Panrita.id

Witir Dua Kali dalam Satu Malam

Oleh: Allahu Yarham Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (Profil)

Penerima Sanad Shahih Bukhari dan Shahih Muslim/Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4/Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr.wb.

Pak Kiyai yang terhormat,

Dalam sebuah hadis, saya dapati anjuran melaksanakan shalat witir sebelum tidur. Dalam hadis lain saya dapati perintah menjadikan witir sebagai akhir shalat malam kita. Jika saya telah melaksanakan shalat witir sebelum tidur dan ketika bangun malam saya hendak melaksanakan shalat malam, apakah saya harus shalat witir lagi? Atas jawabannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Jawaban:

Wa’alaikum salam wr.wb.

Hadis yang anda maksudkan tentang anjuran melaksanakan shalat witir sebelum tidur, itu diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah. Ia berkata,

أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ: صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ

Rasulullah SAW berpesan padaku tiga perkara yang tidak akan aku tinggalkan sampai aku mati; (yaitu) puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan tidur setelah shalat witir.

Sedang hadis yang anda maksudkan tentang perintah melaksanakan shalat witir sebagai penutup shalat malam, itu antara lain diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari Abdullah bin ‘Umar ra.

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

Jadikanlah shalat witir sebagai akhir (penutup) shalat malam kalian.

Dari kedua hadis di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kita boleh melaksanakan salat witir di awal malam sebelum tidur atau di akhir malam sebagai penutup shalat malam kita. Ini sesuai ajaran Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah ra.,

مَنْ خَافَ أَنْ لَا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ، فَإِنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ، وَذَلِكَ أَفْضَلُ

Siapa khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, maka hendaknya ia melaksanakan shalat witir di awal malam. Siapa merasa mampu bangun di akhir malam, maka hendaknya ia melaksanakan shalat witir di akhir malam, karena shalat akhir malam itu disaksikan malaikat. Dan yang demikian lebih baik.

Nabi Muhammad Saw sendiri terkadang melaksanakan shalat witir pada awal malam, pertengahan malam, dan seringkali pada akhir malam sebagai penutup shalat malam, ini keterangan Ali bin Abi Thalib, sebagaimana terdapat dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal.

Imam Abu Dawud meriwayatkan hadis dari Abu Qatadah. Rasulullah Saw bertanya pada Abu Bakar, kapan engkau melaksanakan shalat witir?. Abu Bakar menjawab, ia melaksanakan shalat witir pada awal malam. Lalu Rasulullah Saw menanyakan hal sama pada Umar bin Khattab, Umar menjawab dirinya shalat witir pada akhir malam. Rasulullah Saw lantas bersabda,

  لِأَبِي بَكْرٍ أَخَذَ هَذَا بِالْحَزْمِ وَقَالَ لِعُمَرَ أَخَذَ هَذَا بِالْقُوَّةِ

(Nabi berkata) kepada Abu Bakar, “ia melaksanakan shalat witir dengan kebijaksanaan. Dan kepada Umar bin Khattab Nabi Saw berkata: Ia melaksanakannya dengan kekuatan.”

Anda bertanya, andaikan anda telah melaksanakan shalat witir sebelum tidur, kemudian pada malam harinya anda hendak melaksanakan shalat malam, apakah anda masih dianjurkan menutup shalat malam dengan witir? jika anda melaksanakan witir lagi pada akhir shalat malam sebagai penutup, maka anda telah melaksanakan perintah Rasulullah Saw, namun anda telah “menggenapkan” shalat witir anda. Berarti anda melaksanakannya dua kali. Sebaliknya ketika anda tidak melaksanakan witir di akhir shalat malam, maka anda tetap menjaga witir, tapi tidak melaksanakan perintah Rasulullah Saw untuk menutup ibadah shalat malam dengan witir.

Imam Ibn Qudamah dalam kitab al-Mughny (II/597-599) menerangkan, orang yang telah melaksanakan witir pada awal malam, lalu bangun malam dan hendak melaksanakan shalat malam, maka disunnahkan baginya melaksanakan shalat sunat dua rakaat, tanpa membatalkan witirnya. Artinya ia tidak usah melaksanakan shalat witir di awal ibadah shalat malamnya, dan tidak usah melaksanakan shalat witir lagi di akhir shalat malamnya sebagai penutup.

Pendapat ini dipegang banyak sahabat seperti Abu Bakar, Ammar bin Yassir, Sa’ad bin Abi Waqash, Abu Hurairah, Ibn Abbas, dan ‘Aisyah. Ulama banyak juga yang berpendapat demikian, seperti Imam Malik bin Anas, Imam al-Hasan al-Bashri, Imam ‘Alqamah, Imam Said bin al-Musayyab, Imam al-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Tsaur, Imam Al-Auza’iy, dan Imam Qadhi ‘Iyadh.

Imam al-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Thalq bin Ali, Rasulullah Saw bersabda,

لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ

Tidak ada dua witir dalam satu malam

Abu Bakar pernah berkata, “Sungguh aku tidur dan ketika aku terbangun, maka aku shalat dengan (raka’at) genap sehingga masuk waktu shubuh.” (al-Mughny II/ 598). ‘Ammar bin Yasir juga berkata demikian (Tuhfah al-Ahwadzy II/470).

Ali bin Abi Thalib, Usamah, Umar bin al-Khattab, Usman bin ‘Affan, Ibn Umar, Ibn Abbas, dan Ibn Mas’ud, serta beberapa ulama seperti Imam Ishaq berpendapat, orang tersebut hendaknya memulai shalat malamnya dengan satu rakaat guna menggenapkan shalat witir yang telah di laksanakannya pada awal malam. Kemudian ia shalat malam dua rakaat dua rakaat dan menutupnya dengan witir. Pendapat ini berpegang pada sabda Rasulullah Saw, jadikanlah shalat witir sebagai penutup shalat malam kalian.

Ibn Abbas pernah berkata, jika seorang telah melaksanakan shalat witir pada awal malamnya, kemudian ia hendak melaksanakan shalat (tahajud) maka hendanya ia menggenapkan witirnya (dengan memulai shalatnya satu rakaat), kemudian ia melaksanakan shalat sunnah sebanyak yang ia hendaki, untuk kemudian menutupnya dengan witir. (Tuhfah al-Ahwadzy II/469). Ibn Umar juga melaksanakan hal sama.

Tentang perbedaan ini, Aisyah berkata, orang-orang yang membatalkan witirnya adalah orang-orang yang bermain-main dengan shalatnya. Hal senada diriwayatkan Ibn Abbas. Saat diberitahu Ibn Umar menggenapkan witirnya, Ibn Abbas tidak menyalahkannya. Beliau berkata, sesungguhnya Ibn Umar melaksanakan shalat witir sebanyak tiga kali dalam satu malam. (Tuhfah al-Ahwadzy II/470).

Dari sini saya berpendapat, kita boleh melaksanakan penggenapan witir, yaitu memulai shalat malam satu rakaat, kemudian melaksanakan shalat malam dua rakaat, dan mengakhirinya dengan witir. Demikian juga kita dibenarkan tidak melaksanakan penggenapan witir, dan yang demikian itu bukan berarti kita tidak mematuhi perintah Rasulullah Saw.

Bapak dapat melaksanakan salah satu dari dua pendapat di atas, sesuai pilihan bapak.

Demikian jawaban saya, semoga benar adanya. Wa Allahu a’lam.

Sumber: Ali Mustafa Ya’qub, Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal (Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. V; 2008)Edisi kedua, hal 295-299.