Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)
Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ
Yatim itu pada mulanya berarti sendiri. Dari segi hukum, yatim bermakna seorang anak yang meninggal ayahnya sedang dia belum dewasa. Karena kata “yatim” memiliki makna ketersendirian, maka ada ulama yang memperluas kewajiban memberi perhatian kepada anak-anak yang sendirian yang tidak ada yang memberi bimbingan. Termasuk anak-anak jalanan.
Kalau kita membaca ayat-ayat Al-Quran, ada sekian ayat yg membicarakan tentang yatim. Ayat-ayat yang turun di Makkah pada masa awal, pemberian perhatian pada anak yatim itu pada sisi mental dan pendidikannya. Karena itu ayat yang turun “… jangan hardik dia…”, “…jangan abaikan dia…”, dsb. dan setelah itu baru beri perhatian-perhatain lain, memberikan makan dll.
Kalau kita memberikan dia biaya tanpa memberikan pendidikan mental, dia akan hilang. Dan sebaliknya, kalau kita memberikan perhatian pada mental dan pendidikannya, walaupun dia tidak punya uang dia bisa menolong dirinya sendiri.
Karena itu, Al-Quran sejak dini berkata, “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?” jawabannya adalah “Orang yang mengabaikan anak yatim”.
Kalaupun mau memberi materi, gunakanlah materi itu untuk pendidikan dan pembinaan mental.
Sumber: https://m.facebook.com/bayt.alquran.psq/photos/a.322789088610580/620620888827397/?type=3