Puasa Umat Sebelum Kenabian Muhammad
Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)
Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ
Pertanyaan:
Bisa dijelaskan apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an bahwa “Sesungguhnya puasa itu diwajibkan sebelum kamu?”
Jawaban:
Dalam QS. al-Baqarah/2: 182, Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Di sini, Allah mengajak orang-orang yang beriman agar melaksanakan puasa. Dengan menyatakan bahwa puasa adalah suatu kewajiban yang mudah dilaksanakan lagi dibutuhkan oleh manusia.
Kata “diwajibkan” yang digunakan oleh ayat di atas berbentuk pasif, yakni tidak menyebut siapa yang mewajibkannya. Ini mengisyaratkan bahwa sebenarnya berpuasa adalah satu kegiatan yang sangat baik, sehingga siapa pun yang memahami hakikat dan tujuannya, pastilah ia akan meyakinkannya.
Boleh jadi, kewajiban itu diletakkan oleh pemuka suatu agama, atau pemimpin satu kelompok, bahkan boleh jadi juga seseorang atas dirinya sendiri. Bukankah puasa sedemikian istimewa sampai-sampai Nabi Muhammad saw. bersabda: “Seandainya umatku mengetahui keistimewaan yang terdapat dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar sepanjang tahun adalah Ramadhan.”
Bukankah dewasa ini Anda melihat sekian banyak orang berpuasa/menahan diri tidak makan dan minum dengan aneka tujuan, seperti untuk menjaga kesehatan, mengurangi atau menjaga berat badan, melakukan protes, dan lain-lain sebagainya. Semua itu menunjukkan bahwa manusia akan berpuasa kendati bukan Allah yang mewajibkannya. Setelah mengisyaratkan makna itu melalui kata “diwajibkan“, ayat di atas melanjutkan dengan menyatakan “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu“. Frasa ini, bertujuan mengisyaratkan bahwa kewajiban puasa itu, bukan khusus untuk umat Islam, tetapi telah dilakukan pula oleh umat-umat yang lalu, sehingga tidak ada alasan atau dalih untuk menyatakan berat dilakukan.
Para pakar menyatakan bahwa para penganut agama sejak dahulu hingga kini mengenal ibadah puasa, walaupun jumlah hari dan cara berpuasanya berbeda-beda. Pakar-pakar perbandingan agama menyebutkan bahwa orang-orang Mesir kuno pun -sebelum mereka mengenal agama samawi- telah mengenal puasa. Dari mereka praktik puasa beralih kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Puasa juga dikenal dalam agama-agama penyembah bintang. Agama Buddha, Yahudi, dan Kristen demikian juga.
Ibnu an-Nadim dalam bukunya al-Farasat menyebutkan, agama para penyembah bintang mengharuskan berpuasa 30 hari setahun, adapula puasa sunnah sebanyak 16 hari, dan juga ada yang 27 hari. Puasa mereka sebagai penghormatan kepada bulan, juga kepada bintang Mars yang mereka percayai sebagai bintang nasib, dan juga kepada matahari.
Orang Yahudi mengenal puasa selama 40 hari, bahkan dikenal beberapa macam puasa yang dianjurkan bagi penganut-penganut agama ini, khususnya untuk mengenang nabi-nabi atau peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka. Dalam ajaran Kristen dan Buddha pun puasa dikenal.
Penutup ayat di atas menegaskan bahwa puasa yang diwajibkan itu, pada hakikatnya adalah untuk kemaslahatan pelakunya sendiri, yakni agar mereka bertakwa dalam arti terhindar dari bencana dan siksa duniawi dan ukhrawi. Demikian, Wallahu A’lam.
Sumber: M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 157-158.