Oleh: Allahu Yarham Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (Profil)
Penerima Sanad Shahih Bukhari dan Shahih Muslim/Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4/Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences
Pertanyaan:
Sebagai seorang pramugari penerbangan internasional, saya sering menjelajahi negara-negara pada bulan Ramadhan, Suatu saat saya makan sahur di Casablanca Maroko, kemudian terbang ke Jeddah Saudi Arabia. Perbedaan waktu antara Maroko dengan Saudi Arabia adalah 3 jam.
Ketika datang waktu Maghrib di Jeddah, saya tidak segera berbuka puasa, karena sahur saya mengikuti waktu Maroko, maka buka puasanya juga tetap mengikuti waktu Maroko. Ternyata orang-orang di Jeddah menegur saya, kata mereka saya salah. Yang benar saya harus berbuka puasa mengikuti waktu Jeddah.
Yang manakah yang benar? apakah mengikuti waktu setempat?
Jawaban:
Insya Allah yang benar adalah anda berbuka puasa mengikuti tempat dimana anda berada yaitu Jeddah. Karena ibadah puasa, shalat, dan haji itu mengikuti waktu setempat.
Sekiranya dibenarkan ibadah puasa itu mengikuti waktu tempat lain, tentu ibadah puasa itu kacau semuanya. Orang di Jakarta, jam 08.00 pagi bulan puasa masih makan dan minum, alasannya di Mekkah masih jam 04.00 pagi, belum terbit fajar shiddiq. Kemudian jam 15.00 sore, ia juga makan lagi. Katanya, di Papua Nugini sana sudah Maghrib. Orang Jakarta harus mengikuti waktu Jakarta, orang Mekkah harus mengikuti waktu Mekkah, dan begitu seterusnya.
Sebagai dalil bahwa masing-masing negeri mengikuti waktu setempat adalah hadis riwayat Imam Muslim dan al-Nasa’i, yang kondang dengan Hadis Kuraib. Kuraib adalah hamba sahaya yang dimerdekakan oleh Sayyidina Abdullah bin Abbas.
Suatu saat, Kuraib diutus untuk pergi ke Syam guna menemui Mu’awiyah. Di Syam umat Islam sudah mulai berpuasa pada hari Jum’at berdasarkan rukyat di Syam, sedangkan di Madinah umat Islam berpuasa mulai hari Sabtu berdasarkan rukyat di Madinah.
Ketika Kuraib pulang ke Madinah, ia bercerita kepada Sayyidina Abdullah bin Abbas tentang ru’yat warga Syam tadi. Kuraib juga bertanya, apakah boleh kita (orang-orang Madinah) menggunakan ru’yat Syam? Sayyidina Abdullah Ibnu Abbas menjawab “Tidak boleh, dan itulah perintah Nabi saw.” Hadisnya adalah:
“Dari Kuraib bahwasanya Ummu al-Fadl binti al-Harits mengutusnya kepada Mu’awiyah di Syam. Kuraib berkata: “Aku tiba di Syam dan aku telah menunaikan tugas yang diberikan Ummu al-Fadl, kemudian tampak hilal Ramadhan dan saya masih di Syam, saya melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian saya pulang ke Madinah pada akhir bulan dan Abdullah bin Abbas ra. bertanya kepadaku mengenai hilal: “Kapan kamu melihat hilal?” Saya jawab: “Aku melihat hilal pada malam Jum’at.” Abdullah bin Abbas ra. bertanya lagi: “Kamu betul melihatnya?” Saya jawab: “Ya, dan masyarakat Syam juga melihat hilal, akhirnya mereka dan juga Muawiyah berpuasa”. Abdullah bin Abbas ra. berkata: “Akan tetapi kami melihat hilal pada malam Sabtu, maka kami tetap berpuasa sampai sempurna 30 hari atau melihat hilal (Syawal).” Saya berkata: “Apakah tidak cukup dengan ru’yah dan puasa Muawiyah?” Abdullah bin Abbas ra. berkata: “Tidak, inilah perintah Nabi saw.” (HR. Muslim)
Imam al-Nawawi (w.676 H) mengomentari Hadis Kuraib ini mengatakan bahwa tiap negeri memiliki ru’yat sendiri. Karenanya, orang Indonesia harus mengikuti ru’yat di Indonesia, sedangkan orang di Saudi Arabia juga harus mengikuti ru’yat di Saudi Arabia. Berdasarkan Hadis Kuraib tadi, orang di Indonesia tidak boleh mengikuti ru’yat di Saudi Arabia, dan orang di Saudi Arabia tidak boleh mengikuti ru’yat di Indonesia.
Dengan kata lain, ibadah puasa, baik memulainya ketika imsak atau berbuka puasa harus mengikuti waktu setempat di mana orang yang berpuasa itu berada.
Ketika mulai puasa ia berada di Maroko, maka ia harus mengikuti waktu Maroko, kecuali apabila setelah sahur atau sebelum berbuka ia pergi ke Saudi Arabia, maka ia harus berbuka mengikuti waktu Saudi Arabia. Ketika berbuka puasa ia berada di Jeddah Saudi Arabia, maka ia pun wajib berbuka puasa mengikuti waktu Jeddah Saudi Arabia. Kecuali apabila ia kemudia pergi ke Indonesia, maka ia berbuka puasa mengikuti waktu Indonesia.
Demikian jawaban kami.Wallahul Muwaffiq
Sumber: Ali Mustafa Ya’qub, Ramadhan bersama Ali Mustafa Ya’qub (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), h. 99-103.
https://afsgsdsdbfdshdfhdfncvngcjgfjghvghcgvv.com