Oleh: Prof. Dr. Ali Jum’ah Muhammad Abd al-Wahhab
(Ulama Besar Al-Azhar Kairo/Mufti Mesir tahun 2003-2013)
Seorang perempuan mengalami haid lima atau enam hari selama bulan Ramadhan, lalu dia ingin meng-qadha keenam hari puasanya itu pada hari-hari putih (ayyam’ al-bidh). Kami pernah menanyakan hal ini kepada beberapa ulama. Ada yang mengatakan perempuan itu cukup berniat dengan satu niat, yaitu niat membayar puasa. Dengan niat seperti itu dan melakukan puasa sunnah ayyam al-bidh juga. Sementara ada ulama lain yang mengatakan tidak demikian, masing-masing puasa itu berdiri sendiri-sendiri, tidak bisa dilakukan dengan satu niat.
Ada perbedaan menggabungkan niat untuk melaksanakan ibadah wajib dan ibadah sunah. Dalam kasus ditanyakan ini,yang saya pahami perempuan itu ingin membayar puasa Ramadhannya yang tertinggal karena haid, pada bulan Syawal. Dalam hal ini, yang pasti dia wajib membayar puasanya sebanyak hari yang ditinggalkannya. Dengan membayar utang puasa pada bulan syawal, dia sudah termasuk dalam keumuman makna Hadits tentang puasa syawal. Artinya, dia juga mendapat pahala sunah syawal, dia seolah-olah berpuasa satu tahun sesuai Hadits Nabi saw. yang diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian menyertakannya dengan puasa enam hari bulan syawal, dia seolah-olah berpuasa satu tahun.”[1]
Perempuan yang membayar utang puasanya pada bulan syawal dan tidak menunda sampai bulan syawal terakhir, harus menghitung dengan cermat berapa hari dia tidak berpuasa Ramadhan. Jika, misalnya, dia tidak puasa selama tujuh hari Ramadhan, maka diupayakan enam harinya dibayar pada bulan syawal. Dengan begitu, dia termasuk orang berpuasa sunnah bulan syawal seperti disebutkan dalam hadits. Sedangkan sisanya dapat dia bayar pada bulan syawal atau setelah syawal. Tetapi, niatnya harus satu, yaitu niat mengqadha puasa ramadhan. Nah, karena mengqadha puasa ramadhan itu dilakukan pada bulan syawal, maka secara otomatis dia termasuk mengamalkan Hadits tentang puasa sunah syawal.
Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’I pernah berkata,”Perempuan boleh berniat membayar utang puasa Ramadhannya (pada bulan Syawal, pen). Jika utang puasanya berjumlah enam hari, maka membayar utang puasanya sudah cukup untuk di anggap sebagai puasa sunah syawal sekaligus. Jika jumlah utang puasanya lima hari dan dia membayarnya,lalu menambahnya menjadi enam hari, dia sudah termasuk orang yang disebut oleh Rasulullah saw.’berpuasa Ramadhan dan mengikutinnya dengan enam hari pada bulan syawal. Itu karena Nabi saw.tidak mengatakan ‘mengikutkannya dengan enam hari puasa sunah’, tetapi mengatakan ‘barang siapa berpuasa Ramadhan. Dia dalam hal ini kecuali atas perintah agama. Agamalah yang menyuruhnya untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan ketika mengalami haid.
Perempuan seperti ini, yang sudah berpuasa wajib Ramadhan- dan melakukan perintah agama-kemudian mengikutkannya dengan puasa sunah enam hari bulan syawal, sudah termasuk kedalam cakupan makna Hadits. Ia pun, dengan begitu, memperoleh pahala puasa satu tahun dengan perhitungan bahwa satu kebaikan (hasanah) dibalas dengan sepuluh kali lipat.puasa enam hari pada bulan syawal itu niatnya satu, yaitu untuk membayar utang puasa Ramadhan.”
Oleh karena itu, perempuan itu insya Allah dinilai sudah melaksanakan puasa Ramadhannya, disamping juga sudah melaksanaan puasa sunah enam hari bulan syawal tanpa menunda pembayaran utang puasanya sampai bulan syawal berlalu.
Kesimpulannya, boleh menggabungkan niat puasa enam hari bulan syawal pada saat yang sama niat mengqadha puasa Ramadhan.
[1] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Puasa, Bab Kesunahan Puasa enam Hari bulan Syawal, nomor (1164)
Sumber: Syaikh Ali Jum’ah Menjawab 99 Soal Keislaman: Menyorot Problematika Fiqih Ibadah, Fiqih Muamalah, Hingga Fiqih Kedokteran dan Sains. Penyadur: Muhammad Arifin, Penyunting: Faiq Ihsan Anshari, Tangerang: Lentera Hati: Cetakan I, 2014. Hal. 87-89.