Panrita.id

Hukum Ziarah Kubur Sebelum Ramadhan dan Idul Fitri

Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)

Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ

Pertanyaan:

Tentang kebiasaan ziarah kubur sebelum Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Apakah itu merupakan keharusan dan dilakukan juga pada masyarakat di Arab sana?

Jawaban:

Ziarah ke kubur pada awal masa Islam dilarang oleh Nabi Muhammad saw., karena ketika itu mereka melakukan hal-hal terlarang dalam Islam, seperti berteriak, memukul badan, dan menangis secara berlebihan. Ada juga sebagian anggota masyarakat mengultuskan kuburan dan meminta sesuatu kepadanya, bukan kepada Allah swt. Tetapi, setelah sahabat-sahabat Nabi saw. memahami bahwa hanya Allah swt. tempat bermohon, dan bahwa bermohon ke kuburan dapat mengakibatkan kemusyrikan, maka Nabi saw. membolehkan ziarah ke kubur. Beliau bersabda: “Aku tadinya melarang kalian ke kubur, kini aku telah diizinkan menziarahi kubur ibuku, maka ziarahilah kubur karena itu mengingatkan kamu kepada akhirat”. (HR. al-Tirmidzi, melalui Buraidah).

Diriwayatkan juga bahwa Rasul saw. seringkali keluar pada akhir malam untuk berziarah ke pekuburan kaum muslim di Baqi (tidak jauh dari Masjid Nabawi di Madinah). Atas dasar ini, mayoritas ulama berpendapat bahwa menziarahi kubur merupakan anjuran atau sunnah, tetapi bukan merupakan keharusan, baik di bulan Ramadhan maupun sesudah atau sebelumnya.

Sementara ulama, seperti Ibn Hazm, mewajibkan menziarahi kubur kalau sekali seumur hidup. Di sisi lain, ada sementara ulama melarang wanita ke kubur berdasar sabda Rasul saw. “Terkutuk wanita-wanita yang menziatrahi kubur”(HR. Ahmad, Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, melalui Abu Hurairah). Di kali lain beliau memerintahkan sebagian wanita berziarah dengan bersabda: Kembalilah membawa dosa bukan membawa ganjarannya.”. Ini agaknya disebabkan karena wanita seringkali tidak dapat menahan emosi sehingga menangis, meronta, dan memukul-mukul pipinya bahkan ada yang pingsan tidak sadarkan diri, lebih-lebih ketika mengantar mayat untuk dikuburkan.

Tetapi ulama lain menyatakan bahwa larangan itu hanya saat proses penguburan, dan itupun jika diduga bahwa mereka tidak dapat menahan emosi. Ini dengan syarat bahwa mereka pergi ke kubur, bukan berdandan atau melakukan hal-hal yang mengundang perhatian. Ini antara lain berdasar riwayat yang menyatakan bahwa istri Nabi saw., ‘Aisyah ra., pernah menziarahi kubur saudara beliau yang bernama Abdurrahman, dan ketika ditanya, ‘Aisyah menjawab: “Memang, tadinya Rasul saw. melarang, tetapi setelah itu beliau bolehkan.”

Di beberapa negara Timur Tengah, seperti misalnya, Mesir, ziarah kubur merupakan tradisi pada hari lebaran. Banyak masyarakat yang melakukannya setelah shalat Idul Fitri. Tetapi ini adalah tradisi, bukan anjuran agama.

Sumber: M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 178-179.