Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)
Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ
Pertanyaan:
Dapatkah dikatakan bahwa anjing tidak haram dimakan berdasarkan QS. al-An’am ayat 145 dan firman-Nya dalam QS. al-Ma’idah ayat 87? Jika demikian, mengapa ada ulama yang mengharamkannya?
Jawaban:
Ayat 145 surah al-An’am menyatakan,
Katakanlah tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang-orag yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi. Karena, sesungguhnya, semua itu rijs (kotor) atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Jika kita hanya berpegang pada ayat al-Qur’an di atas, jelas bahwa anjing tidak termasuk binatang yang diharamkan untuk dimakan, apalagi QS. al-An’am/6: 145 ini hanya menggarisbawahi haramnya dimakan empat hal, dan bahkan memerintahkan kepada Nabi saw. untuk menyampaikan, Tidaklah aku peroleh dari wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali…
Namun demikian, ulama berpendapat bahwa anjing haram dimakan karena ayat tersebut turun di Mekkah, sebelum semua larangan ditetapkan Allah. Juga karena ayat tersebut turun bukan dalam konteks menetapkan semua makanan ataupun minuman yang haram, melainkan dalam konteks membantah anggapan orang-orang musyrik ketika itu.
Di atas terbaca bahwa ketika dinyatakan keharaman babi, dikemukakan sebabnya bahwa ia merupakan rijs. Ini berarti semua yang memiliki sifat demikian tentu termasuk yang haram. Nah, di sinilah kita bertemu dengan sekian banyak hadis Nabi saw. yang melarang memakan binatang-binatang tertentu, yakni antara lain yang bertaring seperti anjing, serigala, dan harimau, serta burung yang bercakar. Demikian juga binatang yang dapat hidup di darat dan di laut. Demikianlah sunnah Nabi saw. berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah swt. karena Allah sendiri yang menegaskan dan menugaskan Nabi saw. untuk menjelaskan sesuai firman-Nya,
Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an agar engkau jelaskan kepada manusia apa yang diturunkan buat mereka (QS. an Nahl/16: 44)
Ketika para ulama mengharamkan anjing, maka pengharaman tersebut bukan bersumber dari diri mereka, melainkan bersumber dari pemahaman mereka akan sanda Nabi saw. yang harus ditaati sesuai dengan perintah Allah swt. Dengan demikian, hadis tersebut tidak bertentangan dengan ayat mana pun dalam al-Qur’an, termasuk surah al-Ma’idah ayat 3 atau lainnya.
Ayat 87 surah al-Ma’idah tidak ditujukan kecuali kepada yang mengharamkan apa yang baik dan dihalalkan Allah. Bukankah ayat tersebut menyatakan, Janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu. Anjing tidak pernah dihalalkan Allah, dan tidak pula termasuk “apa-apa yang baik untuk dimakan”. Oleh karena itulah wajar jika pesuruh-Nya mengharamkannya, serta mengharamkan semua binatang buas atau bertaring.
Demikian, wallahu a’lam.
Sumber: M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui, h. 815-816.