Dr. Imam Nakha’i, M.H.I.
(Dosen Ma’had Aly Situbondo)
Dalam Kitab Taurat tertulis “Allah membenci tokoh agama yang gemuk karena banyak makan”. Dalam teks Taurat Juga dikatakan ” Takutlah kepada Allah, jika engkau kenyang maka segeralah ingat lapar “
Nabi Isa alaihis salam menyerukan “wahai Hawariyyun (Agamawan), Laparkan perutmu, telanjangkan dan bersihkan jasadmu, agar hatimu Ma’rifat pada tuhanmu”.
Nabi Muhammad Saw bersabda ” berjihadlah melawan dirimu dengan lapar dan dahaga, karena pahala menahan lapar dan dahaga setara dengan jihad di jalan Allah, tidak ada amal terbaik menurut Allah kecuali amal lapar dan dahaga”.
Kutipan di atas memastikan bahwa semua agama agama sepakat bahwa lapar dan dahaga adalah salah satu ibadah yang terbaik. Mengapa? Karena ketika seseorang bersedia lapar dan dahaga apalagi ketika semuanya tersedia, berarti ia tidak rakus terhadap rizki Allah, ketika seorang tidak rakus terhadap rizki Allah, maka berarti ia memberikan kesempatan orang lain untuk mengambil rizki itu. Kebanyakan orang orang yang lapar hari ini disebakan antara lain karena banyak orang yang kekenyangan dan mengambil berlebihan riski Allah. Ada banyak orang yang memiliki kekayaan berlebih, tanah berhektar hektar, di saat yang sama ada beberapa orang yang hanya untuk menguburkan jasad nya saja tidak punya tanah. Padahal Allah memberikan/menundukkan bumi ini untuk “seluruh-setiap” orang. Jika ada yang tidak kebagian berarti ada yang mengambilnya terlalu banyak.
Lapar bukan hanya ibadah yang bersifat individual tetapi ia memiliki dimensi sosial dan bahkan spiritual. Rasulullah pernah ditanya ” manusia mana yang terbaik?” Rasulullah menjawab ” yaitu orang yang sedikit makan, sedikit tertawa terlalu bahagia dan rela dengan baju yang menutup auratnya”. Nabi juga bersabda ;
لا يدخل ملكوت السماء من ملأ بطنه
“seorang yang penuh perutnya tidak akan pernah masuk kedalam kerajaan langit”.
Pakar pakar tasawwuf sepakat bahwa lapar dan dahaga menjadi satu satunya jalan menuju ma’rifat, tampanya seorang tidak bisa mendekat pada pintu ma’rifat itu.
Seorang sufi, Sahl bin Abdullah at-Tustari menyatakan :
وضعت الحكمة والعلم فى الجوع و وضعت المعصية والجهل فى الشبع
Hikmah dan pengetahuan diletakkan dalam lapar, dan kemakshiyatan dan kebodohan diletakkan dalam keyang.
Di tempat lain, ia menyatakan:
ما صار الابداع الدالة الا باخماص البطون والصمت والسهر والخلوة
Seorang kekasih Tuhan tidak akan sampai pada maqam wali “abdal” kecuali dengan mengosongkan perutnya, tidak banyak bicara, dan bangun malam dan bersemedi.
Nasehat nasehat Sufi ini dalam konteks saat ini, akibat dampak musibah yang sering dialami masyarakat Indonesia, menjadi refleksi yang baik untuk diteladani. Salah satunya, nasehat untuk berani lapar dan dahaga. Berani lapar bukan hanya mampu menjernihkan dan mengkilat kan hati untuk Ma’rifat pada Allah, tetapi juga ujian untuk kemampuan berbagi dengan sesama.
Lapar bukan hanya di siang hari bulan ramadhan, apalagi malam harinya kekenyangan, melainkan lapar di sepanjang tahun. Lihatlah Nabi kita, ia dan keluarganya tidak pernah kenyang dalam waktu tiga hari secara berturut turut.
Wallahu A’lam
06 08 21
Sumber: https://web.facebook.com/imam.nakhai1/posts/10223155404107662