Bulan Penuh Keajaiban
Oleh: Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA (Profil)
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta/Guru Besar Tafsir UIN Syarif Hidayatullah/Rektor Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an
RAMADAN dalam bahasa Arab berarti membakar, menghanguskan, dan menghancurkan. Diharapkan dengan amaliah maksimum yang akan kita lakukan di dalamnya bisa membakar hangus dan menghancurkan dosa-dosa kita sekaligus menyucikan diri kita sehingga kita terbebas dari rasa bersalah dan rasa berdosa.
Ramadan bagi umat Islam betul-betul luar biasa. Ternyata, hampir semua sejarah monumental dunia Islam terjadi pada bulan suci ini.
Ramadan ialah bulan penuh rahmat dan difardukan puasa di dalamnya sebagai salah satu rukun Islam, sebagaimana disebutkan di dalam Alquran, ‘Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa’. (QS Al-Baqarah/2:183).
Di antara sejarah monumental itu ialah pertama kali turunnya ayat suci Alquran dan sekaligus menandai pelantikan Muhammad SAW sebagai nabi; kemenangan besar pasukan Rasulullah dalam Perang Badr pada 17 Maret 624 M/17 Ramadan tahun ke-7 H; perebutan kembali Kota Mekah pada Ramadan 8 H.
Kemudian Perjanjian Tsaqif terjadi pada Ramadan 9 H; Perang Qadasiayah terjadi pada Ramadan 15 H; penaklukan Rodesia pada Ramadan 53 H; Perang Andalusia Spanyol, Ramadan 91 H; penaklukan kota Spanyol Ramadan 92 H.
Runtuhnya Daulat Bani Umayyah yang dinilai korup, digantikan rezim baru Bani Abbasia pada Ramadan 132 H; pemisahan diri Mesir dari Dinasti Abbasia Ramadan 253 H; pendirian Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, didirikan pada Ramadan 361 H oleh Dinasti Fatimiyah (Syiah).
Ketika Salahuddin al-Ayyubi menghalau pasukan Salib dan merebut Kota Surya terjadi pada Ramadan 584 H; pasukan Salib dikalahkan di Baibars pada Ramadan 675 H; beberapa negara Islam memperoleh kemerdekaan dari penjajah pada Ramadan.
Termasuk Negara Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada Ramadan yang bertepatan dengan 17 Agustus 1945.
Peristiwa demi peristiwa menakjubkan di atas tentu bukan hanya terjadi di masa lampau, melainkan juga akan terjadi pada diri kita, terutama yang meyakini puasa sebagai bagian dari rahmat dan hidayah Allah SWT.
Rasulullah SAW menunjukkan banyak hikmah di balik puasa, termasuk di antaranya ialah memelihara kesehatan, sebagaimana dalam hadisnya: Shumu tashihhu (berpuasalah kalian supaya sehat). Para dokter juga melihat kebenaran pernyataan Rasulullah tersebut.
Ini membuktikan setiap perintah Tuhan pasti mempunyai hikmah positif bagi manusia.
Tujuan utama umat Islam melakukan amaliah Ramadan, khususnya melaksanakan puasa, ialah untuk meraih ketakwaan, suatu derajat paling tinggi di mata Allah SWT, sebagaimana disebutkan di dalam ayat di atas.
Kata taqwa tidak ditemukan padanan lebih tepat di dalam bahasa Indonesia. Karena itu, kata takwa sudah menjadi bahasa Indonesia, yang pengertiannya kombinasi antara takut, segan, dan cinta.
Taqwa tidak identik dengan takut karena Allah SWT tidak harus didekati dengan perasaan takut, tetapi lebih dominan dengan pendekatan cinta. Bertakwa kepada Allah tidak mesti hanya berarti takut, tetapi juga berarti cinta dan respek kepada Tuhan.
Pengosongan hati dari sifat tercela seperti itba’ al-hawa (mengikuti hawa nafsu), ujub(membanggakan diri), riyaa (pamer dalam ibadah), sum’ah (mendengar-dengarkan amalannya),takabbur (sombong ), thama’ (rakus), hasud (dengki), hiqd (dendam), dan hub al-dunya (cinta dunia berlebihan).
Kemudian, menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji seperti syukur, rida, sabar, qana’ah(kanaah/merasa cukup dengan pemberian Allah), zuhud, tawakal, dan ikhlas merupakan wujud ketakwaan yang sebenarnya yang nantinya memancar melalui perkataan, perbuatan, dan kebijakan seseorang.
Dalam Alquran dikatakan: ‘Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya’. (QS Al-Thalaq/65:2-3). Luar biasa ayat ini menggaransi mereka yang termasuk kategori orang-orang bertakwa (muttaqun).
Kalangan ulama menjelaskan kata taqwa singkatan dari taubah, qana’ah, wara, dan amanah. Taubah ialah mereka yang kembali ke jalan yang benar setelah menyadari kekeliruannya. Qana’ah ialah mereka yang merasa cukup terhadap apa yang Allah berikan kepadanya.
Wara ialah mereka yang memproteksi diri terhadap segala sumber dosa dan maksiyat. Amanah ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pilihan keputusannya, dalam arti tidak mengecewakan orang dan Tuhannya.
Dalam dunia tasawuf dijelaskan bahwa taqwa sebagai kombinasi antara takut, segan, dan cinta. Bagaikan seorang anak kecil terhadap orangtuanya. Ia pasti segan, takut, dan sekaligus cinta terhadap orangtuanya.
Bertakwa kepada Tuhan bukan berarti hanya segan dan takut, melainkan juga cinta dan rindu terhadap Tuhannya. Para sufi menyadari bahwa Tuhan bukan Sosok Yang Maha Mengerikan, melainkan Sosok Yang Maha Pencinta. Tuhan lebih tepat untuk dicintai ketimbang ditakuti. Sebagian ulama menjelaskan kata taqwa singkatan dari taubah, qana’ah, wara.
Jadi, Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan Alquran lebih menonjolkan nilai-nilai kelembutan dan daripada nilai-nilai kekerasan. Kita sebagai hamba Tuhan, umat Nabi Muhammad SAW, dan pengikut Alquran mestinya lebih menonjolkan sifat dan sikap kelembutan daripada sifat dan sikap kekerasan.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/106305-bulan-penuh-keajaiban