Panrita.id

Memaknai “Islam”: Ketundukan Manusia dan Alam Semesta kepada Pencipta

Oleh: Prof. Muhammad Ali, M.Sc.,Ph.D. (Profil)

Associate Professor, Religious Studies Department & Chair, Middle East and Islamic Studies Program, University of California, Riverside

Islam adalah sikap ketundukan manusia dan alam semesta kepada Pencipta, Tuhan (yang dalam bahasa Arab disebut Allah, Al-Rahman, Rabb, dan nama-nama lainnya), bukan hanya Pencipta manusia yang beriman kepada-Nya tapi juga Pencipta semua manusia yang ragu bahka menolak keberadaan dan perannya dalam kehidupan mereka, dan bukan hanya Pencipta manusia tapi juga alam semesta. Islam adalah keseluruhan sikap hidup manusia dan hukum alam yang tunduk pada asal penciptaannya, rabb al-‘alamin.

Untuk manusia, Islam adalah sikap hidup berserah diri (aslama wajhahu) kepada Allah yang Maha Esa, dan berbuat baik (ahsan), yang kemudian menjadi din, yang diberikan kepada Muhammad (4 kali disebut, atau Ahmad, Shaf:6), seorang manusia biasa, kelahiran Mekah, Arabia, yang hidup di tengah krisis sosial-politik dan keagamaan di Mekah dan kemudian membangun komunitas dan kepemimpinan di Madinah (sekitar tahun 570 hingga 632 Masehi), manusia yang masa mudanya berdagang, lalu berkeluarga, dan melalui proses perenungan, mendapat wahyu Tuhan, untuk kemudian disampaikan dan diajarkan kepada keluarga, kerabat, dan masyarakat Arabia dan umat manusia selepasnya, yang mau dan tanpa paksaan, menerima ajarannya.

Islam adalah juga sikap hidup semua Nabi sebelum Muhammad, seperti Ibrahim, Nuh, Sulaiman, Musa, dan Isa Al-Masih. Mereka adalah Muslimun. Sikap tunduk dan patuh kepada Tuhan (Islam) dan Nabi Muhammad dan nabi-nabi sebelumnya. Islam juga sikap patuh dan tunduk kepada Tuhan dan nabi-nabi yang tidak dikenal atau tidak diceritakan dalam Al-Quran, di berbagai tempat dan waktu. Nabi-nabi yang tidak disebut namanya dalam Al-Quran pun juga adalah Muslim. Karena itu, dari perspektif Al-Qur’an, Muslim dan umat Islam tidaklah terbatas pada para pengikut Nabi Muhammad dan tidak terbatas pada para pengikut Nabi yang disebut dalam Al-Qur’an.

Kata Islam, dan derivasinya, mengandung cukup banyak mana, namun esensinya sama: sikap dan keadaan hati yang tunduk dan bersih. Islam juga hati nurani. Misalnya, hati nurani yang bersih, ikhlas tanpa pamrih (Baqarah:131, Ali Imran:20; Luqman:22); menyatakan sikap tunduk (Al-Taubah:74: Ali Imran:83); damai (Al-Maidah:16; Al-An’am:127); selamat dan aman dari kejahatan (Hud:48; Qaf:34), penghormatan kepada sesama manusia (Al-‘Araf:46); keadaan di surga, dan salah satu sifat Allah. Islam juga cahaya bagi hati yang lembut, bersih, dan tidak pernah padam jika terus dipupuk dan dijaga melalui pekerjaan hati, pikiran dan tingkah laku.

Kata din, yang kemudian diberikan kepada Islam, sehingga diposisikan diantara din-din yang lain, adalah sikap berserah diri dan patuh manusia dan alam kepada Tuhan yang Pencipta dan Esa itu. Artinya, Din al-Islam, adalah sikap tunduk dan patuh, dialamatkan kepada sikap hidup dan agama yang diajarkan dan diteladankan Nabi Muhammad SAW dan juga sikap hidup yang dibawa seluruh nabi, baik yang disebut maupun yang tidak disebut Al-Qur’an. Dengan pemahaman ini, maka ayat Ali Imran: 19, “Sesungguhnya din yang diterima di sisi Allah adalah Islam”, lebih merujuk pada Islam sebagai sikap tunduk dan patuh manusia dan alam kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukan hanya ditujukan kepada syariat-nya Nabi Muhammad SAW dan hukum yang dijalankan para pengikutnya, yang kemudian menjadi identitas tertentu, di kartu penduduk, dilaporkan dalam statistik per kepala, dan digunakan berbagai organisasi dan lembaga. Begitu juga makna Islam dalam Ali Imran 83 dan 85, lebih merujuk pada sikap ketundukan manusia dan alam manusia kepada Pencipta, yang bersifat universal dan perenial.

Sumber: https://www.facebook.com/muhamadali74/posts/10157238179593501