Akhlak Nabi terhadap Non-Muslim
Oleh: Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA (Profil)
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta/Guru Besar Tafsir UIN Syarif Hidayatullah/Rektor Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an
Semenjak masa Nabi saw., sahabat, dan generasi sesudahnya, hingga sekarang, selain Tanah Haram (Mekkah), warga non-muslim bebas keluar masuk di negeri-negeri muslim. Bahkan. warga non-muslim bisa diberi hak untuk tinggal di negeri muslim dengan berbagai jaminan keamanan. Nabi saw. selalu mencontohkan seberapa besar apresiasinya terhadap warga non-muslim yang tinggal di negeri muslim. Nabi saw. sangat tegas dalam hal ini, sebagaimana dapat dilihat dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Safwan ibn Sulaiman, bahwa Nabi pernah bersabda:
“Barang siapa yang mendhalimi orang-orang yang menjalin perjanjian damai (mu’ahhad) atau melecehkan mereka, atau membebaninya sesuatu di luar kesanggupannya, atau mengambil hartanya tanpa persetujuannya, maka saya akan menjadi lawannya nanti di hari kemudian” (HR. Bukhari-Muslim).
Sejarah mencatat bagaimana warga non-muslim bisa berinteraksi dengan saudara-saudaranya yang muslim dalam berbagai bidang. Mereka bisa melakukan interaksi bisnis satu sama lain sebagaimana dilakukan kelompok Yahudi dan Nashrani di Madinah. Warga non-muslim di masa Nabi saw. tidak pernah merasa warga kelas dua. Mereka bisa menjumpai Nabi saw. dan keluarganya kapan pun dan di manapun. Nabi saw. tidak pernah menggeneralisir warga non-muslim yang sering memerangi Nabi saw. dengan warga non-muslim yang menjalin perjanjian damai dan hidup terlindungi di dalam otoritas wilayah muslim.
Suatu ketika Nabi menerima delegasi non-muslim yang terdiri atas tokoh-tokoh lintas agama berjumlah 60 orang, 14 orang di antaranya dari kelompok Kristen Najran. Rombongan tamu dipimpin oleh Abdul Masih. Rombongan ini diterima di Masjid dengan penuh persahabatan. Bahkan, menurut Muhammad ibn Ja’far ibn al-Zubair, sebagaimana dikutip Abdul Muqsith dalam kitab “Al-Shirat al-Nabawiyyah”, karya Ibn Hisyam, Juz II, h. 426-428, ketika waktu kebaktian tiba, maka rombongan tamu Rasulullah saw. ini melakukan kebaktian di dalam masjid dengan menghadap ke arah timur. Ia tidak membeda-bedakan tamu berdasarkan kelas dan status sosial. Luar biasa riwayat ini. Ini sekaligus membuktikan bahwa Nabi saw. pantas dikagumi oleh semua orang tanpa membedakan agama, suku, dan golongan. Pantaslah kalau ia dinobatkan oleh Michael Hart sebagai Peringkat Pertama dari 100 tokoh terkemuka yang pernah dilahirkan di muka bumi ini, atau oleh Thomas Carlile dinobatkan sebagai Tokoh Utama di antara 11 Tokoh yang pernah lahir di muka bumi ini.
Yang paling penting bagi kita semua adalah bagaimana kearifan Nabi saw. ini bisa diikuti oleh semua pihak. Nabi Muhammad saw, tokoh yang sering disebut lahir jauh melampaui kurun waktunya ini betul-betul menarik untuk dikaji. Kebijakan-kebijakan dan statement-statmentnya selalu tepat untuk semua orang dan di setiap waktu. Nabi saw. hampir-hampir tidak pernah ada orang yang tersinggung pada setiap kebijakan dan statmentnya. Kita tentu merindukan sosok orang seperti ini.
Non-muslim sebetulnya tidak perlu terlalu khawatir dengan Islam, apalagi dengan memunculkan istilah Islam Phobia. Islam bukan agama yang menakutkan. Islam, sesuai dengan namanya sendiri berarti damai, tidak pernah dimaksudkan untuk menakut-nakuti orang. Segala hal yang menyebabkan kesengsaraan, kesedihan, dan malapetaka pasti itu tidak sejalan dengan Islam bahkan bisa disebut sebagai musuh Islam. Musuh kemanusiaan adalah juga musuh Islam.
Sumber: http://nasaruddinumar.org/