9 Hadis Bermasalah Seputar Ramadhan
Oleh: Allahu Yarham Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (Profil)
Penerima Sanad Shahih Bukhari dan Shahih Muslim/Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4/Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences
Hadis-hadis Bermasalah Seputar Ramadhan:
1. Ramadhan Diawali Rahmat, Pertengahannya Ampunan dan Akhirnya Pembebasan dari Neraka [Hadis Munkar]
أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
“Permulaan bulan Ramadhan adalah Rahmat, pertengahannya maghfirah, dan penghujungnya adalah pembebasan dari neraka.”
Hadis ini diriwayatkan oleh al-‘Uqaili dalam kitab al-Dhu‘afa’ al-Kabir, Ibn ‘Adiy dalam al-Kamil fi al-Dhu‘afa’, al-Khatib al-Bagdadi dalam Mudih Auham al-Jam’i wa al-Tafriq, Ibn ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq, Ibn Abi al-Dunya dalam Fadha’il Ramadhan, dan al-Dailami dalam al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab. Hadis ini adalah penggalan dari sebuah Hadis yang cukup panjang dalam riwayat Ibn Khuzaimah —kitab Shahih Ibn Khuzaimah—dan al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab al-Iman.
Hadis ini sangat lemah sekali. Adapun sumber lemahnya terdapat pada dua orang rawi dalam Hadis tersebut. Pertama, Sallam bin Sawwar yang bernama lengkap Sallam bin Sulaiman bin Sawwar, ia adalah munkar al-Hadits (Hadisnya munkar). Kedua, Maslamah bin al-Shalt, ia adalah matruk. Karenanya, Hadis ini adalah munkar disebabkan rawi yang bernama Sallam bin Sawwar. Bisa juga Hadis ini disebut matruk karena faktor rawi yang bernama Maslamah bin al-Shalt. Selengkapnya di https://panrita.id/2019/02/14/mengkaji-hadis-ramadhan-diawali-rahmat-pertengahannya-maghfirah-dan-penghabisannya-pembebasan-dari-neraka-hadis-munkar/
2. Berharap Ramadhan Setahun Penuh [Hadis Palsu]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُماَ أَنَّهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَوْ تَعْلَمُ أُمَّتِيْ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَنَّوْا أَنْ تَكُوْنَ السُّنَّةُ كُلُّهَا رَمَضَانَ.
Dari Ibn ‘Abbas ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw, bersabda: Seandainya umatku mengetahui pahala ibadah bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar satu tahun penuh menjadi Ramadhan.”
Hadis ini memiliki dua jalur periwayatan, yaitu riwayat Abu al-Khattab dan Muhammad bin Rafi’, Redaksi Hadisnya sangat panjang, namun penggalan Hadis itulah yang populer di masyarakat. Hadis tersebut diriwayatkan Ibn Khuzaimah dalam kitabnya Shahih Ibn Khuzaimah, Abu Ya’la dalam kitab Musnad-nya, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, Abu Nu’aim dalam Ma’rifat al-Shahabah dan Ibn al-Najjar. Hadis ini juga dapat ditemukan di dalam kitab Durrah al-Nasihin karya Ustman al-Khubbani.
Hadis tersebut adalah Hadis maudhu’ (palsu). Kepalsuan Hadis tersebut karena pada sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub al-Bajali. Di mana para ulama Hadis (kritikus Hadis) menilainya sebagai pemalsu Hadis, matruk, dan munkar. Oleh karena itu, Hadis yang diriwayatkannya menjadi maudhu’, atau minimal matruk, dan munkar. Karena itu pula, Ibn al-Jauzi dalam kitabnya al-Maudhu’at dan al-Suyuthi dalam kitabnya al-La’ali al-Masnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah secara tegas menyatakan kepalsuan Hadis tersebut. Ketiga bentuk Hadis (maudhu, matruk, dan munkar) ini tidak ada yang dapat dijadikan sebagai hujjah (dalil) karena tingkat kedha’ifannya sangat parah (dha’if jiddan). Selengkapnya di https://panrita.id/2019/02/14/mengkaji-hadis-berharap-ramadhan-sepanjang-tahun-hadis-palsu/
3. Surga Merindukan 4 Golongan [Hadis Palsu]
الجنة مشتاقة الى اربعة نفر تالى القران و حافظ اللسان و مطعم الجيعان و الصائمين فى شهر رمضان
Surga merindukan empat macam orang, orang yang membaca Al-Qur’an, menjaga lisannya, memberi makan pada orang yang lapar dan yang berpuasa pada bulan Ramadhan.
