Oleh: Prof. Muhammad Ali, M.Sc.,Ph.D. (Profil)
Associate Professor, Religious Studies Department & Chair, Middle East and Islamic Studies Program, University of California, Riverside
Hampir setiap ceramah Ramadan dimulai ayat 2:183: “Wahai orang-orang beriman, berpuasalah kalian sebagaimana diwajibkan bagi umat-umat sebelum kalian agar menjadi orang bertaqwa.”
Jarang sekali ceramah membahas bagaimana puasa-puasa umat terdahulu. Merujuk beberapa kitab tafsir, puasa-puasa sebelum Nabi Muhammad, ringkasannya sbb:
a. Umat Nashrani, berpuasa dari waktu isya sampai isya hari berikutnya, tidak makan, tidak minum dan tidak bergaul bagi suami istri.. Kemudian terasa berat dan berubah puasa mereka lebih singkat dan pada saat tertentu saja.
b. Umat Yahudi, berpuasa pada 10 Muharram, hari ketika Nabi Musa berhasil membebaskan budak2 dari kekejaman Firaun. Nabi Nuh, juga dipercaya puasa pada 10 Muharram.. Puasa 10 muharram ini disebut puasa Asyura. Dijadikan sunah bagi sebagian muslim juga.
c. Nabi Daud, berpuasa selang hari, hari ini puasa besok tidak, lalu puasa lagi. Puasa Nabi Daud namanya, jg sunnah bagi sebagian muslim.
d. Nabi Adam berpuasa di tengah bulan tanggal 13. 14, 15 tiap bulan.
Umumnya, puasa-puasa tersebut merupakan bentuk bersyukur kepada Allah atas anugerah yg diterima.
Kini, dlm perjanjian Baru, dianjurkan puasa, tapi tidak diwajibkan. Maka sebagian umat Kristiani berpuasa tidak makan pada hari apa saja, untuk beberapa waktu, memfokuskan diri pada Tuhan.
Sebagian umat Yahudi sekarang berpuasa pada Yom Kippur, tdk makan dan minum sekitar 25 jam, utk tobat dari dosa. Aturan-aturan umum Yahudi: wanita hamil, orang sakit, dan di hari Sabbath, dilarang puasa.
Karena Al-Quran turun dalam peradaban semitik, maka ia tdk menyebut puasa-puasa dalam peradaban India, Cina dan lain-lain. Dalam peradaban-peradaban non-semitik ini, ada juga tradisi puasa, dlm arti menahan diri dari memakan atau melakukan sesuatu dengan tujuan yang bermacam-macam.
Sumber: https://www.facebook.com/muhamadali74