Oleh: Allahu Yarham Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. (Profil)
Penerima Sanad Shahih Bukhari dan Shahih Muslim/Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4/Pendiri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences
Seorang kawan merasa bingung. Pasalnya, pada waktu ia masih kecil, di kampung halamannya ada tradisi berdoa dengan diawali membaca Surat Yasin tiga kali pada malam nishfu Sya’ban. Ketika ia menyantri di sebuah pesantren di Jawa Timur, tradisi seperti itu tidak pernah dikerjakan di pesantren tersebut. Ketika ia bertanya kepada seorang ustadz, ia mendapat jawaban bahwa tradisi itu tidak ada dasarnya dalam agama. Tradisi itu bahkan tergolong bid’ah.
Ketika kawan kami tadi hijrah ke Jakarta, ia justru banyak menyaksikan orang-orang menjalankan tradisi tersebut. Bahkan banyak dari kalangan ulama yang melakukan dan membimbing jamaahnya untuk melakukan amalan pada malam nishfu Sya’ban tadi. Bingung kawan kami itu, bagaimana duduk persoalan masalah amalan malam nishfu Sya ‘ban itu? Adakah Hadis-hadis untuk masalah itu? Demikian ia bertanya.
Sembilan Buah Hadis
Hadis-hadis tentang fadhilah (keutamaan) malam nishfu sya’ban (tanggal 15 Sya’ban) itu cukup banyak jumlahnya. Menurut perhitungan sementara kami, jumlah Hadis-hadis itu tidak kurang dari sembilan buah, dengan versi yang tidak selamanya sama dan diriwayatkan dari delapan orang Sahabat Nabi Saw. Dari sembilan Hadis itu, ada sebuah Hadis yang kualitasnya lemah sekali (dha’if jiddan), sementara kualitas delapan buah Hadis lainnya lemah (dha ‘if) namun tidak parah. Hadis-hadis tersebut adalah sebagai berikut:
1) Hadis Ali bin Abi Thalib
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ “
Diriwayatkan dari Ali radhiya Allah ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda “Apabila datang Malam Nishfu Sya’ban, maka shalatlah kalian pada malam itu dan puasalah besuknya. Karena Allah akan turun ke langit dunia (yang terdekat dengan bumi) seraya berfirman, “Adakah orang yang minta ampun sehingga Aku mengampuninya, adakah orang yang minta rizki sehingga Aku memberikannya kepadanya, adakah orang sakit yang minta disembuhkan sehingga Aku akan menyembuhkannya. Apakah ada yang meminta ini dan meminta itu.” Allah melakukan hal itu sejak terbenamnya matahari sampai terbit fajar.”[1]
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibn Majah. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Bakr bin Abdullah bin Muhammad bin Abi Sabrah al-Qurasyi al-Amiri al-Madani. Menurut para ulama kritikus Hadis, Abu Bakr bin Abi Sabrah adalah pemalsu Hadis. Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan, Abu Bakr bin Abi Sabrah adalah pendusta dan pemalsu Hadis. Imam al-Bukhari menuturkan, Abu Bakr bin Abi Sabrah adalah munkar al-Hadits (Hadisnya munkar karena ia banyak berbuat maksiat). Sementara menurut Imam al-Nasa’i, Abu Bakr bin Abi Sabrah adalah matruk (dituduh pendusta ketika meriwayatkan Hadis).[2]
Oleh karena itu, Hadis riwayat Ibn Majah yang bersumber dari Ali radhiyallah ‘anhu ini kualitasnya lemah sekali, karena maudhu’ (palsu), munkar atau matruk. Sehingga dengan demikian ia langsung masuk kotak, tidak dapat dipertimbangkan lagi dan tidak dapat dijadikan dalil sama sekali.
