Oleh: Prof. Dr. H. Nadirsyah Hosen, LLM, MA (Hons), Ph. D. (Profil)
Penyandang 2 Gelar Magister dan 2 Gelar Ph.D. masing-masing di bidang Hukum Komersial dan Hukum Islam/Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Australia-New Zealand/Dosen Senior Monash Law School
Po the Panda tidak disangka-sangka ditahbiskan sebagai the Dragon Warrior oleh Grand Master Oogway. Po tidak punya background kung fu sama sekali. Bagi yang lain penunjukkan ini sebuah kesalahan. Bagi sang Grand Master, penunjukkan ini kehendak langit dan akan ada rahasia tersendiri di kemudian hari.
Untuk melawan Tai Lung sang macan yang begitu hebatnya, setelah melewati berbagai latihan berat, Po dibekali dengan the Dragon Scroll. Semua orang sudah membayangkan akan ada mantra ajaib di dalamnya. Masalahnya begitu gulungan kertas itu dibuka, isinya ternyata kosong, tak ada apa-apa. Bercandakah sang Grand Master meletakkan Scroll yang jadi rebutan dunia per-kungfu-an itu? Apa yang bisa dilakukan Po dengan kertas kosong itu?
Iya. Kosong. Cuma kertas putih.
Bagaimana? Belum paham juga?
Rahasia terbesar dari kemampuan diri adalah mengosongkan segalanya. Kembali ke titik nol. Ulama menyebutnya kembali kepada fitrah bagai kertas putih atau bayi yang baru lahir. Sejauh mana perjalanan kita tempuh, pada hakikatnya kita tidak pernah beranjak pergi. Yang dicari bukan diluar sana, tetapi ada di dalam diri. Anda tidak akan meraih kebahagiaan dan ketenangan kalau anda mencarinya di luar diri anda –tidak peduli berapa banyak zikir yang anda baca atau berapa kali anda bolak-balik ke tanah suci. Selama anda belum berhasil meleburkan diri anda hingga ke titik nol, anda belum memahami rahasia ini: when you disappear, God will appear. Karena anda kosong, maka anda akan dipenuhiNya.
Grand Master Oogway berkata dengan bijak: “kadangkala orang justru menemukan takdirnya pada jalan yang dia ingin hindari.” Master Shifu yang menghabiskan semua umurnya di padepokan dan merasa itulah jalan takdirnya masih belum paham juga. Bagaimana orang yang biasa-biasa saja seperti Po kok bisa menjadi Pendekar Naga yang ditunggu-tunggu kehadirannya?
Ini persis dengan ocehan orang kafir Mekkah yang bertanya-tanya: Dan mereka berkata: “Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” (QS al-Furqan ayat 7). Dengan kata lain, kenapa seorang Muhammad yang menjadi rasul terakhir? Dia seorang yatim-piatu, tidak bisa baca-tulis, dan hanya orang biasa yang makan dan berjalan di pasar? Tidak layak. Sungguh tidak layak. Begitu pikiran para pembesar jahiliyah saat itu. Tentu maksud mereka, yang layak itu adalah mereka sendiri.
Takdir sudah memilihkan jalan dengan caraNya yang luar biasa. Grand Master Oogway sesaat sebelum menuju alam baqa berpesan pendek kepada Master Shifu: “anda hanya harus percaya pada ini semua!” Ya, pada titik ini, kita hanya harus percaya.
Jikalau kekosongan itu di-isi dengan keimanan, maka kita akan mampu melakukan sesuatu yang tidak mungkin; membalik kelemahan menjadi sebuah kekuatan; melipatgandakan potensi diri menuju hal-hal yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Masalahnya: bagi orang yang telah mencapai banyak hal dan percaya pada amalan diri, mereka tidak rela kembali lagi ke titik nol –mengosongkan segala yang ada, yang sudah diraih dengan susah payah. Maka tragedi kemanusiaan pun dimulai seperti dilukiskan dalam surat di bawah ini:
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
sampai kamu kelak masuk ke dalam kubur
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui
dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin.
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu raih pada hari ini).” (QS. At Takatsur: 1-8).
Berdamai dengan Diri
Po sekarang ditahbiskan sebagai the dragon warrior. Tugasnya melindungi orang-orang kampung agar kehidupan berjalan dengan damai. Tapi bagaimana dia bisa menjaga perdamaian kalau dia belum bisa berdamai dengan masa lalunya. Inilah episode kedua mencari jati diri yang disajikan dalam Kung Fu Panda. Barang siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya. Hanya dengan menzikirkan nama Tuhanmu, engkau akan damai.
Namun Po, siapa sebenarnya dirimu?
