Dari Khauf ke Khasya
Oleh: Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA (Profil)
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta/Guru Besar Tafsir UIN Syarif Hidayatullah/Rektor Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an
ALLAH SWT di dalam Alquran selalu konsisten di dalam menggunakan istilah.
Bahasa Arab merupakan bahasa yang sangat kaya dengan kosakata (mufradat). Itulah sebabnya ada kesulitan di dalam menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa apa pun.
Bahasa Arabnya ‘cinta’ ada 14 kosakata, mulai cinta monyet sampai pada cinta Ilahi. Akan tetapi, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia semuanya bisa diartikan dengan cinta.
Contoh lain, kata ‘jika’ padanannya di dalam bahasa Arab ada tiga kosakata, yaitu idza, lau, dan in. Jika suatu keadaan yang digambarkan 99,9% kemungkinannya akan terjadi, digunakan kata idza.
Sebaliknya, jika suatu keadaan 99,9% kemungkinannya tidak akan terjadi, digunakan kata lau. Jika separuh-separuh kemungkinannya akan terjadi, digunakan kata in. Contoh lain, duduk yang tadinya berdiri kosakata Arabnya jalasa dan duduk yang tadinya tidur kosakata Arabnya qa’ada. Kata jalasa dan qa’ada keduanya diindonesiakan dengan kata duduk.
Kata khauf yang berasal dari akar kata khafa berarti takut, tetapi objek yang ditakuti itu ialah makhluk seperti harimau, ular, tsunami, gempa bumi, hantu, dan lain-lain.
Contoh penggunaannya di dalam Alquran ialah: “Berkata Yakub; “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedangkan kamu lengah daripadanya.” (QS Yusuf/12:13).
Objek yang ditakuti dalam ayat tersebut ialah serigala. Karena itu, digunakan kata khauf (inni akhafu). Contoh lain, “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, ‘Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.’ Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (QS Al-A’raf/7:59).
Ayat ini menggunakan kata khauf (Inni akhafu ‘alaikum), karena yang menjadi objek ketakutan ialah makhluk, yakni neraka. Sementara itu, kata khasyyah berasal dari akar kata khasya berarti takut, tetapi objek yang ditakuti itu ialah Sang Khalik, Allah SWT, seperti dinyatakan di dalam Alquran: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Fathir/35:28).
Objek yang ditakuti dalam ayat ini ialah Allah SWT. Karena itu, digunakan kata walyakhsya. Contoh lain: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah.” (QS Al-Taubah/9:18). Ayat ini juga menggunakan kata khasya untuk Allah SWT.
Perbedaan kedua kosakata itu juga mengisyaratkan perbedaan sikap. Jika ingin selamat dari objek yang ditakuti dalam kata khauf, kita harus menjauhi objek itu. Misalnya, jika kita ingin selamat dari terkaman harimau atau tergulung tsunami, kita harus menjauhi objek itu.
Semakin kita dekat, semakin kita berada dalam bahaya Sebaliknya, jika ingin selamat dari objek yang ditakuti dalam kata khasyyah, kita harus mendekati objek yang ditakuti itu. Jika kita menjauhi Tuhan, pasti akan celaka. Semakin kita dekat kepada Tuhan sebagai objek yang ditakuti (khasya), semakin aman. Tegasnya jika ingin selamat dari objek yang ditakuti (makhluk), jauhi objek itu. Jika ingin selamat dari objek yang ditakuti (Khaliq), dekati objek itu.
Banyak di antara kita belum cerdas mencari penyelamatan diri dari objek yang ditakuti. Jika ingin selamat dari siksa neraka, jauhilah hal-hal yang dilarang agama, seperti zina, pembunuhan, korupsi, dan penzaliman. Kita akan selamat dari siksa neraka. Sebaliknya, jika mendambakan surga, kita harus mendekati sedekat-dekatnya Allah SWT sebagai objek yang ditakuti. Allahu A’lam.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/107415-dari-khauf-ke-khasya