Panrita.id

Bolehkah Perempuan Berpakaian Menyerupai Lelaki?

Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)

Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ

Tanya:
Assalamu’alaikum wr. wb.

Dalam sebuah hadits yang termuat dalam kitab Shahih Bukhari dinyatakan bahwa Rasulullah saw. mengutuk lelaki yang berpakaian seperti perempuan dan juga perempuan yang berpakaian seperti lelaki. Lalu, bagaimana halnya dengan baju kurung atau jilbab yang bawahnya dipadukan dengan celana panjang? Apakah pakaian yang demikian dilarang, mengingat celana panjang lazimnya dipakai oleh kaum lelaki?

Jawab:
Wa’alaikumussalam wr. wb.

Terlebih dahulu perlu digarisbawahi bahwa salah satu faktor yang menjadikan ajaran Islam selalu sesuai dengan setiap waktu dan tempat adalah bahwa ajaran ini tidak memerinci bentuk-bentuk tertentu, kecuali dalam bidang ibadah ritual. Akan halnya dengan kehidupan sosial budaya -dalam hal pakaian, misalnya- ajaran Islam hanya mengamanatkan nilai-nilai yang antara lain menyatakan bahwa pakaian haruslah menutup aurat dan bahwa lekuk-lekuk badan janganlah sampai terlihat agar tak menimbulkan rangsangan berahi.

Di sisi lain, ajaran Islam sangat menghargai adat-istiadat dan budaya masyarakat selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai itu. Sebuah kaidah hukum berbunyi, “Adat-istiadat menjadi dasar hukum (al-‘aadah muhakkimah).” Dalam bahasa al-Qur’an, dikenal istilah alkhayr, yakni nilai-nilai agama yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi serta bersifat universal. Selain itu, dikenal juga istilah ma’ruf, yakni nilai dan norma suatu masyarakat yang boleh jadi berbeda dari nilai dan norma masyarakat lainnya, tetapi tetap sejalan dengan nilai-nilai al-khayr di atas. Mode pakaian dalam suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya atau dalam suatu kurun waktu dengan waktu lainnya bisa berbeda. Lihatlah, misalnya, pakaian di Arabia, India, Iran, Cina, dan Indonesia. Ma’ruf bisa berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Karena mode pakaian termasuk yang dapat berkembang, maka mode apa pun yang dianggap baik oleh suatu masyarakat dapat dibenarkan oleh ajaran Islam, selama sejalan dengan nilai-nilai Islam tentang pakaian sebagaimana disinggung sekilas di atas.

Memang benar bahwa Nabi saw. mengutuk lelaki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan yang memakai pakaian lelaki, sebagaimana diinformasikan, antara lain, oleh Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud. Hanya saja, saya memahami bahwa yang dilarang dan dikutuk Nabi dalam hadits itu haruslah dipahami dalam konteks apa yang dikemukakan di atas.

Karena itu, jika suatu masyarakat telah menilai bahwa mode pakaian tertentu hanya diperuntukkan bagi lelaki, kemudian dipakai oleh perempuan, dan menimbulkan kesan bahwa perempuan yang memakainya adalah lelaki, maka dia dinilai telah mengenakan pakaian ala lelaki, dan ini dilarang. Akan tetapi, jika masyarakat di suatu tempat telah mengenal bahwa mode pakaian tertentu dipakai oleh perempuan, walaupun tadinya dipakai oleh lelaki, maka ketika itu -menurut hemat saya- agama dapat merestuinya selama nilai-nilai ajaran agama dalam berpakaian (yakni, aurat tertutup) tetap terpenuhi. Celana panjang -walaupun dahulu hanya dipakai oleh lelaki- kini telah populer dan dinilai baik oleh masyarakat kita dan tidak lagi dianggap sebagai pakaian khusus lelaki. Perempuan yang memakainya juga tidak berlagak atau berusaha mencontoh lelaki. Karena itu, Insya Allah, perempuan yang memakainya tidak dinilai melanggar tuntunan hadits di atas.

Sumber: http://alifmagz.com/quran-answer/bolehkah-perempuan-berpakaian-menyerupai-lelaki/