Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)
Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ
Pertanyaan:
Benarkah orang muslim tidak dibenarkan mengikat anjing di pintu rumahnya karena rumah tersebut pasti tidak akan dimasuki malaikat. Saya bingung, bukankah malaikat makhluk gaib dan tidak mesti masuk ke rumah melalui pintu. Kalau anjing dipelihara dengan maksud untuk menjaga, atau untuk hiburan, apakah malaikat tetapi tidak mampir?
Jawaban:
Rasul saw. menantikan kehadiran Malaikat Jibril membawa wahyu Ilahi, namun tidak kunjung datang, sampai-sampai ada yang berkata bahwa “Muhammad telah ditinggalkan oleh Tuhannya.” Akan tetapi, tidak lama kemudian Malaikat turun membawa surah adh-Dhuha. Ketika Nabi bertanya kepada Malaikat Jibril sebab ketidak-hadirannya, Malaikat agng itu menjawab, “Kami tidak masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing atau patung”.
Hadis ini dinilai lemah, dan karena itu, tidak sedikit ulama yang membolehkan anjing masuk ke rumah. Namun perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan “masuknya malaikat ke rumah” adalah masuknya mereka membawa rahmat, sehingga seandainya pun hadis tersebut dinilai sahih, maka kebingungan Anda bukan pada tempatnya.
Untuk diketahui pula bahwa setiap saat malaikat menyertai kita di mana pun kita berada, baik dalam keadaan taat kepada Allah maupun tidak taat. Keberadaannya pada saat tidak taat adalah menyaksikan dan mencatat aktivitas manusia. Hanya dalam beberapa kondisi saja malaikat tidak menyertai manusia, antara lain pada saat dia ke kamar kecil dan berhubungan seks.
Ada juga hadis yang menyatakan bahwa, “Nabi saw. diundang ke rumah si A, dan beliau tidak datang. Kemudian saat diundang ke rumah si B, beliau datang. Saat beliau ditanya soal itu, Nabi saw. bersabda, “Di rumah si A ada anjing.” Kepada beliau pun disampaikan lagi bahwa di rumah si B juga ada kucing. Beliau menjawab, “Sesungguhnya kucing tidak najis”.
Kalau demikian itu halnya, maka yang dikemukakan Rasul saw. adalah persoalan najis tidaknya anjing. Dalam hal ini, sekali lagi, ditemukan aneka pendapat. Mazhab Abu Hanifah menilai bahwa anjing tidak najis, karena anjing dapat dimanfaatkan untuk menjaga dan berburu. Hanya mulut anjing atau air liur dan kotorannyalah yang najis.
Mazhab Imam Malik amat longgar. Anjing menurut mereka tidak najis, baik anjing yang dijadikan penjaga maupun penuntun ternak dan pemburu. Yang najis hanya bejana yang berisi air, kalau anjing memasukkan lidahnya dan menggerakkannya. Ketika itu, kita dituntut dan dituntun untuk membuang air tersebut dan mencuci bejananya sebanyak tujtuh kali, dan salah satunya dengan tanah. Apabila kaki atau anggota badannya yang lain yang menyentuh bejana yang berisi air itu, maka ia tidak najis, dan tidak perlu dicuci salah satunya dengan tanah.
Nah, dari sinilah kita biasa melihat adanya anjing di rumah-rumah yang pemiliknya menganut pendapat tersebut baik anjing untuk penjaga maupun untuk kepentingan lainnya.
Demikian, wallahu a’lam.
Sumber: M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui, h. 499-500.