Kelanjutan Iqra’ bi Ism Rabbik
Oleh: Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA (Profil)
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta/Guru Besar Tafsir UIN Syarif Hidayatullah/Rektor Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an
AMAT disayangkan, enam abad masa kejayaan Islam tidak berlangsung lebih lama karena pusat-pusat kerajaan Islam terlalu jauh meninggalkan ruhul Islam.
Lahirlah periode kelima yang ditandai dengan melemahnya pusat-pusat kerajaan Islam dan kebangkitan Eropa di abad XIII.
Periode ini ditandai dengan semakin bangkitnya pemikiran dunia Barat, khususnya Eropa. Buku dan kitab yang baik dari Timur Islam diambil dan diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, khususnya bahasa Inggris, Prancis, dan Spanyol.
Perpecahan dan bahkan perang saudara antara dinasti-dinasti Islam berlangsung di mana-mana. Belum lagi dekadensi moral semakin meluas di dalam masyarakat.
Apa yang terjadi pada masa jahiliyah kembali diadopsi anggota keluarga raja dan kalangan elite bangsa Arab, misalnya tradisi harem (gundik-gundik) yang sudah pernah tidak kedengaran di masa awal Islam kembali marak, khususnya di lingkungan istana.
Malah menurut Fatimah Mernissi, di antara seluruh raja yang pernah berdaulat di Dinasti Bani Abbasiyah, hanya dua yang lahir dari permaisuri sah. Selebihnya berasal dari istri selir raja. Banyak lagi sejarah kelam dunia Islam pada abad kemundurannya ini.
Perlu juga dicatat ialah merosotnya aktivitas ilmu pengetahuan. Pemikiran muktazilah yang menjunjung tinggi pikiran dan logika seolah-olah dipandang sebagai aliran sesat. Akibatnya, aktivitas pemikiran dan ilmu pengetahuan mandeg.
Kebetulan setelah pemikiran mu’tazilah menurun digantikan aktivitas tasawuf, yang lebih menekankan pada aspek rasa dan spiritualitas. Khurafat, bid’ah, dan pemikiran mistik dan spekulatif berkembang cepat dalam dunia Islam.
Pandangan dunia (Islamic world view) berbalik dengan periode-periode sebelumnya. Periode ini betul-betul memalukan bagi dunia Islam. Inilah sejarah peradaban Islam yang kelam.
Teori politik Ibnu Khaldun membagi periode sejarah kerajaan itu jadi empat periode, yakni periode perintis, periode pembangun, periode penikmat, dan periode penghancur. Periode penghancur ini terjadi di dalam abad XIII.
Cepat atau lambatnya siklus Ibnu Khaldun ini tergantung konsisten atau tidaknya para pelaku politik di dalam memerankan peran politiknya.
Alquran meniscayakan perubahan itu sebagaimana diisyaratkan dalam QS Ali ‘Imran/3:140, “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).”
Alquran juga menegaskan bahwa yang punya ajal itu bukan hanya manusia sebagai perorangan. Suatu masyarakat juga punya ajal, likulli ummatin ‘ajal (setiap suatu komunitas itu mempunyai ajal). Dalam ayat lain juga dikatakan, “Apabila ajal tiba, tidak akan ditunda atau dipercepat.”
Dalam periode ini berkembang paham positivisme yang menganggap agama adalah candu bagi masyarakat. Semua bisa diselesaikan dengan sains dan teknologi. Memang mistisisme di Barat bisa diredam, tetapi mempertentangkan ilmu pengetahuan dan agama merupakan kesalahan besar.
Akibat dari berbagai kekecewaan ini muncul kecenderungan baru dalam masyarakat untuk merevisi ulang pandangan hidup dunia Barat yang sedemikian jauh dirasuki pikiran sekularisme. Kecenderungan inilah, menurut Hull, yang menjadi cikal bakal lahirnya periode berikutnya, yaitu periode kebangkitan Islam jilid II.
Kebangkitan Hellenisme jilid II maju cepat termasuk menghidupkan kembali mazhab empirisme Aristoteles dan rasionalisme Plato yang kemudian dikenal New Platonisme. Kedudukan agama pada periode ini mengalami stagnasi.
Satu per satu dunia Islam takluk di bawah kekuasaan penjajah Barat. Dunia Barat hanya mengembangkan sains dan teknologi, tetapi melupakan agama sebagai pembimbingnya.
Mereka baru sadar setelah bom atom meledak di Hirosima dan Nagasaki. Ternyata benar bahwa iqra’ tanpa bi ism Rabbik adalah malapetaka kemanusiaan. Iqra’ tanpa bi Ism Rabbik melahirkan monster berwujud manusia.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/234641-kelanjutan-iqra-bi-ism-rabbik