Oleh: Ayang Utriza Yakin, DEA., Ph. D. (Profil)
MA Hukum Islam (Visiting Student) di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Kairo (2001-2002)/Visiting Research Fellow di Oxford Centre for Islamic Studies (OXCIS), University of Oxford, Inggris (2012)/Visiting Fellow di Islamic Legal Studies Program (ILSP), Harvard Law School, Harvard University, Amerika Serikat (2013)/Postdoctoral Fellow di University of Louvain, Belgium (2016-2020)/Wakil Ketua LTM-PBNU (2015-2020)/Direktur Indonesian Sharia Watch
Di dalam FIKIH (Hukum Islam), zina masuk dalam jinâyah (pidana) yang hukumannya (hudûd) ditentukan oleh Alquran atau Hadis: bagi yang sdh menikah dirajam (Sahîh al-Bukhârî no. 6430 Sahîh Muslim, no. 1690-1691) dan bagi bujang dicambuk 100x (QS.24:2) (lihat al-Šâfi’i, al-Umm, v.6, h.133, h.154-155, al-Sarahsî, al-Mabsût, v.9, h.39, al-Tanûkhî, al-Mudawwanah, v. 11, h.62; Ibn Qudâmah, al-Mughni, v.10, h.120-121.
PEMBUKTIAN pidana ZINA ada dua:
(1.) Empat saksi yang melihat perbuatan tersebut dengan mata kepala sendiri masuknya zakar ke farji seperti masuknya pena ke tinta (ember ke sumur). Jika tidak, maka kena pidana qazaf dengan hukuman 80x cambuk (QS.24:4).
(2.) Pengakuan diri sendiri.
Tetapi, MESIR tidak menerapkan hukum pembuktian 4 saksi u/pidana zina, karena beberapa hal.
1. Hukum pidana Mesir terpengaruh oleh hukum pidana Prancis.
2. Penerapan pembuktian pidana zina itu tidak mungkin. Bagaimana mungkin ada 4 orang menyaksikan zina, kalau bukan mereka menyetujuinya?
Para fukaha membahas bahwa penetapan 4 orang itu justru u/ mempersulit pengadilan menerapkan hukuman pidana zina. Ada kaedah “hindarilah hukuman hudud, jika ada sesuatu yang meragukan (syubhat).” Harus diingat, sumber utama hukum Mesir adalah SYARIAH (UUD Mesir pasal 2). Tampaknya MESIR melakukan reformasi hukum soal pembuktian pidana zina.
Ini dapat dilihat dari kasus yang saya temukan saat penelitian di Lausanne, Swiss, berupa keputusan MA Mesir tertanggal 24 Februari 2015.
لا يلزم في التلبس بالزنا ان يشاهد الزاني اثناء ارتكاب بل يكفي لقيامه ان يثبت الزوجة و شريكها قد شوهد في ظروف تنبئ بذاتها و بطريقة لا تدع مجالا للشك قي ان جريمة الزنا قد ارتكبت فعلا
Zina di Indonesia juga bagian dari hukum pidana, tapi hanya mengatur mereka yang sudah nikah (pasal 284), tapi kalau zina atas dasar suka-sama suka, pun tidak kena pidana, makanya masuk ke dalam delik aduan.
Dalam hukum keluarga, ZINA adalah salah satu alasan dibolehkannya mengajukan cerai (baik cerai talak maupun cerai gugat), pasal. 116 KHI/1991 dan pasal. 19/PP 1975. Jadi, kalau suami atau isteri berzina, pasangannya boleh mengajukan cerai ke PA untuk bercerai.
Menariknya, pembuktian kasus cerai di Pengadilan Agama itu 2 saksi atau barang bukti lainnya yang diterima oleh pengadilan sesuai dengan hukum acara perdata yang digunakan juga di PA. Bagaimana dengan pembuktian ZINA kasus cerai di PA ?
Ajibnya, salah satu kasus yg saya kaji, yaitu keputusan dari PA Tigaraksa Tangerang, para hakim masih menganut pandangan fikih klasik, yaitu 4 orang saksi. Tentu saja hal ini tidak mungkin. Akhirnya, permintaan cerai dari seorang istri ditolak karena ketidakcukupan bukti.
Saya antusias (baca: marah) sekali saat mendiskusikannya di kelas di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. Bagaimana tidak marah ? Sang istri sudah membawa bukti foto-foto saat suami berzina dengan PSK. Bahkan, sang istri punya video saat suami merekam adegan zina dengan PSK tersebut. Semua bukti foto dan video disodorkan ke hakim dan diperlihatkan. Tapi, hakim menolak! Dengan alasan, itu kan foto dan video, dan untuk kasus zina harus ada 4 saksi! Karena dikuatirkan foto dan video itu bukan suamianya dan seterusnya! Hah? Bukankah hakim bisa memanggil ahli IT untuk membuktikan jika foto dan video itu asli atau suntingan? Tapi, hakim tampaknya hanya melihat taat prosedural. Sang istri harus kembali ke suami yang ia sudah merasa « jijik » krn sudah mengkhianti cintanya dan tentu melanggar hukum Allah dan Rasulullah.
Apa pelajaran yang dipetik dari ini? Pengadilan Agama melalui Mahkamah Agung dan DPR harus mengubah dan memperbaiki hukum acara di PA. Pembuktian zina tidak lagi harus 4 orang, karena sekarang sudah ada CCTV, Ponsel cerdas, video, foto dstnya yang kebenarannya teruji. Ayo, Pengadilan Agama, MA, DPR, para kyai di pesantren, para dosen di UIN/IAIN/STAIN, ajukan draf pembaharuan UUPA, KHI, PP yang mengatur hukum keluarga, sekaligus hukum acaranya. Harus ada pembenahan Pengadilan Agama agar lebih memihak pada perempuan dan ramah jender. Wallahu a’lam.
Sumber: https://www.facebook.com/autriza/posts/3391522370873719
https://afsgsdsdbfdshdfhdfncvngcjgfjghvghcgvv.com
https://afsgsdsdbfdshdfhdfncvngcjgfjghvghcgvv.com