Oleh: Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA (Profil)
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta/Guru Besar Tafsir UIN Syarif Hidayatullah/Rektor Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an
NEGARA agama ialah negara yang menjadikan salah satu agama sebagai hukum dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya di beberapa negara Islam, seperti Saudi Arabia, Kuwait, Syiria, Yordania, Emirat Arab, Maroko, Brunei Darussalam, Republik Islam Iran, Republik Islam Pakistan, dan sejumlah negara teluk dan Afrika lainnya. Negara-negara tersebut dengan tegas mendeklarasikan sejak awal, Islam sebagai dasar negaranya, bahkan dengan tegas menyatakan negaranya sebagai negara Islam.
Walaupun sama-sama mengklaim diri sebagai negara Islam tetapi konsep makro dan mikro negara-negara tersebut tidak identik satu sama lain. Ada yang menganut pola pemerintahan kerajaan dan ada pola pemerintahan republik yang demokratis. Bagi mereka, disebut apa saja sistem pemerintahan itu, yang penting Al-Qur’an dan Hadis tetap menjadi konstitusi tertinggi di dalam negara maka tetap dapat dikatakan sebagai negara Islam, atau istilah lebih lembutnya “negara muslim”.
Memang ada sejumlah negara yang tidak secara eksplisit mengklaim diri sebagai negara agama tertentu, tetapi mengklaim Agama tertentu sebagai agama resmi negara. Bedanya dengan negara Islam, negara ini tetap tidak ingin diklaim sebagai negara agama. Fungsi agama yang disebut sebagai agama resmi negara ini lebih kepada kepentingan seremonial, karena hukum dan perundang-undangan yang berlaku di negera ini tidak sepenuhnya seperti tercantum di dalam kitab suci agama tersebut. Proses pembentukan hukum dan perundang-undangan lebih banyak ditentukan melalui proses demokratis yang mengakomodir berbagai varian yang ada di dalam masyarakat. Namun demikian segala produk hukum diupayakan tidak bertentangan prinsip dasar dari ajaran agama resmi tersebut. Contoh negara seperti ini ialah Malaysia, sebagaimana dituangkan dalam Konstitusi Malaysia pada pasal 3 ayat 1: “Agama Islam adalah agama resmi bagi perseketuan; tetapi agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai dimana-mana bahagian persekutuan”. Kehadiran Islam sebagai agama resmi Malaysia tidak menafikan agama-agama lain sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 ayat 1: “Setiap orang mempunyai hak untuk menyatakan dan mengamalkan agamanya, tertakluk pada klausul (4) untuk menyebarkannya”.
Agak sulit mendefinisikan sebuah negara sekuler kalau yang dimaksud negara sekuler itu negara yang memberikan pemisahan pengaturan agama dan negara. Sulit menemukan sebuah negara di kolom langit ini yang terbebas sama sekali dengan praktek keagamaan di dalam penyelenggaraan kenegaraan. Sesekuler apapun sebuah negara, tetap saja praktek keagamaan selalu muncul dalam penyelenggaraan kenegaraan. Minimal pengambilan sumpah pejabat dilakukan menurut ajaran agama yang dianut pejabat yang bersangkutan. Hampir semua lagu kebangsaan di negara-negara Eropa dan Amerika menyebut nama Tuhan. Amerika Serikat sendiri masih terus mewajibkan lagu-lagu pujian terhadap Tuhan pada murid-murid sekolah.
Namun jika yang dimaksud negara sekuler ialah negara yang menghindari kerancuan antara negara dan agama, lalu urusan pemerintahan diberikan kepada para pemerintah khususnya kepada pihak eksekutif, sementara agama diserahkan pengaturannya kepada pemimpin agama, maka negara-negara seperti ini dapat ditemukan di mana-mana, bukan saja di dalam negara-nagara mayoritas penduduknya non-muslim, seperti di Eropa dan Amerika, tatapi juga di negara-negara muslim, seperti Turki yang semenjak dipimpin oleh presiden pertamanya, Mustafa Kemal Attaturk (1881-1930) sampai sekarang tetap mengklaim negaranya sebagai negara sekuler. Ia pernah mendemonstrasikan masjid-masjidnya azan dengan menggunakan bahasa Turki, termasuk kantor-kantor Pengadilan Agama.
Sumber: https://rmol.id/read/2017/08/13/302847/agama-negara-negara-agama-negara-sekuler-2