Mengembalikan Gerakan Intelektualisme Islam (3)
Oleh: Dr. (HC) KH. Husein Muhammad
(Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan)
Akan tetapi, diakui juga bahwa rasionalisme yang berkembang kemudian melahirkan kelemahan-kelemahan tersendiri. Dalam perjalanan sejarahnya rasionalisme abad pertengahan itu telah menimbulkan dampak-dampak yang buruk, terutama terhadap peran-peran spiritualitas dan moralitas masyarakat. Rasionalisme telah menimbulkan realitas social yang dikesankan “bobrok”, karena kaum rasionalis radikal telah menyingkirkan kedua dimensi yang juga merupakan essensi manusia itu.
Dikatakan orang :
كانت الفلسفة في ذلك الزمان قدأثرت في تفكير الكثيرين من أذكياء عصره وسلوكهم، وأدى ذلك إلى التشكيك في الدين الإسلامي والانحلال في الأخلاق، والاضطراب في السياسة، والفساد في المجتمع
Rasionalisne pada masa itu telah memengaruhi pikiran para kaum terpelajar, intelektual pada masanya. Hal ini mengakibatkan publik umum menjadi skeptis pada agama dan degradasi moralitas publik, kekacauan politik dan kerusakan masyarakat.
Terlepas dari faktor lain yang melatarbelakanginya, terutama perebutan kekuasaan politik, tetapi kondisi sosial dekaden itu yang kemudian memunculkan reaksi keras dari kaum muslimin. Mereka berusaha “menghentikan” aktifitas intelektual rasionalistik yang terkesan ultra liberal itu dan menyerukan untuk kembali pada kehidupan ortodoksi. Sejumlah tokoh besar Islam yang oleh sejumlah kritisi dipandang turut andil dalam hal ini antara lain adalah Ahmad bin Hanbal dan Abu Hasan Al Asy’ari, pendiri aliran teologi Sunni. Disusul kemudian Imam Abu Hamid Al Ghazali, di samping tokoh-tokoh yang lain. Dr. Ali Syami Nasyar dalam bukunya Nasy’ah al Fikr al Falsafi fi al Islam, menyatakan bahwa di tangan al Ghazali lah, teologi Sunni mendapatkan kekokohan dan kesempurnaannya. Pemikiran Islam Sunni berhasil dirumuskan dengan sangat gemilang di tangan orang besar ini.
Jika Ahmad bin Hanbal dan al Asy’ari memfokuskan diri pada upayanya untuk mengembalikan otoritas teks di atas otoritas akal terutama untuk kajian teologi, maka al Ghazali mengarahkan umat manusia pada upaya-upaya penghargaan atas aspek-aspek spiritualitas atau dimensi batin. Upaya-upaya yang sangat intensif dari dua tokoh sunni ini, kemudian membentuk bangunan peradabaan Islam yang sangat kokoh dan untuk berabad-abad lamanya menjadi acuan pemikiran kaum muslimin. Kedua orang ini, sungguh pun tidak bermaksud untuk menafikan pentingnya keilmuan rasional, akan tetapi ternyata telah menghasilkan dampak terabaikannya keilmuan tersebut dan menempatkannya pada posisi sekunder atau pelengkap. Para pengikut mereka mengikuti pandangan-pandangan mereka tanpa sikap kritis. Kebesaran nama mereka begitu mempesona dan seakan-akan tidak bisa ditandingi.
Bersambung
Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10222684186709093&id=1106288500