Oleh: KH. Ma’ruf Khozin
(Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim/Direktur Aswaja Center PWNU Jatim)
Kenapa Google, YouTube dan media sosial lain tidak bisa dijadikan guru? Sebab jika ada salahnya dalam praktek, Medsos tadi tidak bisa membetulkan kesalahannya. Sementara bila berguru kepada ulama maka akan terhindar dari kesalahan karena ada yang membimbing.
Contoh kecil, huruf-huruf dalam Al-Qur’an saja ada sifat yang diajarkan oleh Nabi kepada para sahabat hingga sampai kepada kita tanpa penyimpangan. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafidz Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi:
ﻭﻻ ﺷﻚ ﺃﻥ اﻷﻣﺔ ﻛﻤﺎ ﻫﻢ ﻣﺘﻌﺒﺪﻭﻥ ﺑﻔﻬﻢ ﻣﻌﺎﻧﻲ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺇﻗﺎﻣﺔ ﺣﺪﻭﺩﻩ ﻫﻢ ﻣﺘﻌﺒﺪﻭﻥ ﺑﺘﺼﺤﻴﺢ ﺃﻟﻔﺎﻇﻪ ﻭﺇﻗﺎﻣﺔ ﺣﺮﻭﻓﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﻔﺔ اﻟﻤﺘﻠﻘﺎﺓ ﻣﻦ ﺃﺋﻤﺔ اﻟﻘﺮاء اﻟﻤﺘﺼﻠﺔ ﺑﺎﻟﺤﻀﺮﺓ اﻟﻨﺒﻮﻳﺔ
“Tidak diragukan lagi bahwa umat ini diperintah untuk memahami makna Al-Qur’an dan menjalankan kandungannya, juga mereka diperintah untuk mentashih bacaan dan huruf-huruf Al-Qur’an sesuai dengan bentuk yang diajarkan oleh para imam / ulama yang terus bersambung hingga Rasulullah” (Itqan fi Ulum Al-Qur’an 346)
Jika huruf saja ada tuntunannya dari Nabi, apalagi ibadah lainnya. Cara kita Salat dalam Mazhab Syafi’i misalnya diajarkan oleh para guru kita, sampai pada ijtihad Imam Syafi’i melalui riwayat guru-guru beliau sampai pada praktek Salat yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Sumber: https://www.facebook.com/makruf.khozin/posts/4445923222102299