Kami telah mencoba melacak Hadis ini di berbagai sumber, tetapi sayang kami tidak menemukannya. Karenanya, kami -minimal untuk sementara- menganggap ungapan ini sebagai bukan Hadis, dan apabila ia dikaitkan dengan Nabi saw. maka ungkapan itu dapat disebut sebagai Hadis palsu. Kitab Durrah al-Nashihiin yang mencantumkan Hadis ini memang dikenal sebagai kitab nasehat dan bimbingan. Memang di dalamnya terdapat ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis-hadis shahih, namun tidak sedikit pula terdapat hadis-hadis palsu dan kisah-kisah imajinasi. Selengkapnya di https://panrita.id/2019/02/14/mengkaji-hadis-surga-merindukan-4-golongan-hadis-palsu/
4. Tidurnya Orang Berpuasa adalah Ibadah [Hadis Palsu]
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصَمْتُهُ تَسْبِيحٌ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ، وَذَنْبُهُ مَغْفُورٌ.
“Tidurnya orang berpuasa adalah Ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya), doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni.”
Hadis ini tidak akan ditemukan jika dicari dalam kitab-kitab Hadis populer. Sebab Hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab al-Iman, yang kemudian dinukil oleh al-Suyuthi dalam al-Jami’ al-Shagir, Ali al-Qari dalam al-Maudhu’at al-Kubra, al-Dailami dalam al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab, Abu Fadhl al-‘Iraqi dalam al-Mughni ‘an Haml al-Asfar, al-Muttaqi al-Hindi dalam Kanz al-‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al, dan al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din.
Berdasar pada Hadis ini, banyak orang yang lebih suka beraktivitas di malam hari, yakni banyak orang berpuasa tapi tidak mau bekerja di siang hari, sebaliknya di siang hari mereka lebih banyak tidur dengan alasan tidurnya orang berpuasa adalah ibadah. Inilah dampak buruk Hadis tersebut terhadap prilaku sebagian masyarakat Islam, khususnya di Indonesia.
Hadis tersebut adalah Hadis palsu. Hal ini dikarenakan dalam riwayat tersebut ada seorang rawi yang bernama ‘Abd al-Malik bin ‘Umair yang dinilai sangat dha’if, ada pula Sulaiman bin ‘Amr al-Nakha’i yang dinilai sebagai pendusta dan pemalsu Hadis. Sebagaimana Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, al-Hakim, dan Ibn Hibban yang menyatakan bahwa Sulaiman bin ‘Amr al-Nakha’i sebagai pemalsu Hadis. al-Bukhari menilainya matruk (Hadisnya semi palsu). Bahkan Yazid bin Harun mengatakan, “Siapa pun tidak halal meriwayatkan Hadis dari Sulaiman bin ‘Amr.” Selengkapnya di https://panrita.id/2019/01/30/6222/
5. Ramadhan Tergantung Zakat Fitrah [Hadis Palsu]
شَهْرُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَآءِ وَالْأَرْضِ وَلَا يُرْفَعُ إِلَى اللهِ إِلَّا بِزَكَاةِ اْلفِطْرِ.
“Ibadah bulan Ramadhan itu tergantung antara langit dan bumi, dan tidak akan diangkat kepada Allah kecuali dengan mengeluarkan zakat fitrah.”
Imam al-Suyuti dalam kitabnya al-Jami al-Shaghir menuturkan bahwa Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Syahin dalam kitabnya al-Targhib, dan Imam al-Dhiya, keduanya berasal dari Jabir. Imam al-Suyuti juga mengatakan bahwa Hadis ini dhai’f, tanpa menyebutkan alasannya.
