Oleh: Allahu Yarham Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (Profil)
Penerima Sanad Shahih Bukhari dan Shahih Muslim/Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4/Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb.
Pak Kiyai yang terhormat.
Selama ini saya meyakini, lelaki haram memakai cincin emas. Ini sering saya dengar dari para ustadz saat pengajian. Namun saya tidak mengetahui dalilnya. Seorang teman mengatakan, memakai cincin emas adalah hiasan dan setiap muslim disuruh mengenakan hiasannya saat melakukan ibadah.
Mohon penjelasan Pak Kiyai, Terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Fikri, Ciputat Tangerang Banten
Jawaban:
Wa’alaikumsalam wr. wb.
Bapak Fikri yang baik.
Sepanjang pengamatan saya, dalam al-Qur’an tidak ditemukan pelarangan atau pembolehan yang jelas tentang pemakaian cincin emas bagi lelaki. Sedang keterangan hukum yang jelas, itu terdapat dalam Hadis Shahih yang jumlahnya cukup banyak. Misalnya hadis riwayat Ibn Abbas ra. Beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فِي يَدِ رَجُلٍ، فَنَزَعَهُ فَطَرَحَهُ، وَقَالَ: يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِي يَدِهِ، فَقِيلَ لِلرَّجُلِ بَعْدَ مَا ذَهَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خُذْ خَاتِمَكَ انْتَفِعْ بِهِ، قَالَ: لَا وَاللهِ، لَا آخُذُهُ أَبَدًا وَقَدْ طَرَحَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Artinya:
Sesungguhnya Rasulullah Saw melihat sebuah cincin emas di jari seorang lelaki, kemudian beliau mencopot dan membuangnya seraya berkata, “Salah satu dari kalian sengaja meletakkan bara api di jarinya.” Setelah Rasulullah Saw pergi, lelaki tadi dianjurkan mengambil cincin itu untuk dimanfaatkan. Tapi ia menolak seraya berkata, “Aku tidak akan mengambil sesuatu yang telah dibuang Rasulullah.”
Dan hadis riwayat Abu Hurairah ra., beliau berkata,
أَنَّهُ نَهَانى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ
Artinya:
Sesungghunya Rasulullah melarang saya mengenakan cincin emas.
Semakna dengannya, hadis dari Ali bin Abi Thalib ra. Beliau berkata,
نَهَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ
Artinya:
Rasulullah melarang saya mengenakan cincin emas
Keharaman ini tampak jelas pada hadis yang diriwayatkan dari Abu Musa ra. Nabi Muhammad Saw bersabda,
حُرِّمَ لِبَاسُ الحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ لِإِنَاثِهِمْ
Artinya:
Diharamkan (memakai) emas dan sutera bagi laki-laki umatku dan dihalalkan keduanya bagi perempuan umatku.
Imam al-Nawawi dalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim berkata,
وَأَمَّا خَاتَمُ الذَّهَبِ فَهُوَ حَرَامٌ عَلَى الرَّجُلِ بِالْإِجْمَاعِ … وَأَمَّا النِّسَاءُ فَيُبَاحُ لَهُنَّ لُبْسُ الْحَرِيرِ وَجَمِيعِ أَنْوَاعِهِ وَخَوَاتِيمِ الذَّهَبِ وَسَائِرِ الْحُلِيِّ مِنْهُ
Artinya:
Seluruh ulama sepakat (ijma’) tentang keharaman memakai cincin emas bagi laki-laki… Adapun para wanita, maka diperbolehkan bagi mereka memakai semua macam sutera serta cincin dan semua perhiasan yang terbuat dari emas.
Perkataan ini bersebrangan dengan pendapat Ibn Hazm, yang menyatakan mengenakan cincin emas hukumnya halal, baik bagi perempuan maupun lelaki. Pendapat ini ditolak mayoritas ulama. Namun perlu ditegaskan, ijma’ ulama atas keharaman memakai emas bagi lelaki, itu jika emas tersebut murni tanpa campuran. Jika emas campuran, maka ulama berselisih pendapat akan keharamannya. Yang lebih unggul, adalah pendapat yang mengharamkannya. Dalam kaidah Ushul al-Fiqh disebutkan,
إذَا اجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ غَلَبَ الْحَرَامُ
Artinya:
Ketika yang halal bercampur dengan yang haram, maka yang dimenangkan yang haram.
Adapun alasan kehalalan mengenakan emas, karena ia hiasan dikatakan teman anda, kemungkinan itu berasal dari pemahaman yang salah atas firman Allah Swt,
يَابَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Terjemahnya:
Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu di setiap (memasuki) masjid. (QS. al-A’raf: 31).
Pada ayat ini memang terdapat perintah untuk mengenakan perhiasan ketika melaksanakan ibadah. Namun, jika kita melihat asbab al-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini, maka pemahaman kita akan lain. Saat itu, sebelum datangnya Islam, orang kafir Arab memiliki kebiasaan bertelanjang, tanpa sehelai benangpun, saat melakukan thawaf di Ka’bah. Lalu Islam datang menentangnya. Karenanya, dari aspek sejarah ini, kita tahu sesungguhnya yang dimaksud dengan perhiasan ini adalah pakaian. Artinya, kita disuruh berpakaian atau menutupi aurat saat beribadah.
Demikian, semoga Bapak Fikri dapat bertambah yakin dalam melaksanakan ajaran Islam.
Sumber: Ali Mustafa Ya’qub, Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal, Edisi 2 (Cet. V; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), 358-361.