Oleh: Allahu Yarham Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (Profil)
Penerima Sanad Shahih Bukhari dan Shahih Muslim/Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4/Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Pak Kiyai yang terhormat,
Saya melihat banyak pengajian mengadakan Yasin-an setiap malam Jum’at. Dalam pengajian itu, disebutkan banyak nama orang untuk dihadiahi pahala. Padahal, orang-orang itu telah meninggal dunia. Yang menjadi pertanyaan saya, apakah ada aturan agama yang memperkenankan kita menghadiahi pahala untuk orang yang sudah meninggal? Jika memang ada, apa dalil-dalinya? Lalu mengapa harus Yasin dan malam Jum’at? Mengapa tidak surah-surah lain dan malam-malam lain?
Atas jawaban pak Kiai saya haturkan terima kasih
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Jawaban:
Wa’alaikum salam wr.wb.
Para ulama bersepakat bahwa orang yang telah meninggal dunia masih dapat memperoleh manfaat dari amalan orang yang masih hidup. Mengenai hal ini, banyak dalil yang dapat dipergunakan sebagai landasan.
Rasulullah saw. bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa untuknya (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan bahwa orang yang meninggal dunia mendapatkan manfaat dari doa yang dipanjatkan sang anak untuknya.
Selain itu, kita juga dapat melakukan kiyas (analogi) dengan salah satu riwayat Hadis tentang badal atau mengganti haji bagi orang yang telah meninggal dunia. Rasulullah saw. pernah ditanya oleh seorang perempuan yang berasal dari Juhainah tentang badal haji.
أن امرأة من جهينة، جاءت إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقالت: إن أمي نذرت أن تحج فلم تحج حتى ماتت، أفأحج عنها؟ قال: «نعم حجي عنها، أرأيت لو كان على أمك دين أكنت قاضية؟ اقضوا الله فالله أحق بالوفاء»
Seorang perempuan dari Juhainah datang menghadap Rasulullah Saw. Dia berkata, “Ibuku pernah bernazar untuk haji. Namun, sebelum dapat melaksanakannya, beliau meninggal dunia. Apakah saya boleh berhaji untuknya?” Rasulullah Saw. menjawab, “Ya. Berhajilah untuknya! Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki hutang, apakah kamu akan melunasinya? Oleh karena itu, tunaikanlah hutang kepada Allah. Sesungguhnya hutang kepada Allah-lah yang paling layak dilunasi.” (HR. al-Bukhari)
Atau, Hadis yang menjelaskan tentang sedekah seorang anak untuk ibunya.
أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم: إن أمي افتلتت نفسها وأراها لو تكلمت تصدقت، أفأتصدق عنها؟ قال: «نعم تصدق عنها
Seseorang pernah berkata kepada Rasulullah Saw., “Sesungguhnya ibuku meninggal dalam keadaan tiba-tiba. Saya rasa seandainya sebelum meninggal dia sempat berwasiat, dia akan bersedekah. Apakah saya bisa bersedekah untuknya?” Rasul berkata, “Ya. Bersedekahlah untuknya.” (HR. al-Bukhari)
Dalam permasalahan seputar puasa Ramadhan, seorang yang meninggal dan masih menyisakan hutang puasa, maka ahli warisnya harus berpuasa untuk mengganti hutang puasanya itu.
Rasulullah saw. bersabda,
من مات وعليه صيام صام عنه وليه
Orang yang meninggalkan dunia dan masih memiliki hutang puasa, maka ahli warisnya harus berpuasa untuknya. (HR. al-Bukhari)
Dalil-dalil di atas jelas menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dunia, meskipun secara fisik tidak lagi mampu bergerak karena terkubur dalam tanah, tetap memperoleh manfaat dari orang yang masih hidup.
Ada yang berpendapat bahwa dalil-dalil di atas hanya menerangkan ibadah yang dilakukan oleh anak kepada orang tuanya saja, karena dalil-dalil yang ada selalu mengarah ke sana.
Jika ditelusuri lagi, masih banyak dalil lain yang bisa dijadikan landasan. Dalam al-Qur’an terdapat sebuah ayat, yang menerangkan tentang doa kaum mukminin untuk umat sebelumnya.
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (QS al-Hasyr/59: 10)
Dalam ayat ini, Allah swt. memuji orang-orang yang memohonkan ampun bagi umat mukmin sebelumnya. Kata “sebelumnya” mengacu pada umat-umat sebelum Nabi Muhammad saw. yang hidup puluhan, bahkan ratusan tahun sebelumnya. Jelas, saat ayat ini turun mereka sudah meninggal dunia dan terkubur di dalam tanah. Meskipun ayat di atas tidak secara spesifik menyebutkan pahala, namun bisa dipastikan bahwa bukan bacaan doa itu yang akan dinikmati melainkan pahala dari pembacaan doa itu.
