Panrita.id

Dalil Bertawassul dengan Amal Shaleh dan Nabi Muhammad saw.

Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA. (Profil)

Dosen Ilmu Hadis UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Makna Tawassul menurut Bahasa: Mendekatkan diri.

“توسلت إلى فلان بكذا”، بمعنى: تقرَّبت إليه

“Saya bertawassul kepada si fulan dengan anu”. Maknanya: “Saya mendekatkan diri kepadanya”[1]

Makna Wasilah:

وَالْوَسِيلَةُ: هِيَ الَّتِي يُتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى تَحْصِيلِ الْمَقْصُودِ

Wasilah adalah: sesuatu yang dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan[2]

Ber-tawassul dengan Amal Shaleh

عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوْا المَبِيتَ إِلَى غَارٍ، فَدَخَلُوهُ فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الجَبَلِ، فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ الغَارَ، فَقَالُوا: إِنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلَّا أَنْ تَدْعُوا اللَّهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: اللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ، وَكُنْتُ لاَ أَغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلًا، وَلاَ مَالًا فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ شَيْءٍ يَوْمًا، فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا، فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوقَهُمَا، فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ وَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلًا أَوْ مَالًا، فَلَبِثْتُ وَالقَدَحُ عَلَى يَدَيَّ، أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الفَجْرُ، فَاسْتَيْقَظَا، فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ، فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا لاَ يَسْتَطِيعُونَ الخُرُوجَ “، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” وَقَالَ الآخَرُ: اللَّهُمَّ كَانَتْ لِي بِنْتُ عَمٍّ، كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيَّ، فَأَرَدْتُهَا عَنْ نَفْسِهَا، فَامْتَنَعَتْ مِنِّي حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ، فَجَاءَتْنِي، فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّيَ بَيْنِي وَبَيْنَ نَفْسِهَا، فَفَعَلَتْ حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا، قَالَتْ: لاَ أُحِلُّ لَكَ أَنْ تَفُضَّ الخَاتَمَ إِلَّا بِحَقِّهِ، فَتَحَرَّجْتُ مِنَ الوُقُوعِ عَلَيْهَا، فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهِيَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ، وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِي أَعْطَيْتُهَا، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ، فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ، فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ غَيْرَ أَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيعُونَ الخُرُوجَ مِنْهَا “، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” وَقَالَ الثَّالِثُ: اللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ، فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِي لَهُ وَذَهَبَ، فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الأَمْوَالُ، فَجَاءَنِي بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ أَدِّ إِلَيَّ أَجْرِي، فَقُلْتُ لَهُ: كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الإِبِلِ وَالبَقَرِ وَالغَنَمِ وَالرَّقِيقِ، فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ تَسْتَهْزِئُ بِي، فَقُلْتُ: إِنِّي لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ، فَأَخَذَهُ كُلَّهُ، فَاسْتَاقَهُ، فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ، فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ، فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ، فَخَرَجُوا يَمْشُونَ “

Abdullah bin Umar berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: “ Ada tiga orang sebelum kamu melakukan perjalanan, lalu mereka bernaung di sebuah gua, mereka masuk ke dalamnya, lalu ada satu buah batu besar jatuh dari atas bukit dan menutup pintu gua itu. Mereka berkata: “Tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu dari batu besar ini kecuali kamu berdoa kepada Allah dengan amal shaleh kamu.

Salah satu dari mereka bertiga berkata: “Ya Allah, saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua renta, tidak seorang pun yang lebih saya dahulukan daripada mereka berdua, baik dalam urusan keluarga maupun harta. Suatu hari mereka meminta sesuatu kepada saya. Saya belum menyenangkan mereka hingga mereka tertidur. Maka saya siapkan susu untuk mereka berdua, saya dapati mereka berdua sudah tertidur, saya tidak ingin lebih mendahulukan yang lain; keluarga dan harta daripada mereka berdua. Maka saya terdiam, cangkir berada di tangan saya, saya menunggu mereka berdua terjaga, hingga terbit fajar. Mereka berdua pun terjaga, lalu mereka minum. Ya Allah, jika yang aku lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari dalam gua ini dan dari batu besar ini”. Maka gua itu terbuka sedikit, mereka belum bisa keluar.