Po adalah anak terbuang. Dia hanya punya sepenggal kenangan berupa warna dan gambar abstrak yang tak dia pahami. Seringkali ini menjadi mimpi buruknya. Konsentrasinya buyar seketika bila bayangan masa silam itu datang. Dia tahu dia bukan anak seekor Angsa penjual mie yang selama ini merawatnya. Jadi siapakah Po sebenarnya dan mengapa ia bisa sampai diambil anak oleh Mr Ping?
Musa alaihis salam punya pertanyaan yang sama. Bisik-bisik tedengar bahwa dia bukanlah putra kandung Firaun. Tapi bagaimana bisa dia tinggal di istana Firaun. Kenapa ia dibuang keluarganya? Begitu tegakah ibunya membuang dirinya? Perjalanan Musa mencari jati diri sungguh penuh liku dan pilu. Pada momen dia tahu bahwa dia bukanlah putra Firaun tapi seorang budak Yahudi, hidupnya terguncang. Dia lari ke perkampungan menyelamatkan dirinya dari kejaran pasukan. Dia mengetuk pintu rumah Syuaib dan tinggal di sana bekerja bertahun-tahun tanpa dibayar. Dia belajar kembali akan makna hidup dari Syuaib, seorang Nabi yang menjadi mentor dan sekaligus mertuanya. Musa mencari ketenangan dalam pelarian. Dia pun bertanya-tanya pada dirinya: Siapakah engkau, wahai Musa?
Po dan Musa sama-sama terbuang karena sebuah prophecy: hanya merekalah yang akan meruntuhkan arogansi penguasa. Tapi musuh utama mereka bukanlah Lord Shen atau Firaun. Mereka membawa misi perdamaian menaklukkan tirani. Belakangan mereka sadar bahwa musuh utama yang harus mereka taklukkan adalah diri mereka sendiri.
Inilah jihad akbar. Bagaimana mereka hendak mengusung perdamaian dan menebarkan kasih sayang kalau dalam diri mereka masih ada bara api. Hanya dengan memenangkan pertempuran melawan diri sendiri itulah akan mengalir kedamaian dari dalam diri mereka (inner peace) dan menebarkannya ke semesta alam. Sekarang kita mengerti mengapa Allah memilihkan nama “Islam” yang bermakna kepasrahan dan kedamaian, bukan arogansi dan fentungan.
Tapi bisakah Po berdamai dengan masa lalunya? Hanya dengan menyadari anugerah kehidupan yang telah ia terima dan jalani selama ini Po dapat menemukan kedamaian dalam dirinya. Dia sadar akan misi hidupnya. Bayangan buruk masa silam diubahnya menjadi kenangan indah bersama orang tuanya yang entah ada dimana. Sejauh-jauh engkau berjalan mencari kedamaian, sejatinya kedamaian itu tidak pernah menjauh dari dirimu. Anda tidak perlu berlari keluar mencari jawaban. Anda hanya butuh masuk ke dalam diri untuk menemukan jawaban.
Jika hidup tidak juga memberimu jawaban yang engkau cari, jangan khawatir. Mungkin sudah tiba waktunya untuk kita mengganti pertanyaannya.
Aku hamba Allah.
Dan kamu siapa?
Tahu Diri dan Menjadi Diri Sendiri
Dalam Hikmah Kung Fu Panda (1), saya ceritakan bagaimana Po tanpa terduga terpilih menjadi Dragon Warrior. Po menjelma dari zero menjadi hero namun kembali menjadi zero. Dari nobody, menjadi somebody dan kembali menjadi nobody. Bermula dari titik nol, mendadak dia menjadi seorang pahlawan, namun dia belajar bahwa rahasia tertinggi kehidupan adalah kertas putih yang kosong. Kembali kepada fitrah kemanusiaan kita.
Dalam Hikmah Kung Fu Panda (2) dikisahkan bagaimana Po berjuang untuk berdamai dengan masa lalunya. Setiap orang punya masa lalu, tapi hanya mereka yang bisa berdamai dengan masa lalunya yang akan bisa beranjak menyongsong masa depan. Po yang terbuang di masa kecil sibuk mencari jati dirinya. Bara api di dalam dirinya harus dia padamkan untuk masuk pada ketenangan diri (inner peace). Berdamai dengan diri sebelum menebarkan perdamaian.
Dalam kisah selanjutnya, Po bertemu dengan ayahnya. Tapi ternyata proses mengenali diri dan menjadi diri sendiri tidaklah mudah. Pada saat yang sama, seorang penjahat dari dunia spiritual kembali hadir dan mengguncang dunia persilatan. Kai, nama tokoh ini, berusaha mengambil semua tenaga dalam (chi) para pendekar. Dia ingin menjadi yang terhebat.