Sementara Imam al-Minawi dalam kitabnya Faidh al-Qadir yang merupakan kitab syarah atas kitab al-Jami al-Shaghir menyatakan bahwa seperti dituturkan Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya al-Wahiyat, di dalam sanad Hadis itu terdapat rawi yang bernama Muhammad bin Ubaid al-Bashri, seorang yang tidak dikenal identitasnya.
Dalam kitab Lisan al-Mizan karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, sebagaimana dikutip oleh Syeikh Muhammad Nashir al-Din al-Albani dalam kitabnya Silsilah al-Hadits al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, Ibnu al-Jauzi mengatakan lebih lanjut bahwa Hadis itu tidak memiliki mutabi yaitu Hadis yang sama dengan sanad yang lain. Pernyataan Ibnu al-Jauzi ini dikukuhkan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani. Selengkapnya di https://panrita.id/2019/02/14/mengkaji-hadis-ibadah-ramadhan-tergantung-zakat-fitrahhadis-palsu/
6. Hadis Palsu Shalat Tarawih Delapan dan Dua Puluh Rakaat
Selama ini, tata cara pelaksanaan shalat tarawih yang kita kenal ada dua versi. Pertama, shalat tarawih sebanyak dua puluh rakaat. Kedua, shalat tarawih sebanyak delapan rakaat.
– Shalat Tarawih dua puluh Rakaat
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما كَانَ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوِتْرَ.
Dari Ibn ‘Abbas, katanya, “Nabi Saw shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir.”
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu’jam al-Awsath, Ibn Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya, dan al-Kahatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad.
Hadits Palsu Tidak Bisa Jadi Dalil
Ibn Hajar al-Haitami dalam kitabnya al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah mengatakan bahwa Hadis iwayat Ibn ‘Abbas ini lemah sekali. Kelemahan Hadis tersebut dikarenakan di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman. Al-Bukhari mengatakan bahwa para ulama tidak mau berkomentar tentang Abu Syaibah.
Al-Tirmidzi menyatakan bahwa Abu Syaibah munkar Haditsnya. Sementara al-Nasa’i menjelaskan bahwa Abu Syaibah adalah matruk Hadisnya. Bahkan menurut Syu’bah, Abu Syaibah adalah seorang pendusta. Karenanya, Hadis riwayat Ibn ‘Abbas itu palsu atau minimal Hadis matruk (semi palsu).
Shalat Tarawih Dua Puluh Rakaat Benar
Melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat bukanlah sebuah kesalahan. Kesalahannya adalah jika menjadikan Hadis palsu itu sebagai dalilnya. Shalat tarawih dua puluh rakaat itu adalah benar dengan menggunakan tiga dalil.
Pertama, rakaat shalat tarawih tidak dibatasi berapa jumlahnya, maka dua puluh rakaat itu boleh. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. (رواه البخاري)
“Siapa yang menjalankan qiyam Ramadhan karena beriman dan mengharapkan pahaladari Allah, maka dosa-dosanya (yang kecil) yang telah lalu akan diampuni.”
Kedua, Hadis mauquf riwayat al-Bukhari dan Muslim. Di mana ‘Umar bin al-Khattab ra memerintahkan Ubay bin Ka‘ab untuk menjadi shalat tarwih di masjid. Dan ternyata Ubay juga para sahabat lain shalat tarawih dua puluh rakaat. Dan tidak ada satu pun sahabat yang memprotes hal itu. Padahal pada waktu itu sayyidah Aisyah, ‘Umar bin al-Kattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah. Dan sahabat senior lain, semuanya masih hidup.
Ketiga, Ijma’ sahabat. Menurut Ibn Abd al-Bar, Ibn Qudamah al-Maqdisi, kemudian Abu Hanifah, al-Syafi’i, dan ahmad bin Hanbal. Shalat tarawih dua puluh rakaat adalah jima’ (konsensus). Bahkan Ibn Qudamah dalam kitabnya al-Mughni menuturkan. Bahwa apa yang disepakati oleh para sahabat itu lebih utama dan lebih layak untuk diikuti.
