di malam itu. Allah berfirman dalam QS. Ad-Dukhan/44 ayat 3-6:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ﴿٣﴾ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ﴿٤﴾ أَمْرًا مِّنْ عِندِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ ﴿٥﴾ رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿٦
Tidak mudah menjangkau seberapa besar kemuliaan malam tersebut. Ayat kedua surah al-Qadar yang berupa pertanyaan dalam bentuk pengagungan dengan redaksi: wa ma adraka ma lailatul qadar (dan tahukah kamu apakah lailatul qadar itu?) menunjukkan hal tersebut. Pertanyaan dengan redaksi wa ma adraka ma digunakan dalam al-Qur’an sebanyak 13 kali; 10 diantaranya terkait dengan Hari Kiamat, dan tiga lainnya tentang (bintang) yang datang di malam hari (ath-thariq), jalan yang mendaki lagi sukar (al-aqabah) dan tentang malam kemuliaan (lailatul qadar). Dari penggunaan tersebut dapat disimpulkan bahwa redaksi ma adraka berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal-hal yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya oleh akal pikiran manusia. Oleh karenanya, untuk mengethaui kemuliaan malam tersebut kita harus merujuk kepada petunjuk al-Qur’an dan hadits.
Sumber: Muchlis M. Hanafi, Pengantin Ramadhan: Makna, Hikmah, dan Tanya-Jawab Seputar Puasa. Tangerang: Lentera Hati, 2015. h. 25-27.