Mencari Mazhab Moderat
Oleh: KH. Ma’ruf Khozin
(Direktur Aswaja Center PWNU Jatim)
“Perpecahan” tidak pernah saya tuduhkan kepada Agama. Agama hanya salah satu objek keserakahan nafsu manusia. Buktinya pada permasalahan yang lain juga banyak ditemukan.
Semisal di awal pendirian partai membuat komitmen bersama, setelah kecewa salah satu keluar lalu mendirikan partai politik yang baru. Saat membangun lembaga pendidikan, semula berjalan lancar, lama-lama mulai berbeda pengelolaan, bersengketa, masuk pengadilan dan salah satu ada yang kalah dan menang. Yang kalah membuat lembaga baru. Dan seterusnya.
Syekh Abu Zahrah, salah satu ulama Al-Azhar, mengidentifikasi beberapa penyebab terjadinya perpecahan dalam aliran Islam. Faktor tertinggi, selain karena perebutan kekuasaan adalah karena Bangsa Arab memiliki latar belakang mudah berkonflik. Prof. Abu Zahrah menjadikan hal ini pada urutan pertama karena memang ada riwayat hadis berikut:
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ، ﻗﺎﻝ: ﺳﻤﻌﺖ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻳﻘﻮﻝ: «ﺇﻥ اﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻗﺪ ﺃﻳﺲ ﺃﻥ ﻳﻌﺒﺪﻩ اﻟﻤﺼﻠﻮﻥ ﻓﻲ ﺟﺰﻳﺮﺓ اﻟﻌﺮﺏ، ﻭﻟﻜﻦ ﻓﻲ اﻟﺘﺤﺮﻳﺶ ﺑﻴﻨﻬﻢ»
Dari Jabir bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Syetan sudah putus asa untuk disembah lagi di jazirah Arab. Tapi syetan menyebarkan permusuhan dan peperangan di antara bangsa Arab” (HR Muslim 2812)
Saya tidak menafikan Bangsa lain juga doyan perang. Di Jawa pun dahulu bukan berarti sepi dari perang. Masa-masa perebutan kerajaan juga banyak perang. Akan tetapi di Arab ada penyulut lain untuk memerangi kelompok yang tidak sepaham dengan mengatasnamakan agama menggunakan selogan Kafir dan Musyrik.
Saya sepakat dengan penulis buku “Menjadi Muslim Moderat” Teologi Asy’ari di Era Kontemporer, Dr. Yunus Masrukhin yang merupakan lulusan S3 Al-Azhar di bidang Teologi Islam dengan predikat Cum Laude, 2016, bahwa Madzhab yang moderat adalah tidak mengkafirkan sesama Muslim.
Sebagaimana diriwayatkan oleh ulama ahli hadis, adz-Dzahabi:
ﺭﺃﻳﺖ ﻟﻷﺷﻌﺮﻱ ﻛﻠﻤﺔ ﺃﻋﺠﺒﺘﻨﻲ ﻭﻫﻲ ﺛﺎﺑﺘﺔ ﺭﻭاﻫﺎ اﻟﺒﻴﻬﻘﻲ، ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺑﺎ ﺣﺎﺯﻡ اﻟﻌﺒﺪﻭﻱ، ﺳﻤﻌﺖ ﺯاﻫﺮ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ اﻟﺴﺮﺧﺴﻲ ﻳﻘﻮﻝ: ﻟﻤﺎ ﻗﺮﺏ ﺣﻀﻮﺭ ﺃﺟﻞ ﺃﺑﻲ اﻟﺤﺴﻦ اﻷﺷﻌﺮﻱ ﻓﻲ ﺩاﺭﻱ ﺑﺒﻐﺪاﺩ، ﺩﻋﺎﻧﻲ ﻓﺄﺗﻴﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: اﺷﻬﺪ ﻋﻠﻲ ﺃﻧﻲ ﻻ ﺃﻛﻔﺮ ﺃﺣﺪا ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﻘﺒﻠﺔ، ﻷﻥ اﻟﻜﻞ ﻳﺸﻴﺮﻭﻥ ﺇﻟﻰ ﻣﻌﺒﻮﺩ ﻭاﺣﺪ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﺬا ﻛﻠﻪ اﺧﺘﻼﻑ اﻟﻌﺒﺎﺭاﺕ.
