Panrita.id

Mengkaji Hadis “5 Perbuatan Pembatal Puasa”[Hadis Palsu]

Oleh: Allahu Yarham Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (Profil)

Penerima Sanad Shahih Bukhari dan Shahih Muslim/Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4/Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences

Teks lengkapnya sebagai berikut.
خَمْسُ خِصَالٍ يُفَطِّرْنَ الصَّائِمَ وَيَنْقُضُ الْوُضُوْءَ: اَلْكَذِبُ وَالْغِيْبَةُ وَالنَّمِيْمَةُ وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ.
“Lima hal yang membatalkan orang berpuasa, dan membatalkan wudhu. berbohong, mengumpat, mengadu domba, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan sumpah palsu.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu al-Fath al-Azdi dalam kitabnya al-Dhu’afa’ wa al-Matrukin dan al-Dailami dalam al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab, berasal dari Anas bin Malik.[1] Imam Al-Suyuti menyaakan hadis ini dha’if.[2] Sementara para ahli Hadis lain, seperti Abu Hatim, Ibn al-Jauzi, al-Iraqi dan al-Dzahabi menilai hadis ini palsu.[3] Hadis ini juga terdapat dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din karya al-Ghazali, dan menurut Imam al-Iraqi, pentakhrij hadis-hadis yang terdapat dalam Ihya’ ‘Ulumuddin, Hadis ini palsu.[4]. Juga tercantum dalam kitab Durrah al-Nasihin karya Utsman al-Khubbani, tanpa menyebutkan kualitasnya.[5] Penilaian al-Suyuti ini tidak bertentangan dengan penilaian para ahli hadis yang lain, karena hadis palsu adalah bagian dari hadis dha’if.Kepalsuan hadis ini cukup parah, karena di dalam sanadnya terdapat rawi-rawi pendusta. Mereka itu antara lain Sa’id bin Anbasah, Muhammad bin al-Hajjaj al-Himsi dan Jaban. Menurut Kritikus Hadis Imam Yahya bin Ma’in, Sa’id bin Anbasah adalah pendusta. Begitu pula menurut kritikus hadis al-Iraqi. Sementara Muhammad bin al-Hajjaj al-Himsi menurut al-Azdi tidak boleh ditulis hadisnya. Sedangkan Jaban, menurut al-Dzahabi tidak dikenal identitasnya, bahkan menurut al-Azdi, Jaban adalah matruk al-hadis (hadisnya matruk, semi palsu).[6]

Dalam displin ilmu Hadis, apabila dalam sanad sebuah hadis terdapat satu rawi saja yang pendusta, maka hadis itu dapat dinilai sebagai Hadis palsu atau hadis semi palsu. Dan dalam Hadis pembatal puasa ini rawi-rawi yang lemah itu lebih dari satu orang. Karenanya, kualitas hadis ini sangat parah, sangat palsu, karena rawi-rawi yang pendusta lebih dari satu orang. Ini belum ditambah rawi lain yang terdapat dalam sanad hadis tersebut, yang juga lemah, seperti Baqiyah, kendati tidak separah yang lain.

Matannya Juga Lemah

Di samping lemah dari segi sanadnya, Hadis ini juga lemah dari segi matannya. Hal itu karena hadis itu menyebutkan bahwa perbuatan bohong, adu domba, mengumpat, melihat lawan jenis dengan syahwat dan bersumpah palsu adalah membatalkan puasa dan wudhu.

Dalam kitab-kitab fiqhi (hukum Islam), tidak ditemukan keterangan bahwa berbohong dan sebagainya membatalkan wudhu’. Apabila perbuatan-perbuatan itu tidak membatalkan wudhu’, maka hal itu juga tidak membatalkan puasa. Karena wudhu di situ disebutkan satu rangkaian dengan puasa.

Menghancurkan Pahala

Kendati Hadis itu palsu dan tidak dapat dijadikan dalil sama sekali, namun lima perbuatan itu tetap dilarang oleh agama. Karena perbuatan tersebut akan mendatangkan dosa, dan dosa dapat menghancurkan pahala ibadah.

Karenanya, meskipun hadis itu palsu, namun hal itu tidak berarti ketika sedang berpuasa kita boleh berbohong dan sebagainya. Lima perbuatan itu tetap tidak boleh dikerjakan, baik kita sedang berpuasa maupun sedang tidak berpuasa. Hal itu karena ada hadis lain yang shahih yang melarang perbuatan tersebut.

Referensi:
[1]al-Suyuti, al-Jami al-Shaghir, Dar al-Fikr. Beirut. 1404/1981, I/ 613. Muhammad Abd al-Ra’uf al-Minawi. Faidh al-Qadir, Dar al-Fikr. ttp. tth: III/459-460.
[2]al-Suyuti, al-Jami al-Shaghir, Dar al-Fikr. Beirut. 1404/1981, I/ 613.
[3]Ibn al-Jauzi. Kitab al-Maudhu’at, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, 14l5 H/1995 M; II/109. Muhammad Abd al-Ra’uf al-Minawi. Faidh al-Qadir, Dar al-Fikr. ttp. tth: III/459-460.
[4]Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Dar al-Jil: Beirut, 1412 H/1992 M; I/311. al-Iraqi, al-Mughni fi Haml al-Asfar fi Takhrij Ma fi al-Ihya min al-Asfar, (dicetak bersama al-Ghazali; Ihya ‘Ulum al-Din), I/311.
[5]Utsman al-Khubbani, Durrah al-Nashihiin, Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, Indonesia, 1406/1986: hal. 12.
[6]Ibn al-Jauzi. Kitab al-Maudhu’at, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, 14l5 H/1995 M; II/109. Muhammad Abd al-Ra’uf al-Minawi. Faidh al-Qadir, Dar al-Fikr. ttp. tth: III/459-460.

Sumber: Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-Hadis Bermasalah, Pustaka Firdaus, Cet. X. 2016, h. 182-184.