Oleh: Dr. (HC) KH. Husein Muhammad
(Pakar Tafsir Gender/Pendiri Fahmina Institute/Pengasuh PP. Dar al-Tauhid Cirebon/Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan)
Dalam bincang via Webinar, bertema Ulama Perempuan Dalam Perjalanan Sejarah, kemarin 08.03.21, diselenggarakan Rahima, aku ditanya tentang perempuan dan Tasawuf (mistisisme). Aku antara lain mentampaikan : Guru terbesar (Al-Syeikh al-Akbar) Muhyiddin ibn Arabi dari Andalusia, memeroleh pengetahuan Ketuhanan termasuk gagasannya tentang “Wahdah al-Wujud;ۨ” (Kesatuan Eksistensi/ Unity in Being) dari ( paling tidak) tiga orang perempuan.
Pertama, Fakhr al-Nisa. Perempuan ini adalah sufi terkemuka dan idola para ulama laki-laki dan perempuan. Ibnu Arabi mengatakan :
“Aku datang menemuinya untuk mendengarkan tutur katanya, karena riwayat hadits dia kelas tinggi. Ketika pertama kali aku mendengarnya aku menulis surat kepadanya :
حالى وحالك فى الرواية واحد ما القصد الا العلم واستعماله
Keadaanku dan keadaanmu dalam soal riwayat adalah sama. Tujuanku ke sini hanyalah untuk menambah ilmu dan mengamalkannya.
Kedua, Qurrah al-Ain (cahaya mata). Pertemuannya dengan perempuan ulama ini terjadi ketika Ibn Arabi tengah asyik tawaf, memutari Ka’bah. Katanya,
“Hubunganku dengannya sangat dekat. Aku mengaji kepadanya. Aku memandang dia seorang perempuan yang sangat kaya pengetahuan ketuhanan”.
Perempuan ketiga adalah Sayyidah Nizham (Lady Nizham). Ia biasa dipanggil “Ain al-Syams” (mata matahari), dan “Syaikhah al-Haramain” (Guru Besar untuk wilayah Makkah dan Madinah). Ibn Arabi mengatakan :
“Ia adalah matahari di antara ulama, taman indah di antara para sastrawan. Wajahnya cantik jelita, tutur bahasanya lembut, otaknya sangat cemerlang, kata-katanya bagai untaian kalung yang gemerlap cahaya penuh keindahan dan penampilannya benar-benar anggun. Jika dia bicara semua yang ada menjadi bisu”.
(Baca: Ibn Arabi, Tarjuman al-Asywaq”, hlm. 8).
09.03.2021
HM
Sumber: https://www.facebook.com/husayn.muhammad/posts/10224796026743774