– Shalat Tarawih Delapan Rakaat
جَابِرُ بْنُ عَبْدِ الله، قَالَ: جَاءَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ إِلَى رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم، فَقَالَ: يَا رَسُولَ الله، إِنَّهُ كَانَ مِنِي اللَّيْلَةَ شَيْءٌ -يَعْنِي فِي رَمَضَانَ- قَالَ: وَمَا ذَاكَ يَا أُبَيُّ؟ قَالَ: نِسْوَةٌ فِي دَارِي قُلْنَ: إِنَّا لاَ نَقْرَأُ الْقُرْآنَ، فَنُصَلِّي بِصَلاَتِكَ، فَصَلَّيْتُ بِهِنَّ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ أَوْتَرْتُ قَالَ: فَكَانَ شِبْهُ الرِّضَى، وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا.
“Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata, “Ubay bin Ka’ab datang menghadap Nabi Saw lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tadi malam ada sesuatu yang saya lakukan, maksudnya, pada bulan Ramadhan.” Nabi Saw kemudian bertanya, “apakah itu, wahai Ubay?” Ubay menjawab, “Orang-orang wanita di rumah saya mengatakan mereka tidak dapat membaca al-Qur’an. Mereka meminta saya untuk mengimami shalat mereka. maka saya shalat bersama mereka delapan rakaat, kemudian saya shalat witir.” Jabir kemudian berkata, “Maka hal itu merupakan ridha Nabi Saw, karena beliau tidak berkata apa-apa.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam Shahih-nya dan Abu Ya’la al-Maushuli dalam Musnad-nya. Ada Hadis lain yang lebih kongkrit dari Hadis tersebut, yaitu Hadis riwayat Ja’far bin Humaid, dari Jabir bin ‘Abdullah, katanya:
صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فِيْ رَمَضَانَ ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ وَالْوِتْرَ.
“Nabi Saw pernah mengimami kami shalat pada suatu malam Ramadhan delapan rakaat dan witir.”
Dua Hadits ini kualitasnya adalah lemah sekali, karena di dalam sanadnya terdapat rawi bernama ‘Isa bin Jariyah. Menurut ahli-ahli kritik Hadis papan atas, seperti Ibn Ma’in dan al-Nasa’i, Isa bin Jariyah sangat lemah Hadisnya. Bahkan al-Nasa’i pernah mengatakan bahwa ‘Isa bin Jariyah adalah Matruk (Hadisnya semi palsu karena ia adalah pendusta). Maka dari itu, riwayat Ubay bin Ka’ab tentang shalat tarawih delapan rakaat adalah Hadis matruk (semi palsu).
Tarawih Delapan Rakaat Benar
Melaksanakan shalat tarawih delapan rakaat juga bukan sebuah kesalahan. Kesalahannya adalah jika menjadikan Hadis palsu itu sebagai dalilnya. Maka shalat tarawih delapan rakaat itu benar dengan menggunakan dalil Hadis yang tidak membatasi jumlah rakaat shalat tarawih. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. (رواه البخاري)
“Siapa yang menjalankan qiyam Ramadhan karena beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya (yang kecil) yang telah lalu akan diampuni.” Selengkapnya di https://panrita.id/2019/02/04/penjelasan-tuntas-kh-ali-mustafa-yaqub-tentang-shalat-tarawih-dan-witir/
7. Bergembira dengan Datangnya Bulan Ramadhan [Hadis Palsu]
مَنْ فَرِحَ بِدُخُوْلِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النِّيْرَانِ.
“Siapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka.”
