Oleh: Dr. (HC) KH. Husein Muhammad
(Pakar Tafsir Gender/Pendiri Fahmina Institute/Pengasuh PP. Dar al-Tauhid Cirebon/Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan)
Aku ditanya seorang teman tentang aktifitas orang-orang yang rajin menghafal teks-teks agama tanpa memahami isinya dan maksudnya. Hari ini amat banyak generasi muda yang melakukannya. Aku menyampaikan pandangan Imam al Ghazali, srbagaimana yang ditulis dalam karya magnum opus nya : Ihya Ulumiddin.
فإنه إن اكتفى بحفظ ما يقال كان وعاء للعلم ولا يكون عالما. ولذلك يقال : فلان من أوعية العلم . فلا يسمى عالما إذا كان شأنه الحفظ من غير إطلاع على الحكم والاسرار. ومن كشف عن قلبه الغطآء واستنار بنور الهداية صار فى نفسه متبوعا مقلَّداً. (إحياء علوم الدين 1 ص 78.)
Jika seseorang merasa cukup dengan menghapalkan apa yang dikatakan “shahib al-syari’ah” (Nabi atau ulama), maka dia disebut “Wi’a al-‘Ilm” (wadah ilmu) dan dia bukan seorang ‘Alim. Oleh karena itu populer dikatakan : “si Fulan/Anu itu termasuk wadah ilmu”, (atau “kamus”?). Dia tidak disebut âlim (pandai/pintar/ulama/cendekia) orang yang pekerjaannya hanya menghapal teks-teks tanpa mengkaji dan menggali hikmah-hikmah dan rahasia-rahasianya. Dan “Orang yang telah terbuka hatinya dan hati itu memancarkan cahaya petunjuk Tuhan, maka dirinya adalah panutan”. (Ihyâ Ulûm al-Dîn, I/87).
Hikam (kebijaksanaan) dan “Asrar” (yang tersembunyi/rahasia-rahasia) tentu saja adalah hal-hal yang terdalam, yang substantif dan yang rasional, bukan yang formal, yang kulit dan yang tekstual.
Orangnya dalam bahasa Arab ” al-Hakim”/ orang yang bijaksana. Kata ini menunjuk kepada filsuf dan sufi.
Ibnu Athaillah al Sakandari menulis buku yang sangat terjenal berjudul “Al-Hikam”. Hikam adalah kata plural dari “Hikmah”, atau “Wisdom” dalam bahasa Inggris. Kata ini (hikmah) dimaknai oleh para ahli bahasa secara berbeda-beda. Murtaza al-Zabidi dalam kamus Taj al-Arus memaknainya sebagai :
العلم بحقاءق الاشياء على ما هى عليها
“al-‘Ilm bi Haqaiq al-Asy-ya ‘ala Ma Hiya ‘alaih”
“pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu sesuai dengan apa adanya”).
Allah berfirman :
يُؤتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْراً كَثِيراً وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ
“Allah menganugerahkan al-hikmah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 269).
03.07.21
HM
Sumber: https://www.facebook.com/husayn.muhammad/posts/10225671910280315