Oleh: Prof. Sumanto Al Qurtuby, Ph.D. (Profil)
Profesor King Fahd University-Arab Saudi
Jika sebagian kelompok Islam di Indonesia membenci anjing karena dianggap sebagai hewan kotor dan najis bahkan ada yang memakai hewan ini sebagai umpatan dan makian kepada orang dan kelompok lain yang tidak mereka sukai, maka tidak bagi umat Islam lain di jagat raya ini. Banyak masyarakat Islam di dunia ini, termasuk kaum Muslim Arab sendiri di Timur Tengah, yang sangat bersahabat dengan anjing.
Jalan-jalanlah kalian ke Turki maka Anda akan menyaksikan banyak anjing berkeliaran di jalan-jalan dan ruang publik lain, bahkan di rumah-rumah dan tempat ibadah. Anjing-anjing di Turki sangat “friendly” kepada orang-orang. Oleh masyarakat Muslim Turki, anjing dipakai untuk menjaga rumah dan bahkan masjid. Ada masjid-masjid yang “menyewa” jasa anjing untuk menjaga dari orang-orang jahat atau “teroris gemblung” yang ingin meledakan masjid. Anjing adalah salah satu makhluk yang cerdas dan loyal kepada majikan karena itu tidak heran kalau banyak yang suka dan dipakai untuk “teman” dan “bodyguard”.
Bukan hanya di Turki, di Tanah Arab (seperti Uni Emirat Arab, Kuwait, Yaman, Libanon, Yordania, Oman, Palestina, Irak, dlsb) juga banyak sekali kaum Muslim yang sangat bersahabat dengan anjing. Ada jenis ras anjing di Timur Tengah yang bernama Saluki yang juga populer dengan julukan / sebutan “anjing Arab” (Arabian dog–al-Kalb al-Arabi) tapi ada juga yang menamakan “Persian greyhound”.
Saluki memiliki ciri-ciri khusus seperti kaki panjang, kurus-tinggi, dan ketajaman pandangan. Seperti elang, Saluki menggunakan mata (bukan hidung) sebagai medium utama untuk memburu mangsa. Saluki juga dikenal sebagai pelari ulung yang tahan banting dan tahan panas karena itu tidak heran jika di beberapa daerah di Arab digunakan untuk lomba lari atau “karapan anjing” (lihat foto).
Ada beragam pendapat tentang asal-usul nama Saluki ini. Tradisi Arab menyebut Saluki berasal dari daerah kuno yang bernama Saluki di Yaman (tidak jauh dari kota Ta’izz). Sampai sekarang, masyarakat di Yaman juga menggunakan anjing untuk berbagai keperluan: berburu, menjaga rumah, sampai perlombaan.
Islam adalah agama yang sangat ramah terhadap semua makhluk hidup di dunia ini termasuk binatang. (Sebagian) Muslim-nya saja yang kadang norak dan urakan. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an jelas menginstruksikan untuk berbuat baik dan menyayangi terhadap alam semesta dan seisinya. Al-Qur’an juga secara tegas melarang berbuat kerusakan dan kejahatan terhadap alam dan makhluk-Nya.
Al-Qur’an hanya secara eksplisit mengharamkan memakan daging babi (bukan memelihara hewan babi). Meskipun daging babi haram untuk dikonsumsi bukan berarti halal untuk disakiti. Pula, jika air liur anjing dianggap kotor dan najis kan gampang tinggal dicuci saja kalau mengenai pakaian dan objek lain, bukan malah dijadikan sebagai alasan dan pembenar untuk memburu dan menyakiti anjing.
Dari dulu, banyak para ulama klasik (trmasuk Fakhruddin al-Razi, Abu Hanifah, Ibnu Muqaffa, Shihabuddin Suhrawardi, Faridudin Attar, al-Jahiz, dlsb) yang memerintahkan untuk menyayangi binatang apa saja dan mengharamkan atau melarang menyakiti dan menyiksa mereka. Maka, jika anda mengaku mencintai Allah, maka cintailah makhluk-Nya.