Kami telah mencoba melacak Hadis tersebut di kitab-kitab rujukan hadis, untuk mengetahui siapa rawinya, kemudian diteliti apa kualitasnya. Namun, sayang kami tidak mendapatkan apa yang kami cari itu, sehingga kami tidak berani menyatakan bahwa ungkapan tersebut adalah hadis Nabi saw. Karenanya, paling tidak untuk sementara sampai ditemukan rawi dan kualitasnya, kami menegaskan bahwa ungkapan tersebut bukan sebuah hadis Nabi saw. dan kami tidak tahu siapa yang pertama kali mengucapkan ungkapan itu. Karenanya, apabila ungkapan itu dinisbahkan kepada Nabi saw. maka hal itu menjadi hadis palsu. Selengkapnya di https://panrita.id/2019/02/14/mengkaji-hadis-gembira-menyambut-ramadhan-haram-masuk-neraka-hadis-palsu/
8. Lima Perbuatan Pembatal Puasa [Hadis Palsu]
خَمْسُ خِصَالٍ يُفَطِّرْنَ الصَّائِمَ وَيَنْقُضُ الْوُضُوْءَ: اَلْكَذِبُ وَالْغِيْبَةُ وَالنَّمِيْمَةُ وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ.
“Lima hal yang membatalkan orang berpuasa, dan membatalkan wudhu. Berbohong, mengumpat, mengadu domba, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan sumpah palsu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu al-Fath al-Azdi dalam kitabnya al-Dhu’afa’ wa al-Matrukin dan al-Dailami dalam al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab, berasal dari Anas bin Malik. Hadis ini juga terdapat dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din karya al-Ghazali dan Durrah al-Nasihin karya Utsman al-Khubbani.
Hadits ini adalah Hadis palsu. Kepalsuannya cukup parah dikarenakan dalam sanadnya terdapat rawi-rawi pendusta. Antara lain Sa’id bin Anbasah, Muhammad bin al-Hajjaj al-Himsi, dan Jaban. Sa’id bin Anbasah, menurut Yahya bin Ma’in dan al-Iraqi adalah pendusta. Adapun Muhammad bin al-Hajjaj al-Himsi, menurut al-Azdi, Hadisnya tidak boleh ditulis. Sedangkan Jaban, menurut al-Dzahabi tidak dikenal identitasnya, bahkan menurut al-Azdi, Jaban adalah matruk al-Hadits (Hadisnya matruk, semi palsu). Oleh karena itu, Ibn al-Jauzi, Abu Hatim, al-Iraqi dan al-Dzahabi menilai Hadis ini palsu. Selengkapnya di https://panrita.id/2019/02/14/mengkaji-hadis-5-perbuatan-pembatal-puasahadis-palsu/
9. Keutaman Shalat Tarawih 30 Malam [Hadis Palsu]
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالَّسلَامُ عَنْ فَضَائِلِ الترَاوِيْح فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ: يُخْرَجُ الْمُؤْمِنُ مِنْ ذَنْبِهِ فِيْ أَوَّلِ لَيْلَةٍ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ. فِيْ الْلَيْلَةِ الثَّانِيَةِ: يُغْفَرُ لَهُ وَلِأَبَوَيْهِ وَإِنْ كَانَا مُؤْمِنَيْنِ. فِي الْلَيْلَةِ الثَّالِثَةِ: يُنَادِيْ مَلَكٌ مِنْ تَحْتَ الْعَرْشِ اسْتَاتَنِي اْلعَمَلُ غَفَرَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ…
“Dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: “Nabi Saw pernah ditanya tentang keutamaan shalat tarawih di bulan Ramadhan, Nabi menjawab (bersabda): Malam pertama, dosa seorang mukmin dihapus, ia seperti anak yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Malam kedua, dosanya diampuni, begitu juga dosa kedua orang tuanya jika beriman. Malam ketiga, malaikat berseru di bawah Arsy: beramallah, tentu Allah akan mengampuni dosamu yang telah berlalu. Dan seterusnya…”
Hadis di atas merupakan penggalan dari Hadis yang cukup panjang tentang keutamaan malam bulan Ramadhan dari malam pertama hingga malam ke tiga puluh. Hadis tersebut tidak ada dalam kitab-kitab hadis. Namun, Utsman al-Khubbani dalam kitabnya Durrah al-Nashihiin menyebutnya sebagai Hadis riwayat Ali bin Abi Thalib ra. tanpa menyebutkan dari mana sumber hadis tersebut. Maka dari itu, hadis tersebut adalah hadis maudhu’, alias palsu. Selengkapnya di https://panrita.id/2019/02/14/mengkaji-hadis-keutaman-shalat-tarawih-malam-pertama-hingga-malam-30hadis-palsu/