Orang kedua berkata: “Ya Allah, saya mempunyai sepupu perempuan, dia orang yang paling saya cintai, saya menginginkan dirinya. Ia menahan dirinya hingga berlalu beberapa tahun lamanya. Ia datang kepada saya, lalu saya beritakan seratus dua puluh Dinar kepadanya agar ia mau berdua-duaan dengan saya. Ia pun melakukannya, sampai saya mampu untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Ia berkata: “Aku tidak halalkan bagimu untuk melepas cincin kecuali dengan kebenaran”. Saya merasa berat untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Maka saya pun pergi meninggalkannya, padahal ia orang yang paling saya cintai, saya pun meninggalkan uang emas yang telah saya berikan. Ya Allah, jika yang saya lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari dalam gua ini”. Maka pintu gua itu pun terbuka sedikit, hanya saja mereka masih belum mampu keluar.

Orang yang ketiga berkata: “Ya Allah, saya mempekerjakan para pekerja, saya memberikan gaji kepada mereka. Hanya saja ada seorang laki-laki yang tidak mengambil gajinya, ia pergi. Maka saya mengembangkan gajinya hingga menjadi harta yang banyak. Lalu setelah berapa lama ia datang lagi dan berkata: “Wahai hamba Allah, bayarkanlah gaji saya”. Saya katakana kepadanya: “Semua yang engkau lihat ini adalah dari gajimu; ada unta, lembu, kambing dan hamba sahaya”. Pekerja itu berkata: “Wahai hamba Allah, janganlah engkau mengejek”. Saya jawab: “Saya tidak mengejekmu”. Maka pekerja itu pun mengambil semuanya, ia membawanya, tidak meninggalkan walau sedikit pun. Ya Allah, jika yang aku lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari gua ini”. Maka batu besar itu pun bergeser (gua terbuka), lalu mereka pun pergi keluar melanjutkan perjalanan”. (HR. al Bukhari dan Muslim).

Ber-tawassul dengan Nabi Muhammad Saw.

Riwayat tentang Ber-tawassul Sebelum Nabi Muhammad Saw Lahir ke Dunia.

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الْخَطِيئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لَمَا غَفَرْتَ لِي، فَقَالَ اللَّهُ: يَا آدَمُ، وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أَخْلُقْهُ؟ قَالَ: يَا رَبِّ، لِأَنَّكَ لَمَّا خَلَقْتَنِي بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوحِكَ رَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ عَلَىَ قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوبًا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ فَعَلِمْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى اسْمِكَ إِلَّا أَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ، فَقَالَ اللَّهُ: صَدَقْتَ يَا آدَمُ، إِنَّهُ لَأُحِبُّ الْخَلْقِ إِلَيَّ ادْعُنِي بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَلَوْلَا مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ

Dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata: “Ya Tuhanku, aku memohon kepada -Mu berkat kebenaran Muhammad, ketika Engkau mengampuni aku”. Allah berkata: “Wahai Adam, bagaimana engkau mengenal Muhammad padahal Aku be lum menciptakannya?”. Nabi Adam as menjawab: “Ya Allah, karena ketika Engkau menciptakan aku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ke dalam diriku dari ruh-Mu dan aku engkat kepalaku, aku lihat di tiang ‘Arsy tertulis: ‘Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah’. Maka aku pun mengetahui bahwa Engkau tidak akan  menambahkan sesuatu kepada nama-Mu melainkan nama orang yang paling Engkau cintai”. Allah berfirman: “Engkau benar wahai Adam, sesungguhnya Muhammad itu makhluk yang paling aku cintai. Berdoalah berkat dirinya, Aku telah mengampuni engkau. Kalaulah bukan karena Muhammad, maka Aku tidak akan menciptakan engkau”.(Al-Mustadrak li Al-Hakim)

Ulama berbeda pendapat tentang hadits ini. Adz-Dzahabi menyatakan ini hadits palsu. Akan tetapi Imam al-Hakim menyebutkan hadits ini dalam al-Mustadrak, ia nyatakan shahih.Disebutkan al-Hafizh as-Suyuthi dalam al-Khasha’ish an-Nabawiyyah, ia nyatakan shahih. Disebutkan al-Baihaqi dalam Dala’il an-Nubuwwah, padahal Imam al-Baihaqi tidak meriwayatkan hadits palsu, begitu ia nyatakan dalam muqaddimah kitabnya. Juga dinyatakan shahih oleh Imam al-Qasthallani dan az-Zarqani dalam al-Mawahib al-Ladunniyyah, as-Subki dalam Syif a’ as-Saqam.