Dasar pengharaman anjing itu bukan dari Al-Qur’an tetapi dari sebagian Hadis (perkataan Nabi Muhammad). Saya katakan sebagian karena menurut para ulama (sarjana), fuqaha (ahli hukum Islam), dan muhaditsun (para ahli Hadis), Hadis Nabi tentang status anjing pun tidak tunggal alias beraneka ragam.
Tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur’an yang melarang untuk memiliki anjing, menajiskan air liur anjing, atau mengharamkan makan daging anjing. Al-Qur’an secara eksplisit hanya mengharamkan makan daging babi (bukan memelihara atau mengternak babi), selain bangkai, darah, dan semua hewan yang disembelih tidak menyebut nama Allah.
Alih-alih melarang, mengharamkan, dan menajiskan, Al-Qur’an justru memuliakan anjing (seperti kisah anjing Kitmir atau Rakim yang konon kelak bisa masuk surga karena setia menemani para tuannya yang bersembunyi di gua (ashabul kahfi) untuk menghindari persekusi agama.
Sejumlah ulama dan fuqaha melarang, mengharamkan, dan menajiskan anjing itu didasarkan pada pemahaman dan penafsiran atas informasi sejumlah Hadis. Sejumlah Hadis itu misalnya Hadis-Hadis yang memberitakan tentang pentingnya membersihkan benda-benda yang dijilati atau terkena air liur anjing.
Ada Hadis yang konon mengharuskan dibasuh sampai tujuh kali (satunya harus dengan debu), ada pula yang bilang cukup sekali, tiga kali, atau lima kali, dan nggak perlu pakai debu (tentang ini bisa dibaca dalam buku-buku yang ditulis oleh sejumlah ulama seperti Abu Zakariya Yahya al-Nawawi, Ahmad Ibnu Hajar al-Asqalani, atau Syamsuddin Sarakhsi).
Makna implisit dari sejumlah Hadis ini adalah bahwa anjing adalah binatang yang tidak suci atau minimal air liurnya (saliva) tidak suci (atau najis) sehingga dikhawatirkan mengganggu kesucian ritual ibadah umat Islam kalau tempat-tempat untuk beribadah terkena air liur anjing.
Bukan hanya secara fisik saja, secara moral anjing juga dianggap sebagai hewan tak suci (moral impurity). Misalnya tentang adanya Hadis yang memberitakan bahwa malaikat tidak akan mau masuk rumah yang ada anjingnya (seperti termaktub dalam buku yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Abdurrahman al-Mubarakafuri) atau anjing dianggap bisa menghalangi pahala kebaikan seseorang (seperti diinformasikan oleh Imam Malik bin Anas).
Bukan hanya itu saja, sejumlah Hadis juga konon menginformasikan bahwa Nabi Muhammad melarang umat Islam untuk berhubungan dengan anjing, menjual anjing, atau menyembelih dan mengonsumsi daging anjing (seperti diinformasikan oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani).
Apakah semua Hadis Nabi melarang, mengharamkan, dan menajiskan anjing secara fisik, moral, dan kultural? Tidak. Ada sejumlah Hadis yang menginformasikan tentang keramahan dan kasih sayang Nabi Muhammad dengan anjing yang kemudian dipegangi oleh sejumlah ulama dan fuqaha sebagai dasar untuk menyayangi binatang, wabil khusus, anjing al-guguk, sebagai sesama makhluk Tuhan
Jadi, seperti saya singgung sebelumnya, dasar atau basis argumen pelarangan, pengharaman, dan penajisan terhadap anjing itu adalah pendapat atau penafsiran sejumlah ulama dan fuqaha atas sejumlah Hadis saja, bukan berbasis pada Al-Qur’an.
