Panrita.id

Memaknai Haji Mabrur

Oleh: Prof. Komaruddin Hidayat, Ph. D. (Profil)

Guru Besar Filsafat Agama dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006-2015

Bisakah kita menimbang atau menilai haji mabrur? Marilah kita lihat Surat Al-Baqarah ayat 177 yang menjelaskan apakah al-birr itu, yang merupakan kata dasar dari mabrur. Terjemahan bebasnya kira-kira begini: Bahwa al-birr itu bukannya diperoleh hanya karena engkau rajin menghadap atau datang ke Ka’bah, melainkan mereka yang teguh imannya kepada Allah, percaya terhadap adanya hari akhir, malaikat, kitab suci, dan para Nabi utusan Allah.

Selanjutnya, mereka senang berbagi harta kesayangannya untuk keluarga dan tetangga terdekat, anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang tengah kesulitan dalam sebuah perjalanan dijalan kebenaran, serta mereka yang datang kepadamu meminta pertolongan. Kemudian, mereka itu juga setia menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, selalu menepati janji, dan sabar dalam menghadapi berbagai kesulitan dan cobaan hidup. Mereka itulah orang yang benar, yang memperoleh kebajikan (mabrur), dan mereka tergolong orang-orang yang takwa.

Dalam ayat di atas, orang memperoleh al-birr atau mereka yang tergolong mabrur adalah yang senantiasa sabar, ulet, gigih menghadapi berbagai cabaan hidup. Jadi, kalau rakyat dan pejabat Indonesia sudah berjanji, bahkan termasuk rombongan terbesar setiap tahunnya datang ke tanah suci (belum lagi rombongan umrah), maka buka saja ayat 177 surat Al-Baqarah untuk mengukur kemabruran mereka. Kemabruran itu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari pasca ibadah haji. Jadi kemabruran itu buah yang akan tumbuh dan dilihat setelah haji.

Haji yang mabrur semestinya membawa pada hidup yang mabrur, karena pesan dasar ibadah haji melekat pada kehidupan itu sendiri. Semua adegan dan rangkaian ibadah melambangkan dan sekaligus menyampaikan pesan hidup secara total. Haji adalah drama hidup dan revitalisasi filsafat hidup yang cenderung terlupakan oleh rutinitas sehari-hari.

Sejarah memberikan banyak pelajaran pada kita, kalau seseorang terlebih penguasa telah memberhalakan dunia, utamanya anak dan keluarga, maka mereka akan mudah terjatuh pada kezaliman, sangat mudah terjebak pada korupsi, nepotisme dan ketidakadilan demi mengutamakan kepentingan anak dan keluarga, dengan cara mengorbankan kepentingan masyarakat. Mereka tidak segan-segan berbuat kotor dengan cara merusak prinsip-prinsip kebenaran.

Itulah salah satu pesan Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putra yang sudah sangat lama ditunggu-tunggu. Sudah lama Nabi Ibrahim memohon untuk dikaruniai anak, dan ketika doanya dikabulkan, maka diberi nama Ismail, yang artinya kira-kira: Allah mengabulkan permohonannya.

Menurut Alquran, yang mabrur tidak hanya ibadah haji. Semua ibadah mestinya juga mabrur kalau kita melakukan dengan penuh keikhlasan, memahami makna dan pesan yang dikandungnya, serta melaksanakan pesan-pesannya. Adapun haji memiliki tempat istimewa antara lain memerlukan perjuangan berat. Bahkan sekarang daftar antre sampai belasan tahun. Oleh karena itu haji yang mabrur merupakan puncak prestasi dari bangunan dan tumpukan batu bata amal saleh sebelumnya.

Sumber:
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/bri-syariah/15/09/01/nty9iu368-memaknai-haji-mabrur-1
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/bri-syariah/15/09/02/nu0s8p368-memaknai-haji-mabrur-2habis