Imam Ibnu Taimiah Berdalil dengan Hadits yang Semakna Dengan Hadits Ini:

وَقَدْ رُوِيَ {أَنَّ اللَّهَ كَتَبَ اسْمَهُ عَلَى الْعَرْشِ وَعَلَى مَا فِي الْجَنَّةِ مِنْ الْأَبْوَابِ وَالْقِبَابِ وَالْأَوْرَاقِ} وَرُوِيَ فِي ذَلِكَ عِدَّةُ آثَارٍ تُوَافِقُ هَذِهِ الْأَحَادِيثَ الثَّابِتَةَ الَّتِي تُبَيِّنُ التَّنْوِيهَ بِاسْمِهِ وَإِعْلَاءَ ذِكْرِهِ حِينَئِذٍ. وَقَدْ تَقَدَّمَ لَفْظُ الْحَدِيثِ الَّذِي فِي الْمُسْنَدِ عَنْ مَيْسَرَةَ الْفَجْرِ لَمَّا {قِيلَ لَهُ متى كُنْت نَبِيًّا؟ قَالَ وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ} وَقَدْ رَوَاهُ أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ بشران مِنْ طَرِيقِ الشَّيْخِ أَبِي الْفَرَجِ ابْنِ الْجَوْزِيِّ فِي (الوفا بِفَضَائِلِ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إسْحَاقَ بْنِ صَالِحٍ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ صَالِحٍ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ العوفي ثَنَا إبْرَاهِيمُ بْنُ طهمان عَنْ يَزِيدَ بْنِ مَيْسَرَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُفْيَانَ عَنْ {مَيْسَرَةَ قَالَ قُلْت: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى كُنْت نَبِيًّا؟ قَالَ لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْأَرْضَ وَاسْتَوَى إلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَخَلَقَ الْعَرْشَ: كَتَبَ عَلَى سَاقِ الْعَرْشِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ خَاتَمُ الْأَنْبِيَاءِ وَخَلَقَ اللَّهُ الْجَنَّةَ الَّتِي أَسْكَنَهَا آدَمَ وَحَوَّاءَ فَكَتَبَ اسْمِي عَلَى الْأَبْوَابِ وَالْأَوْرَاقِ وَالْقِبَابِ وَالْخِيَامِ وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ فَلَمَّا أَحْيَاهُ اللَّهُ تَعَالَى: نَظَرَ إلَى الْعَرْشِ فَرَأَى اسْمِي فَأَخْبَرَهُ اللَّهُ أَنَّهُ سَيِّدُ وَلَدِك فَلَمَّا غَرَّهُمَا الشَّيْطَانُ تَابَا وَاسْتَشْفَعَا بِاسْمِي إلَيْهِ}

وَرَوَى أَبُو نُعَيْمٍ الْحَافِظُ فِي كِتَابِ دَلَائِلِ النُّبُوَّةِ: وَمِنْ طَرِيقِ الشَّيْخِ أَبِي الْفَرَجِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ رشدين ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَعِيدٍ الفهري ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إسْمَاعِيلَ الْمَدَنِيّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {لَمَّا أَصَابَ آدَمَ الْخَطِيئَةَ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ يَا رَبِّ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ إلَّا غَفَرْت لِي فَأَوْحَى إلَيْهِ وَمَا مُحَمَّدٌ؟ وَمَنْ مُحَمَّدٌ؟ فَقَالَ: يَا رَبِّ إنَّك لَمَّا أَتْمَمْت خَلْقِي رَفَعْت رَأْسِي إلَى عَرْشِك فَإِذَا عَلَيْهِ مَكْتُوبٌ: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ فَعَلِمْت أَنَّهُ أَكْرَمُ خَلْقِك عَلَيْك؛ إذْ قَرَنْت اسْمَهُ مَعَ اسْمِك. فَقَالَ: نَعَمْ قَدْ غَفَرْت لَك وَهُوَ آخِرُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِّيَّتِك وَلَوْلَاهُ مَا خَلَقْتُك} فَهَذَا الْحَدِيثُ يُؤَيِّدُ الَّذِي قَبْلَهُ وَهُمَا كَالتَّفْسِيرِ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ.