Ingat kata “pendapat” atau “interpretasi / penafsiran” disini karena bisa jadi apa yang dikehendaki Nabi Muhammad (seperti tertuang dalam Hadis itu) berbeda dengan hasil ijtihad sejumah ulama / fuqaha terhadap anjing tadi. Dengan kata lain, bisa jadi sebagian ulama dan fuqaha itu “salah tafsir” dan “salah baca” terhadap makna sejumlah hadis.
Atau bisa juga sejumlah ulama/fuqaha yang mengutuk anjing itu berlebih-lebihan dalam memaknai dan menafsiri sejumlah teks Hadis tersebut seperti belakangan dilakukan oleh Muhammad Al-Khalaileh dari Yordania yang mengeluarkan “fatwa mati” anjing sehingga dikritik oleh berbagai komunitas Muslim dan non-Muslim di Yordania dan dunia internasional.
Lalu, apakah semua Hadis “tidak friendly” dengan anjing? Apakah semua Hadis itu sinis terhadap anjing? Tidak. Menurut para ulama / fuqaha, ada sejumlah Hadis yang menunjukkan keramahan Nabi Muhammad terhadap anjing.
Misalnya, Hadis tentang bolehnya memelihara anjing untuk membantu bertani (bercocok tanam), menggembala, atau berburu (seperti ditulis oleh Imam Nawawi, Ibn al-‘Arabi, al-Syaukani, dlsb).
Hadis ini sangat populer sehingga banyak masyarakat Arab Muslim kontemporer yang memakainya sebagai “basis teologis” untuk memelihara anjing. Para Arab Baduin memelihara anjing untuk membantu menggembala domba atau berburu hewan-hewan padang pasir.
Ahli Hadis Imam Nawawi dan Imam al-Mubarakafuri juga mencatat sebuah Hadis yang menceritakan tentang sejumlah keponakan dan sahabat Nabi Muhammad yang memelihara anjing dan puppies.
Al-Nawawi juga menyebut sebuah Hadis dimana dilaporkan Nabi sedang salat sementara anjing bermain di sekitarnya.
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam “Fath al-Bari” juga melaporkan jika di masa Nabi dan perkembangan Islam awal, anjing bisa berkeliaran dengan bebas dan merdeka di Madinah dan bahkan di kompleks Masjid Nabawi.
Pula ada sebuah Hadis (seperti ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani) yang sangat populer dimana Nabi Muhammad menggaransi jatah surga bagi seorang begenggek atau lonte (riwayat lain mengatakan seorang lelaki pendosa) yang telah menyelamatkan seekor anjing yang sekarat kelaparan dan kehausan di padang pasir yang kering-kerontang.
Berbagai riwayat yang melaporkan keramahan terhadap anjing itu kemudian dijadikan sebagai landasan argumen oleh sejumlah ulama dan fuqaha untuk bersikap ramah terhadap anjing, apalagi Al-Qur’an mengamanatkan untuk memperlakukan hewan-hewan seperti layaknya umat manusia tanpa kecuali sebagai sesama mahluk ciptaan-Nya.
Kalaupun air liur anjing itu dianggap najis dan kotor, tidak ada dasar dan alasan valid buat manusia untuk memusuhi, mengutuk, dan membunuh anjing dengan bengis.
Sumber:
https://sumantoalqurtuby.com/islam-anjing-dan-saluki/
https://web.facebook.com/Bungmanto/posts/10161038537835523
https://web.facebook.com/Bungmanto/posts/10161045993110523
https://afsgsdsdbfdshdfhdfncvngcjgfjghvghcgvv.com
Awesome web site! Do you might have any strategies for aspiring writers? I’m planning to start my very own Web page before long but I’m a little bit shed on anything. Would you propose starting off using a free System like WordPress or go for a paid out possibility? There are lots of options in existence which i’m completely overwhelmed .. Any tips? Thanks a lot!