2) Hadis Mu’adz bin Jabal
عن مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal radhiyallah ‘anhu, dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda, “Pada malam Nishfu Sya’ban, Allah akan melihat semua makhluk-Nya, kemudian mengampuni mereka kecuali yang musyrik (menyekutukan Allah) dan orang yang memusuhi orang lain”[3]
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu’jam al-Ausath, Imam Ibn Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban, dan Imam al-Baihaqi dalam kitabnya al-Sunan al-Kubra.[4]
3) Hadis dengan redaksi nomor dua di atas diriwayatkan oleh Imam al-Bazzar dan Imam al-Baihaqi, berasal dari Abu Bakr al-Shiddiq radhiyallah ‘anh. Menurut al-Mundziri, Hadis dengan redaksi nomor dua di atas itu sanadnya La ba ‘sa bih (artinya: baik).[5]
4) Hadis dengan redaksi seperti nomor dua di atas, diriwayatkan oleh Imam Ibn Majah dari Imam Abu Musa al-Asy’ari radhiyallah ‘anh. Sementara di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abdullah bin Lahi’ah dan al-Walid bin Muslim. Dua rawi ini menurut Imam al-Bushairi dalam kitab al-Zawaid (lengkapnya : Mishbah al-Zujajah fi Zawaid Ibn Majah), adalah sama-sama dha’if [6]
5)Hadis dengan redaksi mirip di atas, diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallah ‘anh. Menurut al-Mundziri, sanad Hadis ini kualitasnya layyin (lemah) [7]
6) Hadis dengan redaksi seperti Hadis nomor dua, diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi, dari Katsir bin Murrah. Menurut al-Baihaqi sendiri. Sanad Hadis ini nilainya mursal jayyid (mursal yang baik).[8]
7) Hadis dengan redaksi yang agak sama dengan Hadis nomor dua di atas, diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dan Imam al-Baihaqi, dari Abu Tsa’labah radhiyallah ‘anh. Menurut al-Baihaqi, sanad Hadis ini nilainya mursal jayyid. [9]
8) Hadis yang maknanya seperti Hadis-hadis di atas. diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi dari ‘Aisyah radhiyallah ‘anha.[10] Sanad Hadis ini munqathi’ (terputus)[11]
9) Hadis yang maknanya seperti Hadis-hadis di atas, diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi, dari ‘Aisyah radhiyallah ‘anha. Menurut al-Baihaqi, sanad Hadis ini mursal jayyid [12]
Hasan Li Ghairih
Itulah sembilan buah Hadis yang berkaitan dengan fadhilah atau keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Dan seperti dituturkan di depan tadi. Hadis nomor satu kualitasnya maudhu’ (palsu). Sementara Hadis nomor dua sampai sembilan kualitasnya dha’if (lemah). Menurut disiplin Ilmu Hadis, Hadis yang dha’if apabila ia diriwayatkan pula dengan sanad lain, maka ia dapat meningkat kualitasnya menjadi Hadis hasan li ghairih (Hadis berkualitas baik dengan dukungan eksternal) dengan syarat kelemahan Hadis tersebut bukan lantaran rawinya pendusta dan atau pelaku maksiat.[13]
Delapan Hadis tersebut di atas, yaitu nomor dua sampai sembilan, ternyata kelemahannya tidak karena rawinya pendusta dan atau karena ia pelaku maksiat (fasiq). Oleh karena itu , Hadis-hadis tentang fadhilah malam Nishfu Sya’ban itu secara keseluruhan kualitasnya meningkat menjadi hasan li ghairih. Dan seperti dinyatakan oleh Imam al-Mubarakfuri, pensyarah kitab Sunan al-Tirmidzi Hadis-hadis fadhilah malam Nishfu Sya’ban itu secara keseluruhan adalah Hujjah (dalil) yang justru mematahkan pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada satu dalil pun tentang fadhilah malam Nishfu Sya’ban.[14]
Shalat Khusus Malam Nishfu Sya’ban
Jelaslah sudah bahwa orang yang berpendapat bahwa tidak ada dalil atau Hadis yang shahih tentang fadhilah malam Nishfu Sya’ban adalah karena ia hanya melihat Hadis yang nomor satu saja dan tidak melihat Hadis-hadis nomor dua sampai sembilan. Karena delapan buah Hadis yang disebut terakhir ini kualitasnya hasan li ghairih, suatu kualitas Hadis yang cukup kuat. Sekiranya Hadis fadhilah malam Nishfu Sya’ban itu masih tetap dha’if, maka hal itu juga masih dapat dipakai sebagai dalil, karena kadha’ifannya tidak parah dan tidak berkaitan dengan akidah dan penetapan hukum halal atau haram.
