Oleh: KH. Ma’ruf Khozin
(Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur/Direktur Aswaja Center PWNU Jatim)
Di akhir Ramadlan ini bukannya menyebarkan amalan untuk memperbanyak ibadah, malah ada yang sengaja menyebarkan amalan yang tidak diamalkan secara muktabar oleh ulama kita. Yaitu melakukan salat yang dapat menggantikan salat yang pernah ditinggalkan selama setahun. Redaksinya bermacam-macam, diantaranya yang disampaikan dalam kumpulan hadis palsu yang dibantah oleh ulama ahli hadis berikut:
“ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺭﻣﻀﺎﻥ اﻟﺨﻤﺲ اﻟﺼﻠﻮاﺕ اﻟﻤﻔﺮﻭﺿﺔ ﻓﻲ اﻟﻴﻮﻡ ﻭاﻟﻠﻴﻠﺔ ﻗﻀﺖ ﻋﻨﻪ ﻣﺎ ﺃﺧﻞ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ ﺳﻨﺘﻪ.
“Barangsiapa salat di akhir Ramadlan 5 salat fardlu dalam sehari semalam, dapat meng-qadla’ salat yang ia lalaikan dari salatnya selama setahun”
Syaikh asy-Syaukani berkata:
ﻫﺬا: ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻻ ﺇﺷﻜﺎﻝ ﻓﻴﻪ ﻭﻟﻢ ﺃﺟﺪﻩ ﻓﻲ ﺷﻲء ﻣﻦ اﻟﻜﺘﺐ اﻟﺘﻲ ﺟﻤﻊ ﻣﺼﻨﻔﻮﻫﺎ ﻓﻴﻬﺎ اﻷﺣﺎﺩﻳﺚ اﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ﻭﻟﻜﻨﻪ اﺷﺘﻬﺮ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ اﻟﻤﺘﻔﻘﻬﺔ ﺑﻤﺪﻳﻨﺔ ﺻﻨﻌﺎء ﻓﻲ ﻋﺼﺮﻧﺎ ﻫﺬا ﻭﺻﺎﺭ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﻭﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﻦ ﻭﺿﻌﻪ ﻟﻬﻢ. ﻓﻘﺒﺢ اﻟﻠﻪ اﻟﻜﺬاﺑﻴﻦ.
Ini adalah hadis palsu. Tidak ada kejanggalan di dalamnya. Tidak aku temukan sesikitpun dalam kitab yang menghimpun hadis-hadis palsu. Hal semacam ini masyhur dilakukan oleh orang-orang yang mengaku ahli fikih di kota Sana’a di masa kami ini. Banyak dari mereka yang melakulannya. Aku tidak tahu siapa yang memalsulannya. Semoga Allah memperlakukan buruk pada mereka (al-Fawaid al-Majmu’ah 1/54)
Tuntunan dari para ulama kita yang bersumber dari hadis tatkala meninggalkan salat karena lupa, tertidur atau udzur lainnya adalah hadis:
ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: ” ﻣﻦ ﻧﺴﻲ ﺻﻼﺓ ﻓﻠﻴﺼﻞ ﺇﺫا ﺫﻛﺮﻫﺎ، ﻻ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﻟﻬﺎ ﺇﻻ ﺫﻟﻚ ” رواه البخاري
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa lupa melakulan salat, maka salatlah saat mengingatnya. Tidak ada kaffarat (tebusan) kecuali meng-qadla’ tersebut” [HR al-Bukhari]
Secara tegas dalam hadis ini dinyatakan bahwa kaffaratnya adalah meng-qadla’. Bukan melakukan salat wajib atau salat sunah sebagai qadla’ dari semua salat yang ditinggalkan selama setahun.
Salat Kaffarat Diamalkan Habaib di Yaman
Saya tidak pernah berniat menyalahka amalaih Para Habaib terlebih dari Hadramaut yang dikenal kota Sejuta Wali, khususnya di ‘Inat Yaman.
