Panrita.id

Bagaimana Penjelasan Surat al-Mu’minun Ayat 50 dan Pengangkatan Isa al-Masih ke Langit?

Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)

Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ

 

Nama Tuhan dalam ajaran Islam adalah Allah. Makna kata ini diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang berpendapat bahwa kata itu terambil dari akar kata aliha, yang bermakna ‘sembah dan taat’. Karena itu, Tuhan dinamai Allah karena Dia disembah dan ditaati. Atau, kata itu terambil dari akar kata walaha, yang bermakna ‘heran, bingung, dan menakjubkan’, karena semua ciptaan-Nya menakjubkan. Sementara itu, mereka yang ingin mengenal hakikat dzat atau substansi-Nya akan mengalami kebingungan karena akal manusia tidak mampu menjangkau-Nya.

Muhammad terambil dari akar kata hamd yang secara harfiah berarti ‘pujian’. Ketika kakeknya, ‘Abd al-Muththalib, menamai cucunya Muhammad, nama yang amat tidak populer ketika itu, ada yang bertanya ihwal mengapa nama itu yang dipilihnya. ‘Abd al-Muththalib menjawab, “Aku berharap bahwa cucuku kelak menjadi orang terpuji.”

Kata Yasa terambil dari kata dalam bahasa Ibrani: yasu’ dan diucapkan Isa oleh lidah orang Arab. Lidah orang Barat mengucapkannya Yesus.

Nabi Yasa juga dinamai al-Masih. Ada yang berpendapat bahwa kata ini terambil dari akar katasaha, yang berarti ‘melakukan perjalanan’. Nabi Yasa dinamai al-Masih karena beliau senang melakukan perjalanan dalam rangka menyampaikan ajaran-ajarannya. Ada lagi yang berpendapat bahwa al-Masih terambil dari akar kata masaha, yang berarti ‘usap’. Ini karena beliau diusap dan diberkati atau karena beliau mengusap dan memberkati.

Ayat 50 dalam surah al-Mu’minin tidak berbicara tentang penamaan Yasa dengan al-Masih, tetapi tentang perlindungan Allah kepada Yasa dan ibu beliau ke satu tempat, yakni tanah tinggi yang datar serta banyak padang rumputnya dan ada juga sumber airnya yang mengalir.

Banyak ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adalah suatu daerah di Palestina, karena di sanalah beliau dilahirkan atau dibesarkan dan menyampaikan ajaran-ajarannya. Palestina (sebagian besar Israel sekarang) bukanlah, seperti yang Anda duga, bertanah gersang. Palestina adalah daerah subur yang memiliki dataran-dataran tinggi.

Ada juga yang berpendapat bahwa daerah itu ada di India. Al-Qur’an tidak menginformasikan lokasi tempat itu. Seorang Muslim tidak diwajibkan mengetahui lokasinya. Yang wajib diyakini hanyalah bahwa beliau adalah hamba Allah dan utusan-Nya yang lahir tanpa ayah dari seorang ibu yang suci, Maryam as., yang tidak pernah disentuh kehormatannya oleh seorang manusia pun dan bahwa beliau telah diselamatkan Allah dari gangguan tangan-tangan jahil. Beliau tidak disalib dan tidak dibunuh. Yang dibunuh adalah seorang yang mirip beliau dan diduga sebagai Yasa, tetapi sebenarnya bukan beliau.

Yasa as. datang dengan membawa berbagai ajaran. Di antaranya adalah kewajiban shalat, zakat, dan berbakti kepada orangtua selama hidup di muka bumi ini. Memang, dalam pandangan ajaran Islam, para nabi dan rasul membawa ajaran yang sama dalam prinsip-prinsip akidah (keesaan Allah, kenabian, dan keyakinan pada Hari Kemudian), prinsip-prinsip syariat (shalat, zakat, puasa, dan haji) serta prinsip-prinsip akhlak. Perbedaannya hanya terletak pada perincian dan cara.

Bahwa Yasa as. kini masih hidup di langit tidaklah wajib dipercayai. Memang, ada ulama yang berpendapat demikian berdasarkan pemahaman mereka tentang arti ayat 55 dalam surah Ali ‘Imran: …Dan Aku (Allah) akan mengangkatmu ke sisi-Ku,… dan beberapa hadits Nabi Muhammad saw. yang berkaitan dengan kenaikan al-Masih dan turunnya kelak menjelang Hari Kiamat. Akan tetapi, hadits-hadits seperti itu, meskipun banyak jumlahnya, semuanya bermuara pada dua orang saja yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yakni Ka’ab al-Ahbar dan Wahhab bin Munabbih. Tidak sedikit ulama yang nmenilai bahwa informasi mereka tentang kehidupan Nabi Yasa di langit dan bakal turunnya kelak pada hakikatnya bersumber dari sisa kepercayaan kedua perawi hadits-hadits itu. Dengan demikian, pengertian ayat 55 dalam surah Ali ‘Imran di atas bukanlah dalam pengertian diangkat fisiknya, melainkan diangkat derajatnya ke sisi Allah.

Sumber: https://alifmagz.com/quran-answer/bagaimana-penjelasan-surat-al-muminun-ayat-50-dan-pengangkatan-isa-al-masih-ke-langit/