Mengembalikan Gerakan Intelektualisme Islam (8)
Oleh: Dr. (HC) KH. Husein Muhammad
(Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan)
Selanjutnya, sejumlah metode yang pernah ditemukan dan dikembangkan oleh kaum muslimin untuk kajian-kajian keilmuan Islam dewasa ini perlu digali kembali. Kaum muslimin perlu melakukan rekonstruksi keilmuan mereka. Jika kita mengingat kembali tradisi keilmuan kaum muslimin generasi pertama, maka jelas bahwa pendekatan rasionalitas atas teks-teks keagamaan terkait isu-isu sosial, kebudayaan dan politik (non ritual) menjadi sesuatu yang tidak bisa diingkari, bahkan sebaliknya, sangat menentukan. Dalam arti lain teks-teks otoritas keagamaan, baik al Qur-an, Al Sunnah (hadits) dan produk pemikiran intelektual muslim harus dibaca dan difahami dengan semangat rasionalitas.
Pendekatan rasionalitas ini menjadi cara untuk menjawab problem perkembangan kebudayaan yang tak bisa dihentikan. Sebaliknya pendekatan tekstualitas selalu terbatas dan akan menghadapi kebingungan-kebingungan melihat dinamika sosial yang terus bergerak dan bergolak setiap detik. Di pesantren, dalam ruang bahtsul masail, acap mengalami situasi “deadlock”, mauquf, karena tidak ditemukan “ibarah nash” untuk menjawab kasus aktual modernitas. Dan meskipun ada ibarah, tetapi ia tak selalu relevan, kecuali dipaksakan menjadi relevan.
Fakhr al Din al Razi, seorang pemikir muslim terkemuka dan bermazhab Syafi’i, dalam bukunya al Mahshul min Ilm al Ushul dan al Mathalib al ‘Aliyah fi al-Ilm al-Ilahi :
والقول بترجيح النقل على العقل محال لان العقل اصل النقل فلو كذبنا العقل لكنا كذبنا اصل النقل ومتى كذبنا اصل النقل فقد كذبنا النقل. فتصحيح النقل بتكذيب العقل يستلزم تكذيب النقل. فعلمنا انه لا بد من ترجيح دليل العقل.
“Pandangan yang mengunggulkan ‘naql’ (teks) atas akal adalah mustahil, karena akal adalah dasar untuk memahami ‘naql. Kalau kita mendustakan dasar “naql”, maka sama artinya dengan mendustakan “naql”.
Pembenaran naql melalui cara mendustakan akal tentu meniscayakan pendustaan naql itu sendiri. Karena itu adalah keharusan kita untuk mendahulukan dalil-dalil rasional. Ini berarti bahwa teks-teks harus dipahami dari sisi-sisi yang substantif atau logis.
Bersambung
Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10222704440255419&id=1106288500