Namun suatu hal yang perlu dicatat, dalam delapan Hadis itu Nabi Saw itu tidak menerangkan atau tidak mengajarkan kaifiyah atau tatacara ibadah yang khusus dilakukan pada malam Nishfu Sya’ban. Yang ada adalah penjelasan Nabi Saw bahwa malam itu Allah akan banyak memberikan ampunan. Dan hal itu tentu untuk mendorong manusia agar banyak memohon ampunan dari Allah.
Sementara itu ada beberapa Hadis yang berkaitan dengan malam Nishfu Sya’ban, bahkan Hadis-hadis itu langsung memberikan petunjuk pelaksanaan shalat khusus pada malam itu. Ternyata Hadis-hadis itu kualitasnya maudhu’ (palsu). Dalam kitab al-Maudhu’at karya Ibnu al-Jauzi, al-La’ali al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah karya Imam A1-Suyuti, dan kitab Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Akhbar al-Syani’ah al-Maudhu’ah, karya Ibnu Araq al-Kannani, disebutkan beberapa buah Hadis tentang amalan pada malam Nishfu Sya’ban, dan ternyata seluruhnya maudhu‘ (palsu). Hadis-hadis itu antara lain diriwayatkan dari Abu Hurairah, dan teksnya berbunyi,
مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ثَلاثِينَ مَرَّةً، لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيَشْفَعُ فِي عَشَرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلُّهُمْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ
Orang-orang yang shalat pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak dua belas rakaat dan dalam setiap rakaat membaca Surah al-Ikhlash (Qul huwallahu ahad) sebanyak tiga puluh kali, maka ia tidak akan mati kecuali sudah melihat tempat tinggalnya di surga, dan ia akan memberi syafa’at (pertolongan) kepada sepuluh anggota keluarganya yang telah ditetapkan untuk masuk neraka.[15]
Menurut Imam al-Suyuti kepalsuan Hadis ini karena di dalam sanadnya terdapat rawi-rawi yang majhul (tidak diketahi identitasnya) serta Baqiyyah dan Laits.[16] Dan orang yang terakhir ini, yaitu Baqiyah bin al-Walid dan Laits bin Abu Sulaim adalah rawi-rawi yang sangat lemah Hadisnya.[17]
Harus Dipilah-pilah
ltulah Hadis-hadis tentang fadhilah malam Nishfu Sya’ban yang ternyata nilainya Hasan (baik). Sementara Hadis-hadis tentang shalat khusus malam Nishfu Sya’ban nilainya maudhu'(palsu). Dan kita harus dapat memilah-milahkan mana Hadis yang dapat dipakai sebagai dalil dan mana Hadis yang harus ditinggalkan. Kita dapat saja mengamalkan Hadis-hadis yang nilainya Hasan itu, misalnya dengan memohon ampunan kepada Allah atau membaca istighfar sebanyak-banyaknya, tanpa harus menggunakan Hadis-hadis yang maudhu’.
Referensi:
[1]Ibn Majah al-Qazwini. Sunan Ibn Majah, Editor Muhammad Fuad Abd al-Baqi, dar al-Fikr al-‘arabi, tt.,tth, II/ 444-445.
[2]Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib, Majlis Dairah al-Ma ‘arif al-Nidhamiyah, Haidarabad India, 1372 H, Xll/ 27-28.