Selain itu, terdapat riwayat Hadis tentang berhaji seorang untuk kerabatnya yang bernama Syubrumah.
أن النبي صلى الله عليه وسلم سمع رجلا يقول: لبيك عن شبرمة، قال: «من شبرمة؟» قال: أخ لي – أو قريب لي – قال: «حججت عن نفسك؟» قال: لا، قال: «حج عن نفسك ثم حج عن شبرمة»
Nabi Muhammad saw. pernah mendengar seseorang berkata “Aku memenuhi panggilan-Mu mewakili Syubrumah.” Rasulullah bertanya, “Siapa Syubrumah” Dia menjawab, “Dia adalah saudara laki-laki -atau kerabat dekat- saya.” Rasulullah bertanya lagi, “Kamu sudah berhaji untuk dirimu sendiri?” Dia menjawab, “Belum” Rasul kembali berkata, “Berhajilah untuk dirimu sendiri, kemudian berhajilah untuk Syubrumah.” (HR. Abu Dawud)
Memang ada yang berpendapat bahwa hadis-hadis di atas itu dinilai palsu karena berlawanan dengan ayat al-Qur’an. Dalam surah YAsin, ayat 54, Allah berfirman,
فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَلَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Pada hari itu, suatu jiwa tdak akan dizalimi sedikitpun, dan tidaklah kalian diberikan balasan melainkan atas apa yang kalian kerjakan. (QS. Yasin: 54)
Menurut orang itu, ayat 54 surah Yasin ini dengan tegas menyatakan bahwa seseorang tidak akan dizalimi, dan tidak diberi balasan kecuali berdasarkan apa yang pernah ia kerjakan di dunia. Sedang menerima pahala dari pekerjaan orang lain itu sebagai bukan balasan pekerjaannya.
Karena itu, menurut orang itu, Hadis-hadis di atas tadi berlawanan denga al-Qur’an, dan oleh karena itu Hadis-hadis ini dinilai palsu dan tidak dapat dijadikan dalil. Apalagi bila ditambah bahwa selama hidup Nabi saw. tidak pernah melakukan Yasin-an pada maam Jumat. Oleh karena itu, Yasin-an pada malam Jumat tergolong bid’ah.
Bid’ah?
Ayat itu memang benar ada di dalam al-Qur’an. Tetapi konteksnya berbeda. Ayat itu -dengan ayat-ayat sebelumnya- adalah menerangkan tentang orang kafir, bukan orang mukmin. Jadi maksud ayat itu adalah “Pada Hari Kiamat nanti, orang kafir tidak akan dizalimi. Mereka tidak akan diberi balasan kecuali berdasarkan apa yang pernah ia lakukan pada waktu hidup di dunia.
Jadi, Hadis-hadis di atas tidak berlawanan dengan maksud ayat 54 Surah Yasin di atas. Hadis-hadis tadi itu hanya berlawanan dengan pemahaman orang tersebut terhadap al-Qur’an.
Tentang Nabi saw. tidak pernah Yasin-an malam Jumat, sepertinya orang tadi pernah hidup bersama Nabi saw. Para sahabat saja yang hidup tidap hari dengan Nabi saw. tidak pernah berbicara seperti itu. Lho, ini ada orang tiba-tiba cerita begitu.
Seandainya benar Nabi saw. tidak pernah Yasin-an malam Jum’at, maka itu bukan Hadis, jadi tidak dapat dijadikan dalil. Hadis adalah apa yang dikatakan, dikerjakan, ditetapkan dan atau sifat-sifat Nabi saw. Nabi saw. tidak melakukan, itu bukan Hadis.
Kalau ibadah yang tidak pernah dikerjakan oleh Nabi saw. itu disebut bid’ah, maka kita tidak boleh mengumandangkan azan di masjid, karena selama hidup Nabi saw. tidak pernah mengumandangkan azan di masjid. Kalau yang namanya bid’ah itu ibadaha yang tidak pernah dikerjakan Nabi saw., maka shalat tahiyyatul masjid juga bid’ah, karena selama hidup Nabi saw. tidak pernah melakukan shalat tahiyyatul masjid. Kalau yang disebut bid’ah itu adalah ibadah yang tidak pernah dikerjakan Nabi saw., maka kita mengeluarkan Zakat Fitri -bukan Zakat Fitrah- pada menjelang Idul Fitri dengan bentuk beras, juga bid’ah, karena sepanjang hidup Nabi saw. tidak pernah mengeluarkan Zakat Fitri dengan bentuk beras.