Diriwayatkan bahwa Allah telah menuliskan nama Muhammad di ‘Arsy, di surga, di pintu-pintunya, di kubah-kubahnya dan di dedaunannya. Diriwayatkan beberapa riwayat yang sesuai dengan hadits-hadits shahih yang menjelaskan agar mengagungkan nama Muhammad dan memuliakan sebutannya pada saat itu. Telah disebutkan sebelumnya lafaz hadits yang terdapat dalam al-Musnad, dari Maisarah al-Fajr, ketika dikatakan kepada Rasulullah Saw: “ Sejak bilakah engkau menjadi nabi?”. Rasulullah Saw menjawab: “ Sejak Adam antara ruh dan jasad”.

Diriwayatkan oleh Abu al-Husein bin Basyran dari jalur rirwayat Syekh Abu al-Faraj bin al-Jauzi dalam al-Wafa bi Fadha’il al-Musthafa: Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Ishaq bin Shalih meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Shalih meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Sinan al-‘Aufi meriwayatkan kepada kami, Ibrahim bin Thahman meriwayatkan kepada kami, dari Yazid bin Maisarah, dari Abdullah bin Sufyan bin Maisarah, ia berkata: saya berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, sejak bilakah engkau menjadi nabi?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ketika Allah menciptakan bumi, kemudian Allah bersemayam di langit, lalu Allah ciptakan tujuh langit, Allah menciptakan ‘Arsy dan menuliskan di atas kaki ‘Arsy: Muhammad utusan Allah, penutup para nabi. Allah menciptakan surga yang didiami Adam dan Hawa, dituliskan namaku di atas pintu-pintunya, dedaunannya, kubahkubahnya dan kemahnya. Adam antara ruh dan jasad. Ketika

Allah menghidupkannya, ia melihat kepada ‘Arsy, ia lihat namaku, maka Allah memberitahukan kepada Adam, dia (Muhammad) adalah pemimpin anak cucumu. Ketika setan menggoda Adam dan Hawa, maka Adam dan Hawa memohon pertolongan kepada Allah dengan menyebut namaku (Muhammad)”.

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dalam kitab Dala’il an-Nubuwwah dan dari jalur riwayat Syekh Abu al-Faraj, Sulaiman bin Ahmad meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Rasydin meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Sa’id al-Fihri meriwayatkan kepada kami, Abdullah bin Isma’il al-Madani meriwayatkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari Bapaknya, dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Ketika Adam melakukan dosa, ia mengangkat kepalanya seraya berkata: “Wahai Tuhanku, berkat kebenaran Muhammad Engkau mengampuni aku”. Diwahyukan kepada Adam: “Siapa Muhammad?”. Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, ketika Engkau menyempurnakan penciptaanku, aku angkat kepalaku ke ‘Arsy-Mu, tiba-tiba tertulis di atasnya: Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah. Maka aku pun mengetahui bahwa dia (Muhammad) makhlukMu yang paling mulia bagi-Mu, karena Engkau mendekatkan namanya bersama nama-Mu”. Allah menjawab: “Ya, Aku telah mengampunimu, dialah nabi terakhir dari keturunanmu. Kalaulah bukan karena dia, maka Aku tidak akan menciptakan engkau”. (Ibnu Taimiah melanjutkan komentarnya): “Hadits ini mendukung hadits sebelumnya. Kedua hadits ini sebagai penjelasan hadits-hadits shahih”[3]

Orang-Orang Yahudi Ber-tawassul dengan Nabi Muhammad Saw Sebelum Beliau Lahir:

