Hukum Operasi Kecantikan
Oleh: Prof. Dr. Ali Jum’ah Muhammad Abd al-Wahhab
(Ulama Besar Al-Azhar Kairo/Mufti Mesir tahun 2003-2013)
Sejauh mana operasi kecantikan dibolehkan? Sejauh mana operasi ini dibolehkan jika dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi psikis dan sosial seseorang? Misalnya, seseorang yang ukuran hidungnya cukup besar akan merasa risih saat berjumpa orang lain. Dia khawatir, jika diberi komentar negatif dan ejekan dari orang lain sebab hidung besarnya itu, kondisi kejiwaan dan sosialnya akan terpengaruh.
Sejauh mana operasi kecantikan dibolehkan bila dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi kesehatan seseorang, seperti lemak berlebih di tubuh yang mengakibatkan rasa sakit di punggung, persendian, dan leher, atau pembesaran payudara dan semisalnya?
Allah memerintahkan kita untuk tidak mengubah ciptaan-Nya yang menunjukkan penentangan kita terhadap ketentuan dan takdir-Nya. Allah juga menganggap perbuatan seperti itu sebagai perbuatan setan. Dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya) (QS. Al-Nisa/4:119)
Rasulullah saw. bersabda, “Allah melaknat para wanita yang membuat atau meminta dibuatkan tato, para wanita yang mencabut atau meminta dicabutkan bulu alisnya, para wanita yang mengikat giginya supaya indah, yaitu para wanita yang mengubah ciptaan Allah. [Al-Bukhari 5943, Muslim 2125]. Laknat takkan diberikan kecuali juga disebabkan dosa besar.
Di antara kaidah dasar dalam syariat Islam menyebutkan bahwa mudarat atau bahaya mesti dihilangkan. Rasulullah saw. bersabda, Tidak diperbolehkan suatu perbuatan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain”
Operasi kecantikan kadang diambil karena alasan medis yang ditetapkan oleh dokter ahli demi kebaikan pasien, dan dilakukan sesuai ketetapan medis bahwa hal itu tidak akan membahayakan diri pasien. Dalam kondisi seperti ini, operasi kecantikan hukumnya boleh. Misalnya, operasi sedot lemak, pengecilan lambung, dan pengurangan berat badan berlebih.
Adapun operasi kecantikan yang dimaksudkan untuk mengubah rupa atau bentuk tubuh, tanpa ada alasan medis yang menetapkannya, maka hukumnya tidak boleh alias haram.
Sumber: Dr. Ali Jum’ah, Fatawa Ashriyah Ali Jum’ah. Penerjemah: Tim Noura Books, Baiti Jannati: 150 Jawaban Menuju Rumah Tangga Sakinah. Jakarta: Penerbit Noura Books: Cetakan I, 2016. Hal. 165-166.