Bid’ah dalam ibadah itu adalah ibadah yang tidak memiliki dalil syar’i (agama). Dalil agama itu al-Qur’an, Hadis, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain. Membaca al-Qur’an, Surah Yasin, dan lain-lain itu secara umum dalil-dalilnya kuat, seperti disebutkan di depan tadi.
Contoh bid’ah dalam ibadah adalah shalat subuh empat rakaat, dalilnya adalah selera alias nafsu, katanya sekalian olahraga.
Mengapa Yasin?
Mengenai pertanyaan “mengapa Yasin”, Rasulullah saw. bersabda,
إن لكل شيء قلبا، وقلب القرآن يس، ومن قرأ يس كتب الله له بقراءتها قراءة القرآن عشر مرات
Setiap sesuatu memiliki jantung (inti). Jantungnya al-Qur’an adalah surah Yasin. Orang yang membaca surah Yasin, maka Allah telah menetapkan pahala setara dengan sepuluh kali membaca al-Qur’an, karena sebab membaca surah Yasin itu. (HR. Tirmidzi)
Menurut Hadis di atas, surah Yasin adalah jantungnya al-Qur’an. Orang yang membaca Yasin akan diberikan ganjaran pahala setara dengan 10x lipat. Hadis di atas, dengan redaksi dan makna yang sama diriwayatkan oleh beberapa orang rawi. Di antaranya al-Darimi dan al-Baihaqi.
Sedangkan fadilah atau keutamaan lain dari surah Yasin, dijelaskan dalam sabda Rasulullah saw.,
البقرة سنام القرآن وذروته، نزل مع كل آية منها ثمانون ملكا، واستخرجت {الله لا إله إلا هو الحي القيوم} [البقرة: 255] من تحت العرش، فوصلت بها، أو فوصلت بسورة البقرة، ويس قلب القرآن، لا يقرؤها رجل يريد الله والدار الآخرة إلا غفر له، واقرءوها على موتاكم
Surah al-Baqarah adalah punuk dan kepala al-Qur’an. 80 malaikat turun bersama setiap 1 ayat dari Surah al-Baqarah. “Allahu La Ilaha Illa Huwa al-Hayy al-Qayyum” diturunkan dari bawah ‘Arsy, maka ia sampai kepada surah al-Baqarah. Sedangkan Yasin adalah jantungnya al-Qur’an. Tidak ada ganjaran yang layak bagi seseorang yang membacanya, dan ia menginginkan ridha Allah Tabaraka wa Ta’ala dan juga tempat di akhirat, melainkan mendapatkan ampunan dari Allah swt. Bacalah Surah Yasin di hadapan orang yang akan meninggal dunia. (HR. Ahmad)
Menurut Hadis di atas, orang yang membaca Yasin akan mendapatkan ampunan dari Allah swt. Redaksi yang sama diriwayatkan al-Thabrani dalam kitab Al-Mu’jam al-Kabir.
Ada yang beranggapan bahwa Hadis-hadis tentang Yasin ini tidak dapat dijadikan sebagai landasan ibadah karena status Hadisnya dha’if (lemah). Namun, selama kedha’ifan Hadis itu tidak parah dan sumbernya bukan hanya satu orang rawi saja, maka statusnya meningkat menjadi hasan lighairihi (baik karena adanya Hadis lain sebagai pendukung). Menurut para ahli Hadis, riwayat berstatus hasan lighairihi dapat dijadikan sebagai dalil.
Kenapa Malam Jumat?
Sedangkan mengenai malam Jumat, Rasulullah saw. bersabda,
عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من قرأ الدخان ويس في ليلة الجمعة غفرله
Orang yang membaca surah al-Dukhan dan Yasin pada malam Jumat maka dosanya diampuni (HR. al-Baihaqi)
Hadis ini menunjukkan keutamaan orang yang membaca surah Yasin dan al-Dukhan pada malam Jumat. Ampunan Allah telah menanti bagi mereka yang mau melaksanakan kesunnahan ini.
Namun, perlu ditekankan di sini bahwa semua surah dalam al-Qur’an memiliki keutamaan sendiri-sendiri, dan akan sangat panjang jika harus dipaparkan satu per satu.
Intinya, tidak mengapa membaca surah Yasin atau surah-surah lain secara berulang-ulang pada malam Jumat atau malam-malam lain. Tidak ada dalil yang melarang atau mengharamkannya. Jika memungkinkan, tentu amat baik bila membaca banyak surah di setiap waktu. Namun, jika tidak memungkinkan, membaca satu surah setiap satu minggu sekali pun lebih baik daripada tidak sama sekali.
Waallahu A’lam bi al-Shawwab.
Sumber: Ali Mustafa Ya’qub, Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal (Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. V; 2008)Edisi kedua, hal 151-159.