Satu persatu ditaklukkannya. Yang tersisa hanya Po dan komunitas panda yang tak bisa apa-apa. Po sendiri masih bertanya-tanya siapa diri dia sebenarnya. Kalau dia Dragon Warrior mengapa dia tidak bisa melatih kung fu seperti Master Shifu? Kalau dia seorang Panda, mengapa dia tidak bisa hidup seperti gaya hidup seorang Panda? Bagaimana pula dia bisa melatih para Panda untuk melawan Kai?
Barang siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya. Proses pengenalan diri akan membawa kita pada sang Khaliq. Gelar tertinggi bukanlah sebagai profesor atau doktor; presiden atau khalifah. Maqam tertinggi bukanlah sebagai Rasul atau Nabi; Syekh, Kiai atau Mursyid. Gelar dan maqam tertinggi kita adalah sebagai hamba Allah. Itu sebabnya dalam QS al-Isra ayat pertama saat Allah menyuruh Nabi Muhammad berangkat Isra-Mi’raj, Allah memanggilnya sebagai “hamba”. Hanya pangkat tertinggi sebagai hamba yang bisa melesat sampai ke lokasi tertinggi yaitu sidratul muntaha.
Orang tua kita punya istilah unik, yaitu “tahu diri”. Mereka yang melanggar aturan dan adab biasa disebut dengan “tidak tahu diri”. Apa maksudnya kalau saya Nadirsyah Hosen melanggar aturan maka saya tidak tahu nama saya itu siapa? Bukan itu maksudnya. Mereka yang tidak tahu diri adalah mereka yang tidak sadar bahwa diri kita ini cuma hamba, dan seorang hamba tidak pantas melanggar aturan dari Sang Penguasa.
Film sekuel ketiga Kung Fu Panda sekali lagi mengajarkan kita untuk mencari dan mengenal diri kita. Kalau Po akhirnya sudah tahu siapa diri dia yang sebenarnya, maka jadilah diri sendiri. Jalani hidup dan profesi kita sebaik mungkin. Tidak perlu ingin jadi orang lain atau memainkan skenario orang lain terhadap diri kita.
Kalau Anda seorang ibu rumah tangga, jangan merasa hina ketika kawan-kawan Anda menjadi wanita karir. Jalanilah hidup Anda sebagai ibu rumah tangga dengan sebaik mungkin, yakinlah ada keberkahan di sana. Kalau Anda sudah tahu diri Anda siapa, Anda tahu untuk apa Anda lahir di dunia ini, jalanilah semuanya dengan sebaik mungkin. Anda bisa menjadi hamba Allah —maqam tertinggi— apapun profesi, tugas dan misi hidup anda.
Lantas bagaimana dengan Kai, yang hendak mengambil semua chi? Kalau Po sudah mengetahui siapa dirinya, maka Po tidak lagi membutuhkan apapun. Orang yang sudah selesai dengan dirinya, tidak membutuhkan pujian, tidak tumbang oleh cercaan. Jika Anda sadar bahwa hidup Anda sebagai hamba sudah berada di tanganNya, maka Anda tidak lagi membutuhkan siapapun dan apapun. Anda hanya menghamba padaNya saat Anda menulis, mengajar, mencari nafkah, merawat pasien, membangun jalan, dan lainnya.
Maka diberikanlah oleh Po semua chi yang dimilikinya kepada Kai. JikaAnda menginginkannya dariku, dan itu bisa membuat Anda puas, ambil-lah semuanya karena pada hakikatnya aku tidak memiliki apapun. Nasib tragis dialami oleh Kai. Keserakahannya untuk memiliki semua Chi berbalik menjadi malapetaka. Tubuhnya tidak sanggup menampung semuanya.
Keinginan telah menjadi penyakit utama karena manusia sungguh tidak tahu dimana batas keinginan itu. Yang hendak meraihnya akan terus bertarung hingga hancur. Yang sanggup melepaskan keinginan malah akan mendapati semuanya. Yang biasa terjadi adalah mereka yang tidak menginginkan malah diberi yang terbaik.
I lost everything I have,
found myself
(Jalaluddin Rumi).
Hanya dengan melepaskan semua keterikatan pada wujud dan materi, Anda akan menemukan diri Anda. Pada titik itu, Anda akan menemukan Tuhan. Dan Anda akan terus menghamba padaNya. Tidak lagi bisa berpaling. Tiada tuhan selain Allah. Tiada keinginan selain keinginan Allah. Tiada jalan menujuNya selain jalan yang disediakanNya. Tiada hawla dan tiada pula quwwata, selain milik dan ijinNya semata.
Sumber:
http://nadirhosen.net/renungan/akhlak/al-hikmah-min-kung-fu-panda-2
http://nadirhosen.net/renungan/hikmah/al-hikmah-min-kung-fu-panda-3-tahu-diri-dan-menjadi-diri-sendiri