Oleh: Dr. (HC) KH. Husein Muhammad
(Pakar Tafsir Gender/Pendiri Fahmina Institute/Pengasuh PP. Dar al-Tauhid Cirebon/Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan)
Tadi mlm, 09/03/17, jam 22.00, di sebuah rumah makan, dua orang wartawan koran bercerita tentang kasus e-KTP yg konon melibatkan puluhan tokoh, pejabat dan lain-lain, yg semuanya mengaku beragama. Di antara mereka ada yang mengerti agama, putra tokoh agama, dlsb. Seorang menyebut : si A dpt bagian sekian ribu dolar Amrik, si B sekian ribu dst. Keduanya tampak emosi. Seorang lalu bilang : “kalau begitu agama untuk apa?. Beragama ternyata tidak memengaruhi orang menjadi baik. Aku pikir tanpa agama atau tidakberagama juga orang bisa menjadi baik, bukankah begitu?”.
Pernyataan dan pertanyaan itu menyentak dan menggelisahkan. Aku lalu mengatakan : “agama selalu hadir untuk membuat orang/manusia menjadi baik, saleh, menjauhi yang diharamkan Tuhan, antara lain korupsi, meninggalkan keburukan, cacimaki, hoaks, fitnah, memerintahkan rendah hati, kasih sayang kepada sesama, menolong yg lemah, menganjurkan sedekah, dll. Jika ada org beragama melakukan sebaliknya, maka dia tidak menjalankan ajaran agama. Hatinya gelap, mengabaikan Tuhan.
Lalu dia menyergap dengan pertanyaan lanjutan: “apakah mereka kafir?”. Aku bilang saja : “ya, mereka kafir. Namanya “kafir nikmat”. Mereka mengingkari nikmat Allah, menyalahgunakannya, berbuat zalim, melakukan dosa besar, menyakiti rakyat, dan mengotori ( menista) agama. Tuhan pasti akan menghukum mereka, di sini atau nanti”.
Dua teman wartawan itu sedikit atau hampir tersenyum.
10/03/17
Repost, 09.03.2021
HM
Sumber: https://www.facebook.com/husayn.muhammad/posts/10224800611938401