[3]Al-Mubarakfuri, Muhammad bin Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh jami’ al-Tirmidzi, Editor Abd al-Wahhab Abd al-Lathif. Dar al-Fikr, Cairo. 1979 M. III/442.
[4]Al-Mubarakfuri, Muhammad bin Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh jami’ al-Tirmidzi, Editor Abd al-Wahhab Abd al-Lathif. Dar al-Fikr, Cairo. 1979 M. III/442.
[5]Al-Mubarakfuri, Muhammad bin Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh jami’ al-Tirmidzi, Editor Abd al-Wahhab Abd al-Lathif. Dar al-Fikr, Cairo. 1979 M. III/441.
[6]Ibn Majah al-Qazwini. Sunan Ibn Majah, Editor Muhammad Fuad Abd al-Baqi, dar al-Fikr al-‘arabi, tt.,tth, II/ 445.(Komentar Editor)
[7]Al-Mubarakfuri, Muhammad bin Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh jami’ al-Tirmidzi, Editor Abd al-Wahhab Abd al-Lathif. Dar al-Fikr, Cairo. 1979 M. III/441-442.
[8]Al-Mubarakfuri, Muhammad bin Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh jami’ al-Tirmidzi, Editor Abd al-Wahhab Abd al-Lathif. Dar al-Fikr, Cairo. 1979 M. III/441-442.
[9]Al-Mubarakfuri, Muhammad bin Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh jami’ al-Tirmidzi, Editor Abd al-Wahhab Abd al-Lathif. Dar al-Fikr, Cairo. 1979 M. III/441-442.
[10]al-Tirmidzi, Muhammad bin Surah, Sunan al-Tirmidzi, Dar al-Fikr, Beirut, 1983 M, Editor Abd al-Rahman Muhammad Usman, II/121.
[11]Al-Mubarakfuri, Muhammad bin Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh jami’ al-Tirmidzi, Editor Abd al-Wahhab Abd al-Lathif. Dar al-Fikr, Cairo. 1979 M. III/441.
[12]Al-Mubarakfuri, Muhammad bin Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh jami’ al-Tirmidzi, Editor Abd al-Wahhab Abd al-Lathif. Dar al-Fikr, Cairo. 1979 M. III/441.
[13]al-Tahhan, Mahmud, Dr. Taisir Mushthalah al-Hadits, Dar al-Qur’an al- Karim, Beirut, 1979, hal. 51.
[14]Al-Mubarakfuri, Muhammad bin Abd al-Rahman, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh jami’ al-Tirmidzi, Editor Abd al-Wahhab Abd al-Lathif. Dar al-Fikr, Cairo. 1979 M. III/442.
[15]Ibnu al-Jauzi, al-Maudhu’at. Editor Taufiq Hamdan. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. 1415/1995, II/51-52; Jalal al-Din al-Suyuti. al-La’ali al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah, Editor Abu ‘Abd al-Rahman Shalah al-Din bin Uwaidhah, Dar al- Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. 1417/1996. II/50; lbnu Araq al-Kannani. Tanzih al-Syari’ah al-Marfu ‘ah ‘an al -Akhbar al-Syani’ah al-Maudhu’ah. Editor ‘Abd al-Wahhab ‘Abd al-Latief dan Abdullah Muhammad al-Shiddiq. Dar al-Kutub al-‘Ilimiyah. Beirut, 1401/1981, II/93.
[16]Jalal al-Din al-Suyuti. al-La’ali al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah, Editor Abu ‘Abd al-Rahman Shalah al-Din bin Uwaidhah, Dar al- Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. 1417/1996. II/50
[17]Al-Zahabi. Mizan al-I’tidal fi Naqd al-Rijal. editor Muhammad Ali al-Bijawi. Dar al-Fikr. ttp, I/331, III/420.
Sumber: Ali Mustafa Ya’qub, Hadis-Hadis Bermasalah, Pustaka Firdaus, 2003, h. 24-30.