Panrita.id

Bagaimanakah Hukumnya Memandang Lawan Jenis?

Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)

Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ

Tanya:
Bagaimana maksud hadits, “Pandangan pertama adalah nikmat dan pandangan kedua adalah laknat?” Apakah itu berarti jika berbicara dengan lawan jenis kita tidak boleh memandangnya sama sekali? Apakah memandang orang yang kita kagumi/cintai berarti melihat dengan sengaja kepada lawan jenis? Bolehkah orang menjajaki lawan jenis (pacaran) dalam rangka mencari jodoh, seperti mendatangi dan mengobrol dengan perempuan dengan izin orangtuanya?

Jawab:
Sepanjang yang saya ketahui, tidak ada hadits yang menyatakan bahwa “pandangan pertama adalah nikmat dan pandangan kedua adalah laknat”. Hadits yang populer adalah sabda Nabi saw. yang ditujukan kepada Ali bin Abi Thalib, “Janganlah mengikutikan pandangan dengan pandangan, karena pandangan pertama ditoleransi bagimu, dan tidak untuk selainnya” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan at-Tirmidzi melalui Buraidah).

Allah swt. menciptakan manusia dan menghiasinya dengan naluri, antara lain senang kepada lawan jenisnya. Di sisi lain, manusia tidak mungkin dapat hidup sendirian dan tidak mungkin juga memisahkan secara mutlak antara wanita dan pria atau menjauhkan mereka dari yang lain sehingga menjadikan lelaki tidak dapat melihat perempuan atau sebaliknya. Pada zaman Nabi saw. pun, wanita pergi ke luar rumah dan ke pasar, bahkan terlibat dalam peperangan, melayani yang sakit atau yang luka. Oleh karena itu, tidak mungkin ada larangan bagi lelaki memandang perempuan atau sebaliknya. Inilah yang dimaksud dengan pandangan pertama. Adapun pandangan kedua, ulama-ulama berbeda pendapat dalam perinciannya. Mereka bersepakat bahwa kalau pandangan kedua itu adalah pandangan berahi, ia terlarang dan haram. Pandangan kedua semacam ini dinamai “pengantar surat zina”.

Nabi saw. pada musim haji memutar leher putra paman beliau, al-Fadhl Ibnu al-Abbas, karena beliau melihat pemuda itu memandang dengan lama seorang wanita cantik. Ketika ditanya mengapa memutar lehernya, beliau menjawab, “Saya melihat seorang pemuda dan pemudi, saya khawatir setan memperdaya keduanya.” Akan tetapi, bagaimana kalau pandangan kedua atau ketiga dan seterusnya itu tidak disertai dengan syahwat atau tidak dikhawatirkan adanya rangsangan berahi? Menurut hemat saya, itu boleh-boleh saja.

Memandang kepada lawan jenis dalam konteks upaya mengenalnya dengan tujuan kawin, dibenarkan bahkan dianjurkan agama. Bahkan, bercakap-cakap dengan bahasa dan bahasan terhormat, apalagi bila disertai dengan pagar-pagar budaya dan susila yang menjamin tidak terjadinya hal-hal yang melanggar kesopanan juga dapat dibenarkan. “Lihatlah wanita yang hendak kau kawini! Yang demikian itu, lebih menjamin langgengnya perkawinan.” Demikian sabda Nabi saw. yang memerintahkan seorang pria yang bermaksud kawin sebelum melihat calon istrinya.

Sumber:https://alifmagz.com/quran-answer/bagaimanakah-hukumnya-memandang-lawan-jenis/