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كَانَتْ يَهُودُ خَيْبَرَ تُقَاتِلُ غَطَفَانَ فَلَمَّا الْتَقَوْا هُزِمَتْ يَهُودُ، فَعَادَتْ يَهُودُ بِهَذَا الدُّعَاءِ وَقَالُوا: إِنَّا نَسْأَلُكَ بِحَقِّ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي وَعَدْتَنَا أَنْ تُخْرِجَهُ لَنَا فِي آخِ الزَّمَانِ إِلَّا تَنْصُرُنَا عَلَيْهِمْ. قَالَ: فَكَانُوا إِذَا الْتَقَوْا دَعَوْا بِهَذَا الدُّعَاءِ فَهَزَمُوا غَطَفَانَ، فَلَمَّا بُعِثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَرُوا، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى:” وَكانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا” أَيْ بِكَ يَا مُحَمَّدُ، إِلَى قَوْلِهِ:” فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكافِرِينَ”.

Dari Ibnu ‘Abbas: “Yahudi Khaibar berperang dengan Ghathafan, ketika mereka bertempur, orang-orang Yahudi mengalami kekalahan. Maka orang-orang Yahudi berdoa: “Kami memohon kepada-Mu berkat nabi yang tidak dapat membaca yang telah Engkau janjikan kepada kami yang Engkau keluarkan di akhir zaman, tolonglah kami melawan Ghathafan”. Apabila mereka menghadapi Ghathafan, maka mereka berdoa dengan doa ini, lalu mereka pun dapat mengalahkan Ghathafan. Akan tetapi ketika Rasulullah Saw tiba, mereka kafir kepada Rasulullah Saw, maka Allah turunkan ayat:

“Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”. (Qs. al-Baqarah[2]:89).[4]

Ber-tawassul Ketika Rasulullah Saw Masih Hidup

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، عَنْ عَمِّهِ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَاءَهُ رَجُلٌ ضَرِيرٌ، فَشَكَا إِلَيْهِ ذَهَابَ بَصَرِهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَيْسَ لِي قَائِدٌ، وَقَدْ شَقَّ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ، ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ، وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ فَيُجَلِّي لِي عَنْ بَصَرِي، اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ، وَشَفِّعْنِي فِي نَفْسِي “. قَالَ عُثْمَانُ: فَوَاللَّهِ مَا تَفَرَّقْنَا، وَلَا طَالَ بِنَا الْحَدِيثُ حَتَّى دَخَلَ الرَّجُلُ وَكَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِهِ ضُرٌّ قَطُّعَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، عَنْ عَمِّهِ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَاءَهُ رَجُلٌ ضَرِيرٌ، فَشَكَا إِلَيْهِ ذَهَابَ بَصَرِهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَيْسَ لِي قَائِدٌ، وَقَدْ شَقَّ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ، ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ، وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ فَيُجَلِّي لِي عَنْ بَصَرِي، اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ، وَشَفِّعْنِي فِي نَفْسِي “. قَالَ عُثْمَانُ: فَوَاللَّهِ مَا تَفَرَّقْنَا، وَلَا طَالَ بِنَا الْحَدِيثُ حَتَّى دَخَلَ الرَّجُلُ وَكَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِهِ ضُرٌّ قَطُّ

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya bernama Utsman bin Hunaif, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw, datang seorang laki-laki buta mengadu tentang matanya, ia berkata: “Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang membimbing saya, ini berat bagi saya”. Maka Rasulullah Saw berkata: “Pergilah ke tempat berwudhu’, maka berwudhu’lah, kemudian shalatlah dua rakaat. Kemudian ucapkan: “Ya Allah, aku memohon kepada -Mu dan menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, wahai Muhammad aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu, maka tampakkanlah pandanganku, ya Allah jadikanlah ia penolong bagiku dan jadikan aku dapat menolong diriku sendiri”. Utsman berkata: “Demi Allah, belum lama kami berpisah, belum lama kami bercerita, lalu laki-laki itu masuk, seakanakan ia tidak pernah buta sama sekali”. (Al-Mustadrak li Al-Hakim)

Komentar al-Hafizh al-Mundziri:

