Panrita.id

Perbedaan Zakat, Infak dan Sedekah

Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)

Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ

ZIS adalah akronim dari zakat, infak dan sedekah. Ketiga kata ini dikenal oleh bahasa Arab sebelum turunnya al-Qur’an dengan makna-makna tertentu. Tetapi, perlu digarisbawahi hakikat yang menyatakan bahwa “bahasa” adalah sesuatu “yang hidup”. Karena itu, selain bisa muncul atau lahir yang baru, kata-kata yang lama pun dapat mati atau tidak digunakan lagi. Kata-kata bisa juga berkembang. Karena itu, maknanya dapat berubah, meluas atau menyempit.

Al-Qur’an dan Hadis Nabi tidak jarang menggunakan satu kata dengan makna “baru” yang kurang dikenal sebelumnya oleh pemakai bahasa itu. Di sisi lain, pemakaian sehari-hari dan penggunaan istilah dalam berbagai bidang ilmu melahirkan pula makna-makna baru yang agak berbeda dari makna yang digunakan al-Qur’an dan Hadis Nabi. Kata-kata itu misalnya, adalah “ibadah”, “ulama”,”kafir” dan sebagainya.

Sementara itu, di kalangan para pakar, dikenal -paling tidak- tiga istilah: apa yang disebut pengertian kebahasaan, pengertian agama, dan pengertian sehari-hari (‘urf).

Kata “infak” terambil dari kata berbahasa Arab infaaq, yang -menurut penggunaan bahasa- berarti “berlalu, hilang,  tidak ada lagi” dengan berbagai sebab: kematian, kepunahan, penjualan, dan sebagainya. Atas dasar ini, al-Qur’an menggunakan kata infaaq, dalam berbagai bentuknya -bukan hanya dalam harta benda, tetapi juga selainnya. Dari sini dapat dipahami mengapa ada ayat-ayat al-Qur’an yang secara tegas menyebut kata “harta” setelah kata infaaq. Misalnya, surah al-Baqarah ayat 262. Selain itu, ada juga ayat yang tidak menggandengkan kata infaq dengan kata “harta”, sehingga ia mencakup segala macam rezeki Allah yang diperoleh manusia dan yang dapat digunakan. Misalnya, antara lain, surah al-Ra’d ayat 22 dan surah al-Furqan ayat 67.

Kata infaaq digunakan bukan hanya menyangkut sesuatu yang wajib, tetapi mencakup segala macam pengeluaran atau nafkah. Bahkan, kata itu digunakan untuk pengeluaran yang tidak ikhlas sekalipun. Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 262 dan 265, surah al-Anfal ayat 36, dan surah at-Taubah ayat 54 merupakan sebagian ayat yang dapat menjadi contoh keterangan di atas.

Dari sini dapat dikatakan bahwa kata infaaq mencakup segala macam pengeluaran (nafkah) yang dikeluarkan seseorang, baik wajib maupun sunnah, untuk dirinya, keluarga, ataupun orang lain, secara ikhlas atau tidak. Dan dengan demikian, zakat dan sedekah termasuk dalam kategori infaaq.

Dari segi bahasa, “zakat” berarti “penyucian” atau “pengembangan”. Pengeluaran harta, bila dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan agama, dapat menyucikan harta dan jiwa yang mengeluarkannya serta mengembangkannya. Al-Qur’an dan hadis sering menggunakan kata ini dalam arti “pengeluaran kadar tertentu dari harta benda yang sifatnya wajib dan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu”. Karenanya, pengeluaran itu harus disertai dengan kesungguhan dan keikhlasan.

“Sedekah” terambil dari akar kata yang berarti “kesungguhan dan kebenaran”. al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 5 kali dalam bentuk tunggal dan 7 kali dalam bentuk jamak -kesemuanya dalam konteks pengeluaran harta benda secara ikhlas (bandingkan dengan infaaq). Tetapi, kata “sedekah” tidak hanya digunakan untuk pengeluaran harta yang bersifa anjuran atau sunnah, tetapi juga untuk yang wajib. Surah at-Taubah ayat 103 memerintahkan Nabi saw. mengambil zakat harta dari mereka yang memenuhi syarat-syarat, demikian juga surah at-Taubah ayat 60 yang berbicara tentang mereka yang berhak menerima zakat dengan menggunakan kata “sedekah” dalam arti zakat wajib.

Dalam pemakaian sehari-hari, kata “zakat” digunakan khusus untuk pengeluaran harta yang sifatnya wajib (fitrah, mal, pertanian, perdagangan dan sebagainya). “Sedekah” digunakan untuk pengeluaran harta yang sifatnya sunnah. Sementara itu, infaaq mencakup segala macam pengeluaran: harta atau bukan, yang wajib atau yang bukan, secara ikhlas atau dengan pamrih.

Sumber: M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 189-191