Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA. (Profil)
Dosen Ilmu Hadis UIN Sultan Syarif Kasim Riau
Hadits-hadits tentang keutamaan malam Nisfhu Sya’ban disebutkan dalam Musnad Ahmad, al-Mu’jam al-Kabir karya Imam ath-Thabrani dan Musnad al-Bazzar.
يطلع الله تبارك وتعالى إلى خلقه ليلة النصف من شعبان، فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Allah Swt memperhatikan para makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban. Ia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali musyrik dan orang yang bertengkar (belum berdamai)”. Dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah, no. 1144.
Tabi’in Negeri Syam Menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban
Imam al-Qasthallani menyebutkan dalam kitab al-Mawahib al-Ladunniyyah, juz.II, hal.259, “Sesungguhnya kalangan Tabi’in negeri Syam seperti Khalid bin Ma’dan dan Makhul bersungguh-sungguh menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan ibadah. Dari merekalah orang banyak mengambil pengagungan malam Nishfu Sya’ban.
Tabi’in itu termasuk kalangan Salaf, artinya sejak zaman Salaf telah ada pengagungan malam Nisfu Sya’ban.
Adapun tentang cara menghidupkan malam Nishfu Sya’ban, Imam al-Qasthallani melanjutkan,
Ulama negeri Syam berbeda pendapat tentang cara menghidupkan malam Nishfu Sya’ban, ada dua pendapat:
Pertama, dianjurkan menghidupkan malam Nisfu Sya’ban berjamaah di masjid. Khalid bin Ma’dan, Luqman bin ‘Amir dan tabi’in lain pada malam Nisfu Sya’ban itu memakai pakaian terbaik, memakai harum-haruman, memakai celak, mereka menghidupkan malam Nishfu Sya’ban di masjid. Imam Ishaq bin Rahawaih setuju dengan mereka dalam hal itu dan ia berkata tentang menghidupkan malam Nishfu Sya’ban di masjid: tidak bid’ah. Demikian diriwayatkan oleh al-Kirmani dalam al-Masa’il.
Kedua, makruh berkumpul di masjid-masjid untuk shalat, kisah-kisah dan doa. Tidak makruh jika seseorang melaksanakan shalat secara khusus untuk dirinya sendiri. Ini pendapat Imam al-Auza’i imam, faqih dan ulama negeri Syam.[1]
Pendapat Imam Ibnu Taimiah
إذَا صَلَّى الْإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِي جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَنُ. وَأَمَّا الِاجْتِمَاعُ فِي الْمَسَاجِدِ عَلَى صَلَاةٍ مُقَدَّرَةٍ. كَالِاجْتِمَاعِ عَلَى مِائَةِ رَكْعَةٍ بِقِرَاءَةِ أَلْفٍ: {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} دَائِمًا. فَهَذَا بِدْعَةٌ لَمْ يَسْتَحِبَّهَا أَحَدٌ مِنْ الْأَئِمَّةِ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.
Apabila seseorang melaksanakan shalat pada malam Nishfu Sya’ban sendirian atau berjamaah secara khusus seperti yang dilakukan beberapa kelompok Salaf, maka itu baik. Adapun berkumpul di masjid-masjid dengan shalat tertentu seperti berkumpul melaksanakan shalat seratus raka’at dengan membaca seribu kali surat al-Ikhlas secara terus menerus, maka itu bid’ah, tidak seorang pun dari para imam menganjurkannya. Wallahu a’lam.[2]
Referensi:
[1]Fatawa al-Azhar, juz.X, hal.131.
[2]Imam Ibnu Taimiah, Majmu’ al-Fatawa, juz.XXIII (Dar al-Wafa, 1426H), hal. 131.
Sumber: H. Abdul Somad, Lc., MA. 37 Masalah Populer, h. 185-186.