Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)
Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ
Memang bencana virus ini terlihat dalam pandangan mata adalah sesuatu yang buruk. Kita dapat bertanya: apakah keburukan itu perlu? Bukankah kaum beragama yakin bahwa Allah Mahakuasa? Sementara ulama dan filsuf menjawab pertanyaan ini dengan berkata bahwa tabiat umat manusia—demi mencapai kesempurnaannya—membutuhkan adanya kejahatan/keburukan. Karena dengan mengenalnya manusia mengenal kebaikan!
Bagaimana manusia mengenal dan menikmati kesehatan kalau dia tidak pernah sakit atau melihat yang sakit. Sungguh tepat ungkapan: “Manusia mengenal kebaikan sejak manusia mengenal keburukan. Bagaimana mengenal indah kedamaian kalau dia tidak mengenal kekacauan? Manusia mengenal kebajikan sejak adanya keburukan. Dan mengenal keluhuran dan kesetiaan sejak adanya Iblis.”
Di sisi lain apa yang kita nilai buruk sering kali adalah akibat keterbatasan pandangan kita atau subjektivitas kita. Alangkah banyak manusia bahkan makhluk selain dari kita yang menilai kenyataan menunjukkan bahwa sering kali apa yang dianggap musibah atau bencana oleh satu pihak justru berdampak positif buat pihak lain. Karena itu bencana yang terjadi betapa pun luasnya tidak menimpa semua umat manusia.
Lihatlah aneka bencana yang terjadi sepanjang masa, betapa pun luas dan besarnya, tetap saja ia terbatas. Persentase yang terdampak buruk dalam skala umat manusia tidak melebihi sekian persen dari penduduk bumi tidak juga menimpa semua lokasi di area bumi kita ini.
Anggaplah bahwa mereka yang mengalami dampak buruk itu adalah korban-korban yang harus dipikul Oleh kemanusiaan demi mencapai kesempurnaan wujudnya serupa dengan para pahlawan yang rela berkorban demi meraih kemerdekaan bangsanya, Karena itu mereka yang wafat akibat wabah dinilai oleh agama sebagai syuhadå’ yang ganjarannya serupa dengan ganjaran mereka yang gugur dalam peperangan fisik melawan kebatilan.
Selanjutnya harus juga diingat ucapan sementara orang yang kaya pengalaman: sekian banyak hari-hari aku menangis saat menghadapinya, tetapi setelah berlalu aku sadar bahwa mestinya ketika itu aku bersyukur. Dalam konteks inilah Allah berfirman:
وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٢١٦
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (al-Baqarah/2:216).
Jika demikian jangan menggerutu atau protes kepada Tuhan akibat bencana ini, tapi mari mencari hikmah di baliknya yang bisa jadi mendorong kita lebih syukur kepada Allah karena Allah tidak pernah berbuat zalim kepada hamba-hamba-Nya.
Sumber: M. Quraish Shihab. Corona Ujian Tuhan: Sikap Manusia Menghadapinya. Editor, Mutimmatun Nadhifah. Tangerang : PT. Lentera Hati, 2020. H. 46-51.