رواه الترمذي، وقال: حديث حسن صحيح غريب والنسائي، واللفظ له وابن ماجه، وابن خزيمة في صحيحه، والحاكم، وقال: صحيح على شرط البخاري ومسلم، وليس عند الترمذي: ثم صل ركعتين، إنما قال: فأمره أن يتوضأ فيحسن وضوءه، ثم يدعو بهذا الدعاء فذكره بنحوه

Diriwayatkan at-Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan shahih gharib. Diriwayatkan an-Nasa’i dengan lafaznya. Diriwayatkan Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya. Diriwayatkan al-Hakim, ia berkata: “Shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim”. Imam ath-Thabrani berkata setelah menyebutkan beberapa jalur periwayatannya: “Hadits Shahih”[5]

Ber-tawassul Ketika Rasulullah Saw Sudah Wafat

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، عَنْ عَمِّهِ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ: أَنَّ رَجُلًا، كَانَ يَخْتَلِفُ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِي اللهُ عَنْهُ فِي حَاجَةٍ لَهُ، فَكَانَ عُثْمَانُ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ وَلَا يَنْظُرُ فِي حَاجَتِهِ، فَلَقِيَ ابْنَ حُنَيْفٍ فَشَكَى ذَلِكَ إِلَيْهِ، فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: ” ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ، ثُمَّ ائْتِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قُلْ: اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي فَتَقْضِي لِي حَاجَتِي وَتُذَكُرُ حَاجَتَكَ ” وَرُحْ حَتَّى أَرْوَحَ مَعَكَ، فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ فَصَنَعَ مَا قَالَ لَهُ، ثُمَّ أَتَى بَابَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، فَجَاءَ الْبَوَّابُ حَتَّى أَخَذَ بِيَدِهِ فَأَدْخَلَهُ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، فَأَجْلَسَهُ مَعَهُ عَلَى الطِّنْفِسَةِ، فَقَالَ: حَاجَتُكَ؟ فَذَكَرَ حَاجَتَهُ وَقَضَاهَا لَهُ، ثُمَّ قَالَ لَهُ: مَا ذَكَرْتُ حَاجَتَكَ حَتَّى كَانَ السَّاعَةُ، وَقَالَ: مَا كَانَتْ لَكَ مِنْ حَاجَةٍ فَأَذْكُرُهَا، ثُمَّ إِنَّ الرَّجُلَ خَرَجَ مِنْ عِنْدِهِ فَلَقِيَ عُثْمَانَ بْنَ حُنَيْفٍ، فَقَالَ لَهُ: جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا مَا كَانَ يَنْظُرُ فِي حَاجَتِي وَلَا يَلْتَفِتُ إِلَيَّ حَتَّى كَلَّمْتَهُ فِيَّ، فَقَالَ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: وَاللهِ مَا كَلَّمْتُهُ، وَلَكِنِّي شَهِدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَتَاهُ ضَرِيرٌ فَشَكَى إِلَيْهِ ذَهَابَ بَصَرِهِ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَتَصَبَّرْ» فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، لَيْسَ لِي قَائِدٌ وَقَدْ شَقَّ عَلَيَّ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ، ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ ادْعُ بِهَذِهِ الدَّعَوَاتِ» قَالَ ابْنُ حُنَيْفٍ: فَوَاللهِ مَا تَفَرَّقْنَا وَطَالَ بِنَا الْحَدِيثُ حَتَّى دَخَلَ عَلَيْنَا الرَّجُلُ كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِهِ ضُرٌّ قَطُّ

