Panrita.id

Berdoa dan Membacakan Al-Qur’an untuk Orang yang Wafat

Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)

Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ

Pertanyaan:

Bagaimana sebenarnya persoalan berdoa dan membacakan ayat-ayat al-Qur’an untuk yang telah wafat? Apakah ada manfaatnya?

Jawaban:

Berdoa untuk kaum muslim yang hidup atau yang sudah wafat adalah anjuran agama. Membaca al-Qur’an juga merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan. Hanya saja, terdapat perbedaan paham di kalangan para ulama ihwal bermanfaat atau tidaknya bacaan itu bagi orang yang telah wafat.

Memang, dalam kitab-kitab hadis standar, ditemukan hadis-hadis yang menganjurkan pembacaan al-Qur’an bagi orang yang akan atau telah wafat. Misalnya, Abu Dawud meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Ma’qil bin Yasaar, menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda, “Bacalah surah Yasin untuk orang-orang yang (akan atau sudah) mati (dari kaum muslim).”

Nilai kesahihan hadis ini dan semacamnya diperselisihkan. Namun, di kalangan para ulama hadis, dikenal kaidah yang menyatakan bahwa hadis-hadis yang tidak terlalu lemah dapat diamalkan, khususnya dalam bidang berbagai keutamaan (fadha’il).

Dalam konteks pertanyaan anda, sebagian ulama menyatakan bahwa membaca al-Qur’an, pada dasarnya dibenarkan, kapan dan dimanapun. Sekalipun hadis di atas lemah, atau bahkan tidak ada sama sekali, tidak ada halangan untuk membaca ayat-ayat al-Qur’an bagi orang yang akan atau sudah wafat.

Yang diperselisihkan oleh para ulama adalah apakah ganjaran bacaan itu dapat diperoleh oleh almarhum atau tidak.

Dalam bukunya berjudul Yas’alunaka, Syekh Muhammad asy-Syarabashi mengutip pendapat al-Qarafi dalam kitab al-Furuuq bahwa kebajikan yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang telah wafat mencakup 3 kategori:

Pertama, disepakati tidak bermanfaat, seperti keimanan seseorang yang ingin diberikan ganjarannya kepada orang lain;

Kedua, disepakati bermanfaat, seperti sedekah; dan

Ketiga, diperselisihkan apakah bermanfaat atau tidak, seperti menghajikan, berpuasa, dan membaca al-Qur’an untuknya.

Pada dasarnya, Mazhab Imam Syafi’i menilai bahwa pahalanya tidak bermanfaat bagi orang yang telah wafat. Sementara Mazhab Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa pahalanya dapat diterima oleh orang yang telah wafat. Imam al-Qarafi yang bermazhab Maliki ini menutup keterangannya dengan mengatakan:

“Persoalan ini, walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu, hal itu benar-benar dapat diterima oleh orang yang telah wafat, karena yang demikian itu berada di luar jangkauan pengetahuan kita. Perbedaan pendapat terjadi bukan pada hukum boleh-tidaknya, melainkan pada kenyataan sampai-tidaknya pahala bacaan itu kepada orang yang telah wafat. Demikian, wallahu a’lam.

Sumber: M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 267-268.