1. Jika Para Habaib telah meriwayatkan amalan ini dari Sayidina Ali, maka saya dapat mempercayainya. Sebagaimana saya percaya sanad Silsilah Talqin Dzikir oleh Rasulullah kepada Sayidina Ali yang tercantum dalam sanad Syaikh Mahfudz al-Tarmasi dan ditashih oleh Sohibul Musnid Syaikh Yasin al-Fadani. Meskipun belum dijumpai dalam kitab induk hadis.
2. Para Habaib adalah Kiainya Para Ulama. Sehingga keilmuan Habaib berada diatas para ulama. Para Habaib ini sangat berhati-hati dalam menjaga salat. Jangan yang wajib, yang sunah saja tidak ditinggalkan. Sehingga salat Kiffarat ini ditujukan untuk kehati-hatian barangkali ada yang tertinggal. Sementara orang awam pada umumnya agak menyepelekan terhadap salat wajib.
3. Status saya sebelumnya hanya untuk mengingatkan secara keras kepada saya pribadi, bukan untuk menyalahkan para Habaib dan Ulama lain yang mengamalkan.
اللهم اعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادك
Jawaban Habib Abu Bakar As-Segaf Soal Salat Di Hari Jumat Akhir Ramadlan
Saya, alfaqir Ma’ruf Khozin bertanya kepada Habib Abu Bakar As-Segaf, Wakil Rais Syuriah PCNU Pasuruan:
عفوا يا سيدي هل عرفتم بصلاة الكفارة في اخر الجمعة من رمضان. افتوني مأجورين ان شاء اللّٰه
Maaf Sayid Abu Bakar, apakah Anda pernah tahu tentang salat Kaffarat di hari Jumat terakhir di bulan Ramadlan? Berilah fatwa pada saya, in syaa Allah Anda mendapatkan pahala.
Habib Abu Bakar As-Segaf menjawab:
ليست صلاة الكفارة. بل صلاة القضاء. هذه من عمل سيدي الشيخ أبي بكر بن سالم المدفون في عينات حضرموت. من أكا بر أولياء السادة في زمانه. لكن لا ينوي بها لجبر صلاة الدهر. كما حرموا ذلك الفقهاء. إنما السادة عملوا ذلك وجعلها دأبا في كل آخر جمعة من رمضان. إقتداءا به وعلقوا نيتهم على نية الشيخ أبي بكر بن سالم الملقب بفخر الوجود . كان الحبيب حسين بن طاهر (مؤلف سلم التوفيق) سأله أهل حضرموت عن ذلك لما أشكلوه. فقال سلمنا لأهل الله ونوينا على مانواه الشيخ أبوبكر بن سالم
Ini bukan salat Kaffarat, namun salat Qadla’. Ini adalah amalan Sayid Syaikh Abu Bakar bin Salim yang dimakamkan di ‘Inat, Hadlramaut (Yaman). Beliau adalah pembesar wali dan sayid di masanya. Namun salat tersebut tidak boleh diniati sebagai pengganti salat selama setahun, sebagaimana diharamkan oleh ulama Fikih. Para Sayid (Habaib) hanya mengamalkannya dan menjadikannya sebagai kebiasaan di akhir Jumat bulan Ramadlan karena untuk mengikuti beliau. Mereka menyesuaikan niat mereka dengan niat Sayid Abu Bakar bin Salim yang bergelar Fakhr al-Wujud.
Pengarang kitab Sullamut Taufiq, Habib Husain bin Thahir ditanya oleh penduduk Hadlramaut tentang hal ini, beliau menjawab: “Kita taslim (menerima) terhadap amalan wali Allah. Dan kita niatkan seperti niat Sayid Abu Bakar bin Salim
لكن الحبائب منعوا دعوة الناس لفعل هذه الصلاة في المساجد مثلا. وفعلوها مع أسرتهم في بيوتهم. خوفا من الإشكالات من بعض الناس.
Tetapi para Habaib melarang mengajak orang-orang melakukan salat ini di masjid, misalnya. Beliau-beliau mengamalkannya bersama keluarga di kediaman masing-masing. Khawatir ada kejanggalan dari sebagian orang
Sumber:
https://www.facebook.com/makruf.khozin/posts/1319151271446192
https://www.facebook.com/makruf.khozin/posts/1319215661439753
https://www.facebook.com/makruf.khozin/posts/1319762724718380