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya bernama Utsman bin Hunaif, bahwa ada seorang laki-laki akan menghadap Khalifah Utsman bin ‘Affan untuk suatu urusan, maka ia pun menemui Utsman bin Hunaif, ia mengadu kepada Utsman bin Hunaif, Utsman bin Hunaif berkata kepadanya: “ Pergilah ke tempat wudhu’, kemudian berwudhu’lah, kemudian pergilah ke masjid, shalatlah dua rakaat, kemudian ucapkanlah: “Ya Allah, aku me mohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, ya Muhammad aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu, agar Ia menunaikan hajatku”, kemudian ucapkanlah hajatmu. Pergilah, agar aku dapat pergi bersamamu”. Maka laki-laki itu pun pergi, ia melakukan apa yang dikatakan Utsman bin Hunaif. Kemudian ia datang ke pintu Utsman bin ‘Affan, lalu Utsman mendudukkannya bersamanya di atas karpet alas duduk, Utsman bin ‘Affan bertanya: “Apakah keperluanmu?”. Laki-laki itu pun menyebutkan keperluannya, lalu Utsman bin ‘Affan menunaikannya. Kemudian Utsman bin ‘Affan berkata kepadanya: “Engkau tidak menyebutkan keperluanmu hingga saat ini. Jika engkau ada keperluan, maka datanglah kepada kami”. Kemudian laki-laki itu pergi. Lalu ia menemui Utsman bin Hunaif dan berkata: “ Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu, sebelumnya Khalifah Utsman bin ‘Affan tidak mau melihat keperluan saya dan tidak menoleh kepada saya hingga engkau menceritakan tentang saya kepadanya”. Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah, saya tidak pernah menceritakan tentangmu kepada Khalifah Utsman bin ‘Affan, akan tetapi saya menyaksikan Rasulullah Saw, seorang yang buta datang kepadanya mengadu kepadanya tentang penglihatannya yang hilang, maka Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Apakah engkau bersabar?”. Laki-laki buta itu menjawab: “Wahai Rasulullah, tidak ada yang membimbing saya, berat bagi saya”. Rasulullah Saw berkata kepadanya: “ Pergilah engkau ke tempat wudhu’, berwudhu’lah, kemudian shalatlah dua rakaat, kemudian berdoalah dengan doa ini”. Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah, tidak berapa lama kami berpisah, tidak berapa lama kami bercerita, hingga laki-laki buta itu datang kepada kami, seakan-akan ia tidak buta sama sekali”.(Al-Thabrani-Al-Mu’jam Al-Kabir)

Pendapat Ibnu Taimiah Terhadap Hadits ini:

قَالَ الطَّبَرَانِي رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ شُعْبَةُ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ وَاسْمُهُ عُمَيرُ بْنُ يَزِيدَ وَهُوَ ثِقَةٌ تَفَرَّدَ بِهِ عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ عَنْ شُعْبَةَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ المقدسي: وَالْحَدِيثُ صَحِيحٌ

 قُلْت والطَّبَرَانِي ذَكَرَ تَفَرُّدَهُ بِمَبْلَغِ عِلْمِهِ وَلَمْ تَبْلُغْهُ رِوَايَةُ رَوْحِ بْنِ عبادة عَنْ شُعْبَةَ وَذَلِكَ إسْنَادٌ صَحِيحٌ: يُبَيِّنُ أَنَّهُ لَمْ يَنْفَرِدْ بِهِ عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ

Ath-Thabrani berkata: “Yang meriwayatkan hadits ini adalah Syu’bah dari Abu Ja’far, namanya Umar bin Yazid, ia seorang periwayat yang Tsiqah (terpercaya), hanya Utsman bin Umar yang meriwayatkan dari Syu’bah. Abu Abdillah al-Maqdisi berkata: “Ini hadits shahih”.

Saya (Ibnu Taimiah) katakan: ath-Thabrani menyebutkan hanya Utsman bin Umar yang meriwayatkan, itu pengetahuan ath-Thabrani, karena riwayat Rauh bin ‘Ubadah dari Syu’bah tidak sampai kepada ath-Thabrani. Itu sanad yang shahih yang menjelaskan bahwa Utsman bin Umar tidak meriwayatkan sendirian.[6]

ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي كِتَابِ (مُجَابِي الدُّعَاءِ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو هَاشِمٍ سَمِعْت كَثِيرَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ كَثِيرِ بْنِ رِفَاعَةَ يَقُولُ: جَاءَ رَجُلٌ إلَى عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ أَبْجَرَ فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ: بِك دَاءٌ لَا يَبْرَأُ. قَالَ: مَا هُوَ؟ قَالَ: الدُّبَيْلَةُ. قَالَ فَتَحَوَّلَ الرَّجُلُ فَقَالَ: اللَّهَ اللَّهَ اللَّهَ رَبِّي لَا أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا اللَّهُمَّ إنِّي أَتَوَجَّهُ إلَيْك بِنَبِيِّك مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا يَا مُحَمَّدُ إنِّي أَتَوَجَّهُ بِك إلَى رَبِّك وَرَبِّي يَرْحَمُنِي مِمَّا بِي. قَالَ فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ: قَدْ بَرِئْت مَا بِك عِلَّةٌ. قُلْت: فَهَذَا الدُّعَاءُ وَنَحْوُهُ قَدْ رُوِيَ أَنَّهُ دَعَا بِهِ السَّلَفُ

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunia dalam kitab Mujabi ad-Du’a’, ia berkata: Abu Hasyim meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Saya mendengar Katsir bin Muhammad bin Katsir bin Rifa’ah berkata: Seorang laki-laki datang kepada Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar, ia meraba perut laki-laki itu. Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar berkata: “Engkau mengalami penyakit yang tidak dapat disembuhkan”. Orang itu bertanya: “Apakah namanya?”. Ia menjawab: “Dubailah (Bisul besar yang ada di dalam perut, biasanya orang yang terkena penyakit ini berakhir dengan kematian)”. Lalu laki-laki itu berpaling seraya mengucapkan: “Allah Allah Allah Tuhanku, aku tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apa pun. Ya Allah, aku menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad nabi pembawa rahmat dan keselamatan, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu dan Tuhanku agar ia merahmati aku dan apa yang menimpaku”. Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar kembali meraba perut laki-laki itu, ia berkata: “Engkau telah sembuh, tidak ada penyakit pada dirimu”.

Komentar Ibnu Taimiah:

Doa seperti ini dan sejenisnya adalah doa yang biasa diucapkan kalangan Salaf[7]

Imam Ahmad bin Hanbal Membolehkan Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw:

قَالَ أَحْمَدُ فِي مَنْسَكِهِ الَّذِي كَتَبَهُ لِلْمَرْوَزِيِّ صَاحِبِهِ إنَّهُ يَتَوَسَّلُ بِالنَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فِي دُعَائِهِ، وَلَكِنْ غَيْرُ أَحْمَدَ قَالَ: إنَّ هَذَا إقْسَامٌ عَلَى اللَّهِ بِهِ، وَلَا يُقْسَمُ عَلَى اللَّهِ بِمَخْلُوقٍ، وَأَحْمَدَ فِي إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ قَدْ جَوَّزَ الْقَسَمَ بِهِ، فَلِذَلِكَ جَوَّزَ التَّوَسُّلَ بِهِ

Imam Ahmad bin Hanbal berkata dalam al-Mansak yang ia tulis untuk al-Marwazi sahabatnya, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal bertawassul dengan Nabi Muhammad Saw dalam doanya, akan tetapi selain Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “ Sesungguhnya ini bersumpah kepada Allah demi nabi Muhammad Saw, tidak boleh bersumpah kepada Allah demi makhluk”. Dalam salah satu riwayat dari Imam Ahmad disebutkan bahwa Imam Ahmad membolehkan sumpah demi Nabi Muhammad Saw, dengan demikian berarti Imam Ahmad membolehkan tawassul dengan Nabi Muhammad Saw.[8]

Referensi:

[1]Tafsir ath-Thabari, juz.X, hal.290

[2]Tafsir Ibn Katsir, juz. III, hal.103

[3]Majmu’ Fatawa Imam Ibn Taimiah, Juz.II, hal.150-151.

[4]Tafsir al-Qurthubi, juz.II, hal.27.

[5]Al-Hafizh al-Mundziri, at-Targhib wa at-Tarhib, juz.I, hal.272-273

[6]Majmu’ Fatawa Ibn Taimiah, at-Tawassul wa al-Wasilah, juz.I, hal.273

[7]Majmu’ Fatawa Ibn Taimiah, juz.I, hal.264

[8]Imam Ibnu Taimiah, al-Fatawa al-Kubra, juz.II, hal.422.

Sumber: H. Abdul Somad, Lc., MA. 37 Masalah Populer, h. 131-138.