Panrita.id

Hukum Berbisnis Kepiting dan Katak

Oleh: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA. (Profil)

Doktor Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo dengan Predikat Mumtaaz ma’a martabah al-syarf al-ula-Summa Cum Laude/Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an-PSQ

 

Sepengetahuan saya, katak dan kepiting haram dimakan karena hidup di dua alam. Bagaimana dengan berbisnis kepiting dan katak?

Jawab:

Pendapat ulama menyangkut makanan sungguh beragam, dari yang sangat longgar, moderat, hingga yang ketat. Yang anda kemukakan di atas adalah pendapat Imam Syafi’i berdasarkan beberapa hadis Nabi saw. yang menyatakan bahwa binatang yang dapat hidup di dua alam haram dimakan, termasuk kodok dan kepiting. Akan tetapi, Imam Malik, misalnya, tidak berpendapat demikian. Beliau pada dasarnya –sekali lagi pada dasarnya- berpegang pada QS. al-An’am/6: 145:

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.”

Tidak ada sesuatu yang secara jelas haram dimakan kecuali apa yang disebut oleh ayat ini. Demikian pendapat Imam Malik sebagaimana dikutip pakar tafsir, al-Qurthubi. Pendapat yang sangat longgar dikemukakan oleh Ibnu Khuwaiz Mandad. Dia berkata –sebagaimana dikutip al-Qurthubi, “Ayat ini menghalalkan segala macam binatang buas dan binatang-binatang selain manusia dan babi boleh dimakan.”

Bagi yang membolehkan memakan satu jenis binatang, apakah kepiting atau katak atau selainnya, tentu saja membudidayakan dan berbisnis dengannya lebih boleh lagi. Yang mengharamkan memakan sejenis binatang, belum tentu mengharamkan berbisnis dengannya, apalagi kalau binatang tersebut tidak najis. Di sisi lain, perlu juga diingat bahwa tolok ukur pengertian “dapat hidup di air dan darat” juga diperselisihkan. Sebagian ulama ada yang mendasarkan pada kebiasaannya tinggal, bukan sekedar dapat hidup di dua alam, ada juga yang melihat di mana telurnya menetas.

Nah, atas dasar itu, menurut hemat saya, tidaklah haram berbisnis kepiting atau katak, apalagi Imam Malik menilai katak sebagai binatang yang halal dimakan.

Demikian, wallahu a’lam

Sumber: M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui, h. 681-682.