Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)
Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ
Pertanyaan:
Saya sering mendengar istilah haji mabrur. Apakah maksudnya yang sebenarnya? Bagaimana tanda-tandanya, dan apakah ada ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi yang menjelaskan hal itu?
Jawaban:
Istilah haji mabrur (mabruur) tidak dikenal dalam al-Qur’an. Tetapi, beberapa hadits menyebut istilah itu, yang paling populer adalah,
“Tidak ada ganjaran bagi haji mabrur, kecuali surga”
Hadits lengkapnya dalam Sunan at-Tirmidzi berbunyi demikian:
“Ikatkanlah antara haji dan umrah, karena keduanya menghapuskan dosa, sebagaimana las menghapus kototran besi, emas, dan perak. Tidak ada bagi haji yang mabrur kecuali surga. Tidak seorang mukmin pun sepanjang hari berada dalam keadaan berihram kecuali dosa-dosanya terbenam bersama matahari.” (HR. at-Tirmidzi melalui Ibnu Mas’ud).
Dari segi bahasa, kata mabruur terambil dari kata barra, yang memunyai banyak makna, antara lain, “surga, benar, diterima, pemberian, keluasan dalam kebajikan.” Para ulama berbeda pendapat tentang pegertiannya.
Dalam kitab Nayl al-Awthaar, asy-Syawkani mengemukakan pendapat Ibnu Khalawayh bahwa haji mabrur adalah yang diterima Allah (maqbuul). Ulama lain berpendapat bahwa haji mabrur adalah “haji yang tidak dinodai oleh dosa”. Pendapat ini dipilih dan dikuatkan oleh an-Nawawi. Imam Ahmad dan al-Hakim meriwayatkan dari sahabat Nabi, Jabir, bahwa para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Apakah haji mabrur itu?” Beliau menjawab, “Memberi pangan dan menyebarluaskan kedamaian.” Tetapi hadits ini dinilai lemah oleh beberapa ulama. Seandainya dipandang shahih, pengertian haji mabrur tidak memerlukan penjelasan lain lagi. Al-Qurthubi mengemukakan bahwa pendapat-pendapat tentang pengertian haji mabrur saling berdekatan makna.
Kesimpulannya, haji mabrur adalah “haji yang sempurna hukum-hukumnya sehingga terlaksana secara sempurna sebagaimana yang dituntut.” Kalau kesimpulan itu diterima, maka harus diingat bahwa di balik hukum-hukum itu ada makna yang dalam yang harus dihayati oleh seorang haji. Sebab, seperti ditulis oleh Prof. Abdul Halim Mahmud, mantan pemimpin tertinggi Universitas al-Azhar, “Haji merupakan kumpulan yang sangat indah dari simbol-simbol keruhanian, yang menantarkan seorang Muslim -bila dilaksanakan dalam bentuk dan caranya yang benar- masuk dalam lingkungan Ilahi,” dan ketika itu, pastilah seluruh aktivitasnya sejalan dengan apa yang dikehendaki oleh Allah sehingga hajinya mabrur, yakni benar, diterima, dan dia tidak segan memberi dan akhirnya dia memeroleh surga.
Demikian, wallahu a’lam.
Sumber: M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui, h. 223-224