Ada perkataan dari Asy’ari yang membuat saya kagum, diriwayatkan oleh Al-Baihaqi. Dari Abu Hazim Al Abdawi, dari Zahir bin Ahmad As Sarakhsi. Ia berkata: Ketika Abu Hasan Al-Asy’ari mendekati wafatnya di rumahku di Baghdad, ia memanggilku dan berkata: “Saksikanlah aku. Aku tidak akan mengkafirkan seorang Muslim (ahli kiblat). Sebab semuanya menuju kepada 1 Tuhan yang disembah. Perbedaan hanya terdapat pada perkataan”
ﻗﻠﺖ: ﻭﺑﻨﺤﻮ ﻫﺬا ﺃﺩﻳﻦ، ﻭﻛﺬا ﻛﺎﻥ ﺷﻴﺨﻨﺎ اﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ ﻓﻲ ﺃﻭاﺧﺮ ﺃﻳﺎﻣﻪ ﻳﻘﻮﻝ: ﺃﻧﺎ ﻻ ﺃﻛﻔﺮ ﺃﺣﺪا ﻣﻦ اﻷﻣﺔ، ﻭﻳﻘﻮﻝ: ﻗﺎﻝ اﻟﻨﺒﻲ -ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: “ﻻ ﻳﺤﺎﻓﻆ ﻋﻰ اﻟﻮﺿﻮء ﺇﻻ ﻣﺆﻣﻦ” ﻓﻤﻦ ﻻﺯﻡ اﻟﺼﻠﻮاﺕ ﺑﻮﺿﻮء ﻓﻬﻮ ﻣﺴﻠﻢ
Aku (adz-Dzahabi) berkata: “Seperti inilah aku memilih beragama”. Demikian pula guruku, Ibnu Taimiyah di akhir hidupnya berkata: “Aku tidak mengkafirkan seorangpun dari umat ini”. Ia menyampaikan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam: “Tidaklah menjaga terhadap wudhu’ kecuali orang yang beriman” (HR Ahmad). Maka barangsiapa yang selalu melaksanakan shalat dengan berwudhu’ maka dia adalah Muslim (Siyar A’lam an-Nubala’, 1/393)
Terus terang etika membedah bukunya, saya agak sedikit grogi saat membedah buku Menjadi Muslim Moderat (karya Dr. Mohammad Yunus Masrukhin), sebab di samping para pematerinya adalah Profesor dan Doktor, sebagian peserta juga ada yang pakar Aqidah Asy’ariyah lulusan Timur Tengah, seperti Dr. Alvian Iqbal Zahasfan (Rais Syuriah PCI NU Maroko), Gus Muhammad Nora Burhanuddin (Ketua PCI NU Mesir), Dr. Abdul Wahab Ahmad (Pakar Aswaja dan Konsultan Azwaja) dan lainnya.
Saya kuat-kuatkan dalam hati bahwa saya pun punya genealogi / keturunan ilmu Timur Tengah. Yaitu Abah saya adalah santri Rejoso Jombang, Jawa Timur, kemudian tabarruk nyantri lagi di Lasem, Jawa Tengah. Jadi Abah saya mondoknya di Jawa Timur dan Tengah. Kalau disingkat ya Timur Tengah.
Aswaja NU Center didirikan untuk membentengi umat Islam dari pemahaman di luar Ahlissunah. Saat ini yang paling gencar adalah Salafi. Memang selama ini konsentrasi Aswaja NU Center lebih banyak memberi porsi kepada aliran ini.
Saya lebih fokus ke tema-tema yang berkembang saat ini.
- Imam Asy’ari jalur sanadnya melalui Mu’tazilah? Tidak betul. Sanad keilmuan Akidah beliau melalui ulama ahli hadis bernama Syekh Zakaria As-Saji dan salah satu ulama Syafi’iyah.
أَبُو الْحَسَنِ الْأَشْعَرِي الْبَصْرِي إِمَامُ الْمُتَكَلِّمِيْنَ وَنَاصِرُ سُنَّةِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَالذَّابُّ عَنِ الدِّيْنِ وَالْمُصَحِّحُ لِعَقَائِدِ الْمُسْلِمِيْنَ مَولِدُهُ سَنَةَ سِتِّيْنَ وَمِائَتَيْنِ وَقِيْلَ سَنَةَ سَبْعِيْنَ أَخَذَ عِلْمَ الْكَلَامِ أَوَّلًا عَنْ أَبِي عَلِيٍّ الْجُبَائِي شَيْخِ الْمُعْتَزِلَةِ ثُمَّ فَارَقَهُ وَرَجَعَ عَنِ الْاِعْتِزَالِ وَأَظْهَرَ ذَلِكَ وَشَرَعَ فِي الرَّدِّ عَلَيْهِمْ وَالتَّصْنِيْفِ عَلَى خِلَافِهِمْ وَدَخَلَ بَغْدَادَ وَأَخَذَ عَنْ زَكَرِيَّا السَّاجِي وَغَيْرِهِ
Abu Hasan Al-Asy’ari, orang Basrah, pemimpin ulama ilmu Kalam, penolong sunah Nabi, pembela agama, yang mensahihkan akidah umat Islam. Lahir pada 260 H, ada yang mengatakan 270. Awalnya belajar ilmu Kalam kepada Abu Ali Al-Jubai, pemimpin Muktazilah. Lalu Abu Hasan Al-Asy’ari berpisah dengan gurunya dan keluar dari Muktazilah. Ia memperlihatkan hal itu dan mulai melakukan penolakan terhadap Muktazilah dan menulis kitab yang berbeda dengan mereka. Kemudian Abu Hasan Al-Asy’ari datang ke Baghdad dan belajar kepada Zakariya As-Saji dan lainnya (Syekh Ibnu Qadhi Syuhbah, Thabaqat Asy-Syafiiyah 1/113)
Siapa Al-Hafidz Zakariya As-Saji Yang Menjadi Guru Imam Asy’ari?
Berikut penjelasan ulama ahli hadis Al-Hafidz Ibnu Hajar
زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى بْنِ دَاوُدَ الْحَافِظُ أبُوْ يَحْيَى السَّاجِي الْبَصْرِي أَحَدُ الْأَثْبَاتِ مَا عَلِمْتُ فِيْهِ جَرْحًا أَصْلًا …. وَحَدَّثَ عَنْهُ (الساجي) أَيْضاً أبُوْ الْحَسَنِ الْأَشْعَرِي وَأَخَذَ عَنْهُ مَذَاهِبَ أَهْلِ اْلحَدِيْثِ
Zakariya bin Yahya bin Dawud, Al-Hafidz, Abu Yahya As-Saji, Al-Bashri, salah satu ulama yang kokoh. Saya tidak menemukan ulama yang menilai cacat sama sekali. Ulama yang mengambil ilmu dari As-Saji adalah Abu Hasan Al-Asy’ari. Ia mengambil darinya madzhab ahli hadis (Lisan Al-Mizan 2/488)
- Mengapa Ulama Syafi’iyah Tidak Memilih Akidah Imam Syafi’i?
Ini pertanyaan aneh dari orang yang tidak mengerti sejarah. Sama seperti Masjid Istiqlal yang dibangun atas perintah Pak Karno, setelah jadi kokoh berdiri tiba-tiba hari ini ada yang bertanya: “Kenapa yang memerintah pembangunan Masjid Istiqlal bukan ulama. Ini kan Masjid. Ada apa dengan ulama di masa itu?”
Para ulama, tidak hanya dari Syafi’iyah, tetapi mayoritas madzhab memilih Akidah Imam Al-Asy’ari:
وَحَكَيْنَا لَكَ مَقَالَةَ الشَّيْخِ ابْنِ عَبْدِ السَّلَامِ وَمَنْ سَبَقَهُ إِلَى مِثْلِهَا وَتَلَاهُ عَلَى قَوْلِهَا حَيْثُ ذَكَرُوْا أَنَّ الشَّافِعِيَّةَ وَالْمَالِكِيَّةَ وَالْحَنَفِيَّةَ وَفُضَلَاءَ الْحَنَابِلَةِ أَشْعَرِيُّوْنَ … وَمِنْ كَلَامِ ابْنِ عَسَاكِرَ حَافِظِ هَذِهِ الْأُمَّةِ الثِّقَةِ الثَّبْتِ هَلْ مِنَ الْفُقَهَاءِ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ إلَّا مُوَافِقٌ الْأَشْعَرِىَّ
Kami ceritakan kepadamu perkataan Syekh Ibnu Abdissalam dan pendahulunya yang sependapat, bahwa para ulama berkata: “Ulama Syafiiyah, Ulama Malikiyah, Ulama Hanafiyah dan Ulama Utama dari Madzhab Hanbali mereka adalah bermadzhab Asy’ari… Diantara perkataan Ibnu Asakir, ahli hadisnya umat Islam yang terpercaya dan kokoh, adalah: “Tidaklah ada ulama Ahli Fikih dari Madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i kecuali sesuai dengan Asy’ari” (Thabaqat Asy-Syafiiyah Al-Kubra, 3/373)
Bersambung…
Sumber: https://jaringansantri.com/mencari-mazhab-moderat-catatan-bedah-buku-teologi-